Bagi-bagi Lahan Garapan di Desa Sukaharja, 60 Persen Sertipikat Diduga Bodong?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 Juli 2024 1 hari yang lalu
Ilustrasi - Lahan Garapan (Foto: Istimewa)
Ilustrasi - Lahan Garapan (Foto: Istimewa)

Bogor, MI - Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah 3650 Ha dan kondisi topografi perbukitan dan pegunungan, bisa memberikan sensasi pengalaman menarik untuk berpetualang di alam terbuka dengan pemandangan indah serta udara segar. 

Tapi ada hal menarik untuk menjadi perhatian khusus untuk Pemerintah baik tingkat Daerah, Provinsi maupun Pusat.

Desas-desus kabar miring tersebut diduga adanya konflik interest yang terjadi di area lahan garapan yang saling tumpang tindih dan adanya isu yang berkembang bagi-bagi lahan di kawasan hutan yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab demi menciptakan pundi-pundi rupiah dari para investor.

"Berawal adanya program kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK) bekerja sama dengan Gema PS bukan dengan anggota kelompok tani hutan (KTH), dirinya sempat diundang bersama pak Egi untuk mendatangi yang berisi katanya adanya program oleh Ketua KTH Akar Berkah yang notabenenya Kepala Desa tidak bisa menghadiri," kata Andika Ketua Harian LMDH kepada wartawan, dikutip Kamis (25/7/2024).

"Setahu dirinya Kepala Desa selalu siap kalau untuk masyarakat, tetapi malah dia (Hariri-red) membawa orang luar untuk mengikuti rapat tersebut," sambungnya.

Andika juga menceritakan, sebelum terbentuk kelompok tani hutan (KTH) saudara Hariri meminta bantuan dirinya kepada Kepala Desa untuk mengesahkan SK Ketua Akar Berkah dan setelah SK disahkan dikemudian hilang bak ditelan bumi.

"Setelah beberapa hari saya menanyakan SK dimana, sebelum bergerak kita harus kumpulkan, dan anggota KTH lainnya untuk program kerja. Katanya dia (Hariri) SK sudah di Kementerian setelah itu gelap tidak nyambung lagi".

"Padahal dirinya mengklaim yang memperjuangkan SK tersebut memohon kepada Lurah, sampai kita berdua wakil mengumpulkan KTP dan KK warga setempat tanpa koordinasi dengan anggota KTH sehingga secara singkat malah menjelek-jelekkan orang desa dan menjauhkan Lurah, timbu lah AJB baru dan menurutnya, dirinya menjauhkan masyarakat atau mau mencari masalah," ulasnya.

Terpisah ditemui di kediamannya Hariri Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Akar Berkah dimintai tanggapannya terkait adanya konflik kepentingan yang terjadi di wilayahnya, dirinya berdalih hanya memperjuangkan ratusan masyarakat adat setempat yang selama ini sudah berpuluh-puluh tahun sudah menjadi penggarap lahan Perhutani dan lahannya di serobot oleh pihak-pihak yang belum diketahui kejelasannya.

"KTH Akar Berkah hanya memperjuangkan hak masyarakat selama ini sebagai petani penggarap di luar itu tidak ada kepentingan," kata Hariri.

Hariri menerangkan, bahwa dirinya mendapat kabar dari Ayi bagian Perhutani bahwa adanya surat penolakan dari Kepala Desa Sukaharja. "Saya disuruh musyawarah ke desa meminta pihak desa mencabut penolakan tersebut, agar SK garap untuk masyarakat bisa dikeluarkan," terangnya.

Disinggung adanya dugaan Akta Jual Beli (AJB) terbit di lahan garapan yang saat ini menjadi isu liar di kalangan masyarakat, dirinya membenarkan ada sebagian besar sertifikat bodong dalam 600 hektar tanah garap. "Ada sekitar 60 persen sertipikat bodong, di luas lahan tersebut," bebernya.

Dikutip dari pernyataan, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Dodit Ardian Pancapana hadir mewakili Gubernur Jawa Barat dan menjelaskan kondisi umum pengelolaan hutan di wilayahnya.

“Jawa Barat dengan jumlah penduduk 48 juta jiwa, dengan 10% topografi lahan merupakan pegunungan, diperlukan suatu upaya pengelolaan hutan yang baik terutama di bagian hulu,” kata Dodit saat membacakan Sambutan Gubernur Jawa Barat pada tanggal 13 Mei 2024.

Dari target KHDPK di Jawa Barat seluas 269,782 Ha, terealisasi sebesar 38.821,75 Ha, atau sekitar 14%. Untuk menyinergikan kebijakan ini, telah dibentuk Pokja Percepatan Perhutanan Sosial melalui SK Gubernur Jawa Barat dalam mendukung upaya percepatan dan pengelolaan hutan secara lestari dan peran serta dari masyarakat.

Perhutanan sosial yang ada di Jawa Barat yang sudah diberikan hak akses dari KLHK sebanyak 133 kelompok dengan luas 38.821,75 Ha, dengan jumlah petani 21.159 orang. Adapun aktivitas unggulannya berupa 40% kopi, 14% buah-buahan, 9% jasa wisata, dan 8% empon-empon/rempah.

“Untuk seluruh pemangku kepentingan pembangunan di Jawa Barat, khususnya sektor kehutanan agar selalu optimis dalam upaya menghadirkan kesejahteraan masyarakat yang menyeluruh dan berkeadilan, mempersiapkan dasar untuk maju dan berdaya saing, serta penerapan prinsip-prinsip keseimbangan lingkungan dalam melaksanakan pembangunan,” kata Dodit.

Secara teknis, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Bambang Supriyanto menyampaikan tentang Perhutanan Sosial pada areal KHDPK dan pedoman Perhutanan Sosial Kemitraan Kehutanan dan Kemitraan Kehutanan Perhutani. 

Pedoman ini menjadi acuan dalam penyelesaian usulan-usulan dari masyarakat yang berada di areal KHDPK maupun dalam areal Perhutani. Untuk Jawa Barat, terdapat KHDPK PS seluas 269.782 hektar yang tersebar di 18 kabupaten, 224 kecamatan, dan 798 desa.

“Areal Perhutanan Sosial pada KHDPK seluas 922,769 Hektar akan dilakukan transformasi bagi yang telah memiliki persetujuan IPHPS dan Kulin KK menjadi skema Perhutanan Sosial dan proses fasilitasi bagi yang belum memiliki persetujuan,” tandasnya. (*)