Ciri Keberhasilan Penggunaan Teknologi Yakni Simulasi Lewat Uji Coba Bertahap Agar Sistem Mudah Digunakan

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 19 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Aplikasi Sirekap 2024 pada ponsel
Aplikasi Sirekap 2024 pada ponsel

Jakarta, MI - Salah satu ciri khas keberhasilan penggunaan teknologi adalah simulasi dengan uji coba secara bertahap agar sistem mudah digunakan. Terkait dengan penyelenggaraan pilkada 2024, dengan wilayah Indonesia yang sangat beragam, pengujian sistem penghitungan suara sebelum digunakan adalah kewajiban.

Belajar dari kesalahan merupakan kejujuran untuk perbaikan. Angka yang anomali, perolehan suara yang melampaui jumlah pemilih, kekeliruan memasukkan data hingga publikasi hasil melalui Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) yang tidak 100 persen adalah fakta untuk dilakukan penyempurnaan.

Sebagai alat bantu, teknologi bersifat memudahkan. Bahkan terhadap pemilu yang rumit seperti di Indonesia. Jika teknologi ternyata menyulitkan, perlu dicari penyebab mengapa Sirekap tidak mudah untuk digunakan. Mencari jawaban mendalam antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi tentu dengan menyertakan semua pihak untuk turut serta dalam penyelenggaraan pilkada.

Harus diakui, menggunakan teknologi dalam kondisi yang beragam memang tidak mudah. Pemilu dan pilkada sebelumnya menjadi pintu masuk bagi penyelenggara untuk memastikan teknologi justru memudahkan. para pakar pemilu menilai, di antara kondisi yang perlu dilakukan adalah simulasi, sehingga tidak jatuh dalam kesalahan dua kali. Permasalahan yang sama tidak perlu diulangi.

KPU berencana menggunakan kembali Sirekap dengan perbaikan menyeluruh dari berbagai sisi. Pengembang Sirekap tidak cukup mengambil sebagian penyelenggara untuk menyimpulkan bahwa aplikasi bisa digunakan untuk semua kalangan. Percobaan aplikasi juga tidak bisa hanya dilakukan satu kali untuk semua tahapan pekerjaan. Harus berkali-kali simulasi untuk menguji bahwa semua dimensi berfungsi.

Menjamin Keberhasilan
Simulasi menjadi sangat penting untuk menjamin keberhasilan penggunaan teknologi. Mengapa? Pertama, pemilu membuktikan, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengalami kendala dalam membuka aplikasi Sirekap di perangkatnya dan kesulitan dalam mengirimkan data foto hasil di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Di antara kegagalan pengiriman data tersebut karena server yang padat dan autentifikasi yang berhenti. Dari sebanyak 823.220 TPS hanya 78 persen data yang terpublikasi. Alasan sinyal hanya dapat diterima jika didahului dengan pemetaan jaringan sehingga dapat diantisipasi sejak awal. Kondisi ini hanya dapat diketahui jika sebelumnya dilakukan simulasi langsung secara menyeluruh dan diperiksa apa dan di mana kendalanya.

Kedua, verifikasi yang rendah dan tertutup. Kesalahan pembacaan angka perolehan suara yang tertera dalam formulir ketika menjadi data digital tidak diperbaiki secara cepat. Tidak adanya verifikasi berjenjang untuk melakukan perbaikan akhirnya menumpuk di tingkat nasional.

Temuan Jaga Suara pada Pemilu 2024, terdapat 19.000 TPS mengalami kesalahan di mana data yang dimasukkan tidak sesuai dengan hasil di formulir. Selain itu juga terdapat ratusan dokumen hasil TPS yang dimasukkan ke TPS lain alias salah input.

Ketiga, uji coba tanpa tes. Memastikan sistem dapat digunakan untuk semua kalangan yang beragam, tidak bisa berjalan sembarangan. Serangkaian testing wajib dilakukan untuk menguji dari sisi kemudahan penggunaan, kesesuaian kebutuhan, antisipasi terhadap serangan siber, kecepatan pengiriman data, dan penerimaan beban yang berat.

Sirekap Pemilu kemarin mengalami kendala penggunaan disebabkan oleh uji coba yang dilakukan oleh petugas di TPS hanya pada tahap "dapat menggunakan". 

Belum pada tahap penggunaan secara serentak yang dilakukan berkali-kali untuk menguji kemampuan pengguna serta pemetaan perangkat dan jaringan.

Upaya Perbaikan
Penggunaan teknologi jelas membantu mempermudah penyelenggaraan pilkada mendatang. Penyelenggara tidak perlu mundur untuk terus memperbaiki sistem yang sudah dikembangkan. Sepanjang digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan pilkada yang transparan, perbaikan sistem dapat terus dilanjutkan.

Kunci utama untuk memastikan kelancaran penggunaan teknologi informasi adalah mempraktikkannya berkali-kali. Maka jika disimulasikan, akan mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan menyeluruh. Kajian Netgrit dalam Pemilu 2024 menegaskan, kebutuhan simulasi yang paling mendasar adalah mengukur kelancaran pengiriman dari setiap perangkat pengguna ke server. Saat pengiriman data tersebut merupakan momentum paling krusial apakah pengguna dan perangkat bekerja dengan baik.

Dari sisi perangkat, simulasi untuk mengetahui apakah spesifikasi aplikasi sudah sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya untuk digunakan dalam proses rekapitulasi hasil suara. Dari hasil simulasi ini, didapatkan gambaran perangkat yang dimiliki oleh petugas TPS sehingga spesifikasi aplikasi yang ditetapkan dapat digunakan oleh setiap perangkat tersebut.

Dari sisi pengguna, simulasi untuk mengetahui apakah pengguna dapat dengan mudah menggunakan aplikasi dengan didahului penguatan kapasitas yang mendalam. Pengujian ini dilakukan secara bertahap dimulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan terakhir petugas TPS.

Demikian juga untuk memperluas pemahaman penggunaan, uji coba dapat dilakukan oleh pihak luar untuk dapat melakukan percobaan dan memberikan masukan dari sisi partisipasi masyarakat. Simulasi juga untuk mengukur apakah sistem yang digunakan menangani kebutuhan sumber daya yang tidak normal, misalnya keadaan di mana pengiriman data dalam jumlah yang sangat besar dengan frekuensi yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan gangguan performa dan fungsi perangkat lunak.

Simulasi juga penting untuk mengetahui kerentanan terhadap serangan siber dan bagaimana cara penanganannya. Hal ini dilakukan penyelenggara dengan menyertakan berbagai ahli teknologi termasuk komunitas white hacker untuk mendapatkan gambaran terhadap daya tahan aplikasi yang akan digunakan. Pada akhirnya, pengalaman adalah guru terbaik. Tidak perlu mengulangi kesalahan yang sama apalagi mengulangi kesalahan yang tidak diperbaiki, kata Masykurudin Hafidz, direktur Akademi Pemilu dan Demokrasi (APD). (Sar)