Korupsi Lahan Rorotan, KPK Sasar Kepala Suku BPKD Jaksel Asep Erwin Djuanda

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 15 Oktober 2024 22:56 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadirkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Jakarta Utara oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tahun 2019-2020 dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadirkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Jakarta Utara oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tahun 2019-2020 dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyasar keterangan Kepala Suku Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Administrasi Jakarta Selatan, Asep Erwin Djuanda terkait dengan pengajuan Penyertaan Modal Daerah (PMD) di anggaran Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) tahun 2019.

Upaya itu dilakukan KPK berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta.

"Saksi ini hadir. Di dalami terkait pengajuan PMD di anggaran PPSJ 2019," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Selasa (15/10/2024).

Sekadar tahu, bahwa Asep juga mantan Kabid Pembinaan dan Pembiayaan BPKD Provinsi DKI Jakarta. Atas hal itu juga menjadi alasan KPK memeriksanya.

Tersangka dan perannya

KPK telah menahan lima tersangka, yakni Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing; eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan; Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharrys; Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo.

"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2024 sampai dengan 7 Oktober 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024) malam.

PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank. 

Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp371,5 miliar pada 2019 lalu. Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah. 

Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp 117 miliar. 

Akibatnya, negara dirugikan sekira Rp223,8 miliar akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019–2021.

Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp147,7 miliar," beber Asep. 

Tak hanya markup harga, pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan. 

Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah. Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran KSO dari PT Totalindo Eka Persada. 

Tak hanya itu, pihak Totalindo Eka Persada juga mengetahui enam SHGB tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT Totalindo.

Berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan lahan di Rorotan itu diduga lantaran Yoory menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada. Yoory diduga menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. 

Selain itu, Yoory diduga mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada.

"Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut," sebut Asep.

Atas dugaan tindak pidana tersebut, Yoory, Donald Sihombing, dan tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Topik:

KPK BPKD Jaksel Korupsi Rorotan Sarana Jaya