Masalah Dana Pinjaman Pemegang Saham RNI (Bagian 2): Bunga Rp 511,7 M Tak Dimanfaatkan


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan tingkat pengembalian pokok dan penerimaan bunga Share Holder Loan (SHL) anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau ID FOOD rendah.
Temuan itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Dana Pinjaman Pemegang Saham, Aset Tetap dan Properti Investasi Tahun Buku 2021 sampai dengan 2023 pada PT RNI dan Anak Usaha Perusahaan Serta Instansi Terkait Lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali dengan nomor 24/LHP/IX-XX.3/8/2024/ Tanggal 30 Agustus 2024.
Temuan ini juga merupakan permasalahan dana pinjaman pemegang saham/share holder loan (SHL) pada PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) (Persero) atau ID FOOD ke 2 yang diungkap oleh BPK.
Sebelumnya Monitorindonesia.com, Kamis (17/7/2025) menerbitkan berita dengan judul: "BPK Bongkar Masalah Dana Pinjaman Pemegang Saham PT RNI (Bagian 1)". Selengkapnya di sini
Dalam temuan kedua soal dana SHL ini, BPK menjelaskan bahwa pemberian SHL PT RNI (Pesero) dalam bentuk modal kerja tidak memberikan kontribusi nyata terhadap perbaikan likuiditas anak perusahaan; PT RNI (Persero) tidak dapat segera memanfaatkan pendapatan bunga sebesar Rp511.720.291.771,00 dari dana yang dipinjamkan ke anak perusahanaan; dan PT RNI (Persero) sebagai entitas induk menanggung kegiatan operasional anak perusahaan serta beban bunga akibat pinjaman yang tidak terbayar oleh perusahaan tersebut karena piutang SHL yang tidak likuid.
Lebih rinci, BPK menjelaskan, bahwa dalam rangka membantu anak perusahaan yang mengalami kesulitan modal kerja membiayai operasionalnya dan risiko solvabilitas dalam membayar pinjaman yang jatuh tempo, PT RNI (Persero) melakukan kebijakan pemberian Share Holder Loan (SHL) kepada anak perusahaan yang diatur dalam SOP Keuangan Korporasi pada Bagian Keuangan Nomor 3.1.1.11 terkait Pinjaman Modal Kerja Operasional/Investasi Anak Perusahaan Tanggal 15 Maret 2021.
PT RNI (Persero) mencatat akumulasi SHL yang belum dibayar oleh anak perusahaan pada Aset Lancar akun Piutang Lain-Lain - Pihak Berelasi di Laporan Keuangan PT RNI (Persero).
Rekapitulasi saldo piutang SHL berdasarkan Catatan atas Laporan Keuangan per 31 Desember 2021, 31 Desember 2022 dan 30 Juni 2023.
BPK menjelaskan, piutang SHL tersebut mengalami peningkatan tiap periode pelaporan. Saldo piutang SHL merupakan akumulasi pokok SHL yang disalurkan kepada 13 anak perusahaaan sejak Tahun 2013, dan akumulasi pendapatan bunga SHL yang di-accrue tiap tahunnya namun belum dibayar oleh anak perusahaan.
BPK menyatakan bahwa jumlah SHL terbesar adalah kepada PTP MO dan PT PG Rajawali II yaitu mencapai 84,08% dari total jumlah piutang SHL dan persentase akumulasi bunga merupakan presentase bunga yang belum dibayar dibandingkan dengan nilai pokok pinjaman yang tertunggak per 30 Juni 2023.
Berdasarkan hasil analisis atas dokumen penyaluran, pembayaran dan pencatatan SHL Tahun 2021 sampai dengan Semester I Tahun 2023, BPK menemukan pokok SHL PT RNI (Persero) yang dipinjamkan sebagai modal kerja anak perusahaan selama Tahun 2021 sampai dengan 2023 tidak dikembalikan tepat waktu dan penerimaan dan pencatatan pendapatan bunga SHL tidak sesuai ketentuan.
"Permasalahan tersebut mengakibatkan pemberian SHL PT RNI (Pesero) dalam bentuk modal kerja tidak memberikan kontribusi nyata terhadap perbaikan likuiditas anak perusahaan," petik laporan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Jumat (18/7/2025).
"PT RNI (Persero) tidak dapat segera memanfaatkan pendapatan bunga sebesar Rp511.720.291.771,00 dari dana yang dipinjamkan ke anak perusahanaan."
"PT RNI (Persero) sebagai entitas induk menanggung kegiatan operasional anak perusahaan serta beban bunga akibat pinjaman yang tidak terbayar oleh perusahaan tersebut karena piutang SHL yang tidak likuid," jelas BPK.
Menurut BPK, permasalahan tersebut disebabkan oleh Direksi PT RNI (Persero) tidak cermat dalam menetapkan kebijakan penyaluran SHL yang belum didukung dengan kriteria dan parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan anak perusahaan dalam melakukan pembayaran pinjaman.
Direksi PT RNI (Persero) tidak cermat belum menetapkan kebijakan pencadangan atas penurunan nilai piutang SHL dengan mempertimbangkan kondisi keuangan anak perusahaan sebagai dasar perhitungan dan pendapatan bunga SHL.
Tak hanya itu saja, permasalahan tersebut disebabkan oleh Dewan Komisaris PT RNI (Persero) kurang efektif dalam melakukan pengawasan atas pengelolaan SHL; dan Vice President SPI PT RNI (Persero) tidak cermat dalam melakukan evaluasi pelaksanaan atas pengelolaan SHL.
Tanggapan PT RNI
Atas permasalahan tersebut, Direksi PT RNI (Persero) menyatakan sependapat dengan pokok permasalahan dimaksud, dengan penjelasan dasar pertimbangan memberikan SHL kepada anak perusahaan yang dimaksud adalah Going Concern Anak Perusahaan, agar tidak berhenti beroperasi, maka diberikan SHL untuk modal kerja operasional berdasarkan usulan proposal dari anak perusahan sehingga kegiatan usaha Anak Perusahaan tetap berlanjut.
Dan konsekuensi Call BI Checking dari perbankan yang dapat berakibat dibekukannya fasilitas perbankan secara kelompok (One Bank One Obligor), sehingga perlu diberikan SHL untuk mencegah kerugian yang lebih besar akibat dampak yang ditimbulkan.
Rekomendasi BPK
BPK merekomendasikan Direksi PT RNI (Persero) agar menetapkan kriteria dan parameter dalam penyaluran SHL baik dalam bentuk modal kerja, investasi, maupun pembiayaan atas hutang dengan memperhatikan kemampuan pembayaran pinjaman oleh anak perusahaan dalam SOP.
Melakukan restrukturisasi SHL perusahaan dengan mempertimbangkan langkah-langkah optimalisasi sumber daya perusahaan serta_ opsi likuidasi/divestasi atas anak perusahaan.
Menentukan kebijakan pencadangan atas penurunan nilai piutang SHL dengan mempertimbangkan kondisi keuangan anak perusahaan sebagai dasar perhitungan dan pendapatan bunga SHL dan menginstruksikan Vice President SPI PT RNI (Persero) untuk melakukan evaluasi pelaksanaan pengelolaan SHL.
Tak hanya itu, BPK juga merekomendasikan kepada Dewan Komisaris PT RNI (Persero) agar melakukan pengawasan kepada Direksi dalam hal penetapan kebijakan yang jelas atas kriteria dan parameter penyaluran SHL, restrukturisasi SHL anak perusahaan, dan pengakuan pendapatan bunga SHL.
Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi kepada Edwin Adithia Hermawan selaku Humas PT RNI terkait temuan BPK tersebut apakah sudah ditindak lanjuti. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Edwin belum memberikan respons.
Bagian 3: Perdagangan Daging Sapi Impor Kuota Tambahan Tahun 2022 oleh PT Berdikari Tidak Memperhatikan Tata Kelola Perusahaan yang Baik. Berasambung...
Topik:
BPK PT RNI BUMN ID FOOD ID FOODBerita Sebelumnya
Korupsi Proyek Makanan Bayi dan Ibu Hamil di Kemenkes Diusut KPK
Berita Selanjutnya
Hasto Jalani Sidang Duplik di PN Jakpus Hari ini
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
16 jam yang lalu

Ekonom Dorong Audit Investigasi Dugaan Patgulipat Pengambilalihan BCA oleh Djarum Group
27 Agustus 2025 09:17 WIB