Demo Hari Tani di Jambi, Satgas PKH Diduga Ditunggangi Perusahaan HTI Rampas Lahan Rakyat


Jambi, MI – Kegiatan penertiban kawasan hutan yang dilakukan Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di Provinsi Jambi diduga ditunggangi perusahaan hutan tanaman industri (HTI). Indikasi itu nampak dari penyitaan lahan perkebunan sawit rakyat yang dilakukan Satgas PKH. Lahan kebun sawit rakyat yang disita tersebut sebagian terkait konflik dengan perusahaan HTI, PT Wirakarya Sakti (WKS).
Hal tersebut diungkapkan Ketua Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Frandodi ketika menyampaikan orasi (pernyataan) pada aksi unjuk rasa petani Jambi dalam rangka memperingati Hari Tani nasional (HTN) ke-65 tahun 2025.di halaman gedung DPRD Provinsi Jambi, Kota Jambi, Rabu (24/9/2025). Ribuan petani yang melakukan unjuk rasa tersebut tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat untuk Reforma Agraria
Aliansi Gerakan Rakyat untuk Reforma Agraria tersebut terdiri dari Konsorsium KPA, Serikat Tani Tebo (STT), Persatuan Petani Jambi, Serikat Petani Batanghari, Kelompok Tani Bukit Bakar Jaya, Walhi Jambi dan Indonesia Human Right Commitee For Sosial Justice (IHCS) Jambi.
Frandodi yang juga menjadi Kordinator Lapangan (Korlap) unjuk rasa para petani Jambi tersebut mengatakan, pihaknya menemukan fakta di lapangan bahwa Satgas PKH diduga ditunggangi (dimanfaatkan) beberapa perusahaan menyita lahan rakyat.
Salah satu perusahaan yang diduga menunggangi Satgas PKH, yakni perusahaan HTI, yakni PT WKS. Perusahaan HTI tersebut diduga memanfaatkan Satgas PKH menggusur para petani anggota STT dari tanah yang sudah lama mereka tanami sawit.
Dikatakan, PT WKS bahkan menganggap lahan pertanian dan perkampungan masyarakat Desa Lubuk Mandarsah sebagai penguasaan ilegal. Padahal, desa itu sudah ditempati sejak 1813. Klaim perusahaan baru muncul pada 2004 berbekal izin Kementerian Kehutanan No. 346-Menhut/2004.
“Dengan dalih tugas Satgas PKH, PT WKS hendak merampas 20.660 hektare (ha) tanah petani di Kabupaten Tebo. Modus serupa mereka lakukan di 16 lokasi lain di Batanghari, Tanjungjabung Barat, Muarojambi dan Sarolangun,”katanya.
Frandodi yang juga menjabat Ketua KPA Jambi mengatakan, Satgas PKH yang seharusnya menertibkan penguasaan lahan ilegal yang dilakukan perusahaan justru diperalat perusahaan merampas lahan yang dimiliki masyarakat. Mereka memasang patok (tanda) dan plang larangan penggarapan lahan di areal perkebunan rakyat.
Menurut Frandodi, para petani Jambi semakin prihatin dan resah terkait meningkatnya konflik lahan di Provinsi Jambi akhir-akhir ini. Meningkatnya konflik lahan tersebut dipicu kebijakan Presiden Prabowo Subianto mengenai penertiban kawasan hutan.
Penertiban kawasan hutan yang dilakukan Satgas PKH meresahkan petani karena disertai dengan perampasan lahan perkebunan kelapa sawit. Padahal perintah Presiden Prabowo Subianto, tugas Satgas PKH menertibkan lahan korporasi. Namun faktanya, Satgas PKH juga menyita kebun sawit rakyat.
“Jadi, masih banyak konflik lahan di Jambi yang belum terselesaikan, kini muncul lagi konflik lahan baru akibat kehadiran Satgas PKH. Padahal sebelumnya posisi konflik agraria Jambi yang sempat turun dari peringkat kedua nasional ke peringkat keempat. Kini kembali naik lagi ke peringkat ketiga,”ujarnya.
Hentikan Perampasan
Sementara itu, para petani Jambi pada aksi unjuk rasa tersebut mendesak Pemerintah Indonesia menghentikan kebijakan perampasan lahan kebun kelapa sawit dan lahan pertanian lainnya yang disebut-sebut sebagai kawasan taman nasional. Kemudian aparat penegak hukum di Jambi juga diminta menindak tegas para mafia tanah yang sudah menjerumuskan banyak petani dan pengusaha kepada konflik lahan.
Pada surat pernyataan yang dibacakan Frandodi, para petani Jambi juga menuntut pemerintah membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria Nasional. Kemudian pemerintah diminta mengesahkan RUU Reforma Agraria. Selain itu pemerintah juga didesak menyelesaikan konflik agraria di seluruh sektor di Jambi.
Kemudian, para petani Jambi juga menuntut penghentian perampasan tanah rakyat oleh Satgas PKH, menghentian intimidasi, kriminalisasi dan kekerasan aparat keamanan terhadap petani, pejuang agraria, buruh dan mahasiswa. Selain itu, pemerintah diminta melepaskan tanah garapan, kampung dan desa dari klaim kawasan hutan untuk dijadikan objek reforma agraria.
“Petani Jambi juga menuntut pengusutan korupsi agraria dan penindakan mafia tanah. Peningkatan ekonomi petani dan peternak dengan stabilitas harga yang adil. Peningkatan sumber daya manusia (SDM) penyuluh pertanian, pengawasan distribusi pupuk serta penegakan keadilan ekologis maupun sanksi tegas terhadap perusahaan perusak lingkungan,”kata Frandodi.
Aksi unjuk rasa petani Jambi tersebut diterima Ketua DPRD Provinsi Jambi, M Hafiz Fattah dan sejumlah anggota DPRD Provinsi Jambi. Setelah menyampaikan aspirasi, perwakilan petani melakukan pertemuan dengan pimpinan dan DPRD, jajaran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jambi dan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi.
Pertemuan tersebut menghasilkan enam kesepakatan, yakni komitmen mendorong pelepasan kawasan hutan menjadi objek reforma agraria, jaminan tanah petani tidak diganggu dan rekomendasi DPRD Provinsi Jambi kepada aparat penegak hukum agar tidak mengkriminalisasi petani serta menindak tegas mafia tanah.
“Kesepakatan tersebut tidak tinggal di atas kertas. Kami akan mengawal pelaksanaan kesepakatan sungguh-sungguh,”katanya.
Topik:
DemoPetani