Kamaruddin Ibrahim: Dari Pengusaha ke Politikus, hingga Terjerat Proyek Fiktif Rp 431 Miliar


Jakarta, MI - Nama Kamaruddin Ibrahim, atau yang akrab disapa Haji Aco, lahir di Balikpapan 15 December 1971, ia bukanlah sosok asing bagi masyarakat Balikpapan dan Kalimantan Timur.
Dirinya Dikenal sebagai pengusaha yang kemudian terjun ke dunia politik, hingga menjabat sebagai Anggota DPRD Kalimantan Timur (DPRD Kaltim).
Kamaruddin terpilih kembali sebagai legislator di Gedung Karang Paci Samarinda dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2024. Latar belakangnya yang kuat di dunia usaha menjadi batu loncatan dalam membangun pengaruh politik.
Perjalanan politik pria yang sebelumnya menjabat sebagai anggota DPRD Kota Balikpapan ini tergolong menarik. Tak hanya soal strategi politik atau kedekatannya dengan akar rumput, namun juga karena rekam jejak hukum yang sempat membayanginya.
Nama Kamaruddin sempat tercoreng akibat kasus pidana penggelapan sertifikat tanah yang dilaporkan oleh mantan istrinya, yang membuatnya sempat mendekam di balik jeruji besi.
Berdasarkan kasasi Mahkamah Agung (MA), tanggal 2 Oktober 2020, Kamaruddin Ibrahim resmi dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Balikpapan ke Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Balikpapan.
Meski sempat tersandung masalah, karier politiknya tetap berjalan. Dukungan tetap mengalir, dan ia pun berhasil lolos ke DPRD Kaltim. Popularitas dan jaringan bisnisnya menjadi modal utama dalam meraih suara masyarakat.
Kasus Korupsi Proyek Fiktif Rp 431 Miliar
Kini karier politik Kamaruddin Ibrahim tengah berada di titik kritis. Ia ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta karena diduga terlibat dalam kasus mega korupsi proyek fiktif di lingkungan PT Telkom Indonesia Tbk.
Dugaan korupsi tersebut terjadi dalam rentang tahun 2016 hingga 2018, yang merugikan negara lebih dari Rp 431 miliar, hampir setengah triliun rupiah.
Ia diduga terlibat dalam jaringan korupsi itu bersama sejumlah petinggi perusahaan dan anak usaha Telkom Indonesia. Keterlibatannya mengejutkan banyak pihak, mengingat posisinya sebagai wakil rakyat di DPRD Provinsi Kalimantan Timur.
Kasus ini tak hanya mencoreng nama Kamaruddin Ibrahim, tetapi juga membuat geger masyarakat Kalimantan Timur. Banyak pihak yang merasa kecewa dan menuntut transparansi dan keadilan dalam proses hukum yang menjeratnya.
Sebagai anggota DPRD yang masih aktif, penahanan Kamaruddin menjadi tamparan keras bagi institusi legislatif daerah. Kini, masyarakat menanti kelanjutan proses hukum serta langkah-langkah dari partai politik dan lembaga legislatif terkait.
Mengutip siaran pers yang disampaikan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Ibukota (Kejati DKI) Jakarta Syahroni Hasibuan, SH MH pada Rabu (7/5/2025) lalu, telah menetapkan sembilan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-10/M.1/Fd.1/04/2025 tertanggal 21 April 2025, yaitu:
- AHMP– GM Enterprise Segmen Financial Management Service PT Telkom (2017–2020)
- HM– Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom (2015–2017)
- AH– Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara (2016–2018)
- NH– Direktur Utama PT ATA Energi
- DT– Direktur Utama PT International Vista Quanta
- KMR– Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana & PT Bika Pratama Adisentosa
- AIM– Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara
- DP– Direktur Keuangan & Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri
- RI– Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya
Kamaruddin menjadi sorotan publik lantaran posisinya sebagai anggota DPRD Kalimantan Timur asal Balikpapan. Ia terlihat mengenakan rompi tahanan saat digiring menuju mobil tahanan usai konferensi pers di kantor Kejati DKI Jakarta.
Dalam penyidikan yang dilakukan, Kejati DKI Jakarta mengungkap adanya kerja sama antara PT Telkom Indonesia dan sembilan perusahaan swasta dalam proyek pengadaan barang dan jasa sepanjang 2016 hingga 2018.
Proyek-proyek tersebut dilaksanakan melalui empat anak perusahaan Telkom, yaitu PT Infomedia, PT Telkominfra, PT PINS, dan PT Graha Sarana Duta.
Namun, dalam praktiknya, proyek-proyek tersebut ternyata tidak pernah dilaksanakan, alias hanya fiktif. Hal ini bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PT Telkom yang seharusnya hanya berfokus pada sektor telekomunikasi.
Topik:
kamaruddin-ibrahim kasus-korupsi-proyek-fiktif-telkom dprd-kaltim