Hakim Sebut Korupsi Kerja Sama Cap Emas Tanggung Jawab Direksi Antam


Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi kerja sama pemurnian emas dan lebur cap emas di Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk, harus menjadi tanggung jawab secara pidana para jajaran direksi periode 2010–2021.
Hal itu dikatakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dalam pertimbangan putusan kasus rasuah yang menjerat enam terdakwa pejabat UBPP LM PT Antam Tbk yang menjabat dalam rentang 2010–2021, pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025) kemarin.
Keenam terdakwa ialah Tutik Kustiningsih selaku Vice President (VP) periode 2008–2011, Herman selaku VP periode 2011–2013, Dody Martimbang selaku Senior Executive VP periode 2013–2017. Kemudian Abdul Hadi Aviciena selaku General Manager (GM) periode 2017–2019, M. Abi Anwar selaku GM periode 2019–2020, dan Iwan Dahlan selaku GM periode 2021–2022.
Majelis hakim menilai, pertanggung jawaban pidana dalam perkara korupsi ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pidana para terdakwa selaku pimpinan UBPPLM. "Akan tetapi juga merupakan tanggung jawab pidana direksi PT Antam, khususnya yang menjabat sejak tahun 2010 sampai 2021," kata hakim anggota Alfis Setiawan saat membacakan pertimbangannya dalam persidangan.
Menurut hakim, kegiatan kerja sama jasa lebur cap dan jasa pemurnian emas di UBPP LM Antam berlangsung lebih dari 11 tahun. Kegiatan itu pun turut diketahui dan disadari para direksi PT Antam. Padahal tidak sesuai dengan bidang usaha berdasarkan maksud dan tujuan sebagaimana anggaran dasar PT Antam.
Menurut hakim, para direksi pun tidak ada upaya dalam kegiatan jasa yang telah berjalan tersebut. Padahal mereka punya tanggung jawab terhadap perusahaan untuk melakukan kajian dari aspek finansial, aspek manajemen, maupun aspek legalnya.
"Termasuk tidak adanya upaya direksi untuk melindungi hak ekslusif PT Antam sebagai pemegang merek LM (Logam Mulia)," beber hakim.
Hakim memandang, kegiatan jasa lebur cap dan jasa pemurnian emas di UBPP LM tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Antam, dalam laporan keuangan setiap tahun. Hal itu dianggap cukup sebagai bukti bahwa direksi PT Antam mengetahui atas kegiatan dimaksud. "Atas dasar tersebut, direksi PT Antam dapat diminta pertanggungjawaban, selain pertanggung jawaban kepada para terdakwa," tegas hakim.
Hakim juga menilai, pertanggungjawaban pidana juga harus dimintakan kepada Tri Hartono selaku GM UBPP LM Antam periode 1 Maret–14 Mei 2013. Pasalnya dia pun terbukti melakukan kegiatan jasa pemurnian dan lebur cap emas yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 281,8 miliar selama 3 bulan menjabat. "Sehingga majelis hakim menilai, beralsan secara hukum dimintakan pertanggung jawaban pidananya terhadap Tri Hartono," kata hakim.
Adapun kerja sama pemurnian emas dan lebur cap emas dilakukan keenam terdakwa dan Tri Hartono secara bersama-sama dengan tujuh orang pelanggan pihak swasta, baik toko emas, perusahaan, maupun perorangan. Akibatnya, perbuatan mereka telah merugikan keuangan negara sepanjang 2010–2021 sebesar Rp 3,3 triliun.
Sementara para pelanggan menyerahkan emasnya yang tidak diketahui asal-usulnya. Emas-emas itu berupa emas lantakan, scrap, maupun rongsokan. Pemeriksaan hanya dilakukan terhadap perizinan, legalitas badan usaha para pelanggan. Serta hanya dari pernyataan para pelanggan bahwa emas-emas mereka legal atau sah secara hukum.
Kemudian emas-emas pelanggan yang telah dimurnikan di UBPP LM, diberikan label Antam, cap, logo LM, nomor seri, juga sertifikat. Dan tarif jasa peleburan cap emas diberikan dengan harga rendah.
Para pelanggan pun menjual emas batangan yang telah bersertifikasi dan logo Antam ke pasaran. Harga jualnya disesuaikan dengan ketersediaan emas batangan merek LM milik Antam.
Jika Antam punya emas batangan melimpah, maka dijual di bawah harga resmi yang ditetapkan PT Antam. "Dan apabila stok emas batangan dengan merek LM terbatas, maka dijual di atas harga resmi yang ditetapkan oleh PT Antam," urai hakim.
Hakim mengatakan, perbuatan para terdakwa telah mengakibatkan kerugian keuangan negara periode 2010 sampai 2021, seluruhnya berjumlah Rp 3,3 triliun dari kerja sama pemurnian emas dan lebur cap emas dengan para pihak swasta.
Nilai kerugian negara itu berasal dari kegiatan lebur cap emas sepanjang 2010–2017 sebesar Rp 2,79 triliun ditambah kegiatan emas cucian sepanjang 2010–2021 sebesar Rp 516 miliar. Sehingga totalnya Rp 3,3 triliun
Perkara ini telah memperkaya orang lain yakni para pelanggan atau pihak swasta. Tujuh orang di antaranya turut menjadi terdakwa dalam kasus ini, namun mereka disidangkan secara terpisah.
Rinciannya terdakwa Lindawati Efendi sebesar Rp 616,9 miliar, Suryadi Lukmantara Rp 444,9 miliar, Suryadi Jonathan Rp 343,4 miliar, James Tamponawas Rp 119,2 miliar, Djudju Tanuwidjaja Rp 43,3 miliar, Ho Kioen Tjay Rp 35,4 miliar, dan Gluria Asih Rahayu Rp 2 miliar. "Dan pihak pelanggan lainnya (perorangan, toko emas, perusahaan) nonkontrak karya sebesar Rp 1,7 triliun," beber hakim.
Dalam amar putusannya, majelis hakim memvonis enam terdakwa masing-masing dengan pidana penjara 8 tahun. "Dan pidana denda sebesar Rp 750 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," kata ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika membacakan vonisnya didampingi hakim anggota Sunoto dan Alfis Setiawan.
Namun begitu, hakim tidak menghukum para terdakwa dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Karena berdasar fakta di persidangan, mereka tidak memperoleh harta benda dari perbuatan korupsi yang dilakukannya.
Hakim meyakini, masing-masing terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer.
Keenam terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Sebelum menjatuhkan putusannya, hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan para terdakwa sebagai pertimbangan. Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian keuangan negara, dan perbuatan terdakwa telah memperkaya orang lain.
Sedangkan hal yang meringankan, khusus terdakwa Herman dan Tutik, keduanya sudah berusia lanjut. "Terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana, terdakwa bersikap sopan dan tidak mempersulit jalannya persidangan," ucap hakim anggota Alfis Setiawan.
Atas vonis tersebut, para terdakwa melakukan penasihat hukumnya belum dapat menentukan sikapnya. Sehingga menyatakan akan pikir-pikir lebih dahulu. Demikian halnya dengan jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung, juga menyatakan pikir-pikir.
Topik:
Antam Korupsi EmasBerita Sebelumnya
Korupsi Bansos, KPK Periksa Kabag Keuangan Ditjen Linjamsos Diding
Berita Selanjutnya
Zarof Ricar Dituntut 20 Tahun Penjara
Berita Terkait

Antam Kehilangan Kesempatan Manfaatkan USD3.165.031,43 untuk Bayar Denda Ekspor Bauksit
31 Juli 2025 21:46 WIB

BPK Temukan Pengelolaan dan Pemurnian Mineral Akibatkan Antam Tanggung Cost Overrun Rp97,3 M
29 Juli 2025 09:19 WIB

Ulah Antam pada Anak-anak Usahanya Ini Menguak Kerugian Negara Rp 16,6 M
28 Juli 2025 17:07 WIB