Harga Kelapa Meroket, DPR Desak Pemerintah Kendalikan Ekspor dan Jaga Ketersediaan Dalam Negeri

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 23 April 2025 20:43 WIB
Anggota Komisi VI DPR Imas Aan Ubudiyah. (Dok. MI)
Anggota Komisi VI DPR Imas Aan Ubudiyah. (Dok. MI)


Jakarta, MI - Harga kelapa terus melambung tinggi sejak bulan Ramadhan dan hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Di sejumlah daerah, harga kelapa bahkan tembus dua hingga tiga kali lipat dari harga normal, yakni Rp8.000 per butir, dan sempat mencapai Rp25.000 per butir di pasaran.

Kondisi ini memicu keprihatinan di kalangan masyarakat dan wakil rakyat. Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Imas Aan Ubudiyah, mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah tegas guna menstabilkan harga.

“Kenaikan harga kelapa ini sangat memberatkan masyarakat. Kelapa adalah kebutuhan pokok sehari-hari, terutama karena santan menjadi bahan utama dalam berbagai masakan Indonesia. Pemerintah harus menjamin harga yang wajar agar masyarakat tidak semakin terbebani,” ujar Imas, Rabu (23/4/2025).

Menurut Imas, lonjakan harga kelapa dipicu oleh dua faktor utama: peningkatan ekspor dan cuaca ekstrem yang mengganggu produksi. Ia menjelaskan bahwa lonjakan permintaan dari luar negeri mendorong harga kelapa naik dan mengurangi pasokan dalam negeri.

“Peningkatan ekspor memang positif bagi perekonomian, tapi harus diimbangi dengan ketersediaan dalam negeri. Jangan sampai ada pihak yang diuntungkan sementara masyarakat dirugikan,” tegas legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat XI tersebut. “Perlu ada dialog lintas sektor agar ditemukan solusi harga yang adil bagi semua.”

Imas mengingatkan, jika situasi ini tidak segera diatasi, dampaknya bisa meluas pada industri makanan dan rumah tangga. 

"Kenaikan harga dan kelangkaan kelapa akan berdampak langsung pada harga makanan sehari-hari, seperti rendang dan sayur bersantan, yang banyak dikonsumsi masyarakat,” katanya.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor kelapa bulat pada Februari 2025 meningkat tajam sebesar 29,84 persen secara bulanan. Dalam dua bulan pertama tahun ini, Indonesia telah mengekspor 71.077 ton kelapa bulat. 

Negara tujuan ekspor terbesar adalah Cina dengan volume 68.065 ton dan nilai US$29,5 juta, disusul Vietnam (2.180 ton), Thailand (550 ton), dan Malaysia (280 ton).

Imas menekankan pentingnya pengawasan dan kebijakan yang seimbang. “Kita harus memastikan kelapa tersedia dengan harga terjangkau di dalam negeri, tanpa mengorbankan peluang ekspor. Pemerintah perlu bertindak cepat dan tepat,” tutupnya. ***

Topik:

Kelapa. DPR