Lembaga Monitoring Pilar Bangsa Soroti Penawaran Proyek LPSE Kota Tangerang

Surya Feri
Surya Feri
Diperbarui 2 Juni 2022 20:15 WIB
Tangerang, MI - Lembaga Monitoring Pilar Bangsa soroti mengenai pengaturan sitem lelang LPSE yang di laksanakan oleh satuan Kelompok Kerja (Pokja) di Kota Tangerang. Pasalnya banyak pemenang tender yang dimenangkan oleh satuan Kelompok Kerja (Pokja) Kota Tangerang jauh di bawah penawaraan 80%. Menurut Ketua LSM Monitoring Pilar Bangsa Gordon S di peraturan kerja dalam Perpres PBJ 2018 dan Perlem PBJ 2020 maupun Keppres 12 Tahun 2021 sebagai turunan dari Perpres 2018 terkait dengan penawaran penyedia di bawah 80% HPS belum dapat memberikan manfaat yang maksimal terhadap penyelenggaraan jasa konstruksi yang efisien dan efektif. [caption id="attachment_439198" align="aligncenter" width="792"] Gordon S Ketua Monitoring Pilar Bangsa [Foto: Yuli Amran][/caption]“Beberapa isu lain yang disoroti terkait dengan penawaran dibawah 80% HPS antara lain: 1. Pengaturan tersebut menimbulkan ketidakpercayaan terhadap hasil penyusunan HPS dan direspon dengan aktivitas melingkar (looping activities) untuk membuktikan tingkat kebenaran dari hasil penyusunan HPS tersebut, padahal metode pembuktian tersebut juga menghasilkan banyak pertanyaan. 2. Jumlah penawaran dibawah 80% HPS cenderung meningkat. 3. Timbul ketidakpercayaan terhadap penyedia jasa dengan penawaran dibawah 80% HPS dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan. 4. Timbul anggapan pembina jasa konstruksi tidak dapat menjaga keberlanjutan penyelenggaraan jasa konstruksi karena semakin banyak penyedia jasa yang mengalami kerugian finansial dan dan tidak tertarik lagi pada bisnis jasa konstruksi. 5. Kesepahaman dan kesepakatan bahwa persaingan dalam bisnis jasa konstruksi bukan persaingan dengan harga terendah terganggu yang disebabkan ketidakmampuan untuk menetapkan harga yang wajar secara obyektif. Gangguan ini semakin besar pada saat terjadi siatuasi yang tidak biasa sebagaimana terjadinya pandemi Covid19 saat ini. 6. Ketersediaan tenaga Pengelola PBJ sangat terbatas sehingga kewalahan untuk mengelola PBJ yang jumlah kegiatannya semakin tinggi. Pengaturan terkait dengan evaluasi penawaran harga belum dapat menyederhanakan proses evaluasi untuk mempercepat pemilihan tanpa mengabaikan kualitas yang telah ditentukan,” tegasnya. Lebih lanjut Gordon mengatakan beberapa pihak yang terkait dengan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, khususnya dari aparat pengawas/pemeriksa penggunaan keuangan negara seharusnya mempertanyakan kualitas penyusunan HPS yang menjadi dasar evaluasi penawaran dalam pemilihan jasa konstruksi. “Dalam Perpres PBJ 2018 dan Permen PBJ 2020 maupun Keppres 12 tahun 2021 sudah diatur secara tegas bahwa penyusunan HPS harus menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan, tetapi kenyataannya hasil penyusunan HPS untuk pekerjaan yang sejenis sering berbeda dengan perbedaan yang siginifikan. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan tersebut, antara lain : 1. Data harga dasar sumber daya konstruksi yang dijadikan referensi berbeda, ada yang mengambil dari pedoman harga dasar yang diterbitkan oleh gubernur, dan ada juga dari walikota atau bupati, yang nilai harga dasarnya berbeda-beda. 2. Pengambilan koefisien untuk menghitung produktivitas alat yang digunakan dalam pekerjaan berbeda-beda; masing-masing penyusun HPS memiliki alasan tersendiri yang dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai contoh, sebagian penyusun HPS lebih menyukai memilih koefisen produktivitas alat berat dengan usia alat 5 tahun, sedangkan penyusun lainnya menggunakan alat baru, atau alat yang berusia lebih tua,” tambahnya. Seperti yang terlihat pada pemenang tender LPSE Kota Tangerang pada tanggal pembuatan 22 Maret 2022 yang diberi judul sarana dan prasarana penanganan sampah dimana Dinas Lingkunangan Hidup Kota Tangerang dengan pagu anggaran Rp.803.864.100 dengan nilai HPS Rp.737.778.500 dan dimenangkan oleh CV. CBI dengan nilai penawaran Rp.567.282.588. Pada saat dikonfirmasi kepada Heri sebagai panitia LPSE, dia menyebutkan bahwa tidak ada batas terendah untuk sebuah penawaran. Namun dia menyebutkan bahwa harus dilakukan klarifikasi untuk kewajaran harga. Pimpinan Pokja yakni Iro mengatakan bahwa penawaran diatas 20 persen tidak menjadi masalah selama ada klarifikasi kewajaran harga. [Yuli Amran]

Topik:

Tangerang LPSE Lembaga Monitoring Pilar Bangsa