Eks Petinggi Lippo Group Eddy Sindoro Kembali Terseret Dugaan Korupsi

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 14 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Mantan Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/10). Eddy diperiksa KPK sebagai tersangka kasus dugaan pemberian suap kepada Panitera PN Jakarta Pusat.
Mantan Presiden Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/10). Eddy diperiksa KPK sebagai tersangka kasus dugaan pemberian suap kepada Panitera PN Jakarta Pusat.

Jakarta, MI - Mantan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro kembali terseret dalam kasus dugaan korupsi yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Eddy sedianya diperiksa KPK sebagai saksi terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. “Saksi ES tak hadir tanpa keterangan,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Rabu (14/8/2024).

KPK mengembangkan dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi. Dia dijerat bersama menantunya, Rezky Herbiyono. Keduanya telah divonis masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. 

Surhadi dan Rezky dinyatakan menerima suap Rp 35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto untuk pengurusan dua perkara.

BACA JUGA: Eks Petinggi Lippo Group Eddy Sindoro Mangkir dari Pemeriksaan KPK

Selain itu, mereka terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.

Kembali kepada Eddy Sindoro. Dia merupakan seorang pengusaha yang sempat menjabat sebagai Komisaris Lippo Group, perusahaan ini membawahi sejumlah anak perusahaan seperti PT Jakarta Baru Cosmopolitan dan Paramount Enterprise International.

Pada 23 Desember 2016 lalu Eddy ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap Panitera di PN Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp150 juta.

Uang ini bertujuan untuk menunda proses "aanmaning" atau peringatan eksekusi PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL).

Padahal, pengajuan PK dilakukan setelah melewati batas yang ditetapkan undang-undang dan kedua perusahaan ini merupakan anak usaha Lippo Group. 

Eddy sempat ditangkap oleh otoritas Malaysia dan kemudian dideportasi ke Indonesia. Namun sesampainya di Jakarta, Eddy kembali kabur ke luar negeri. Diduga seorang advokat bernama Lucas membantu Eddy dalam pelarian jilid 2 nya ini.

Namun, pada 12 Oktober 2018 Eddy akhirnya berhenti dari pelariannya dan memilih menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (an)