Perlindungan Penyelenggara Pilkada

Timboel Siregar - Koordinator Advokasi BPJS Watch/Pengurus OPSI-KRPI

Timboel Siregar - Koordinator Advokasi BPJS Watch/Pengurus OPSI-KRPI

Diperbarui 23 Juni 2024 20:33 WIB
Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch/Pengurus OPSI-KRPI (Foto: Dok MI)
Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch/Pengurus OPSI-KRPI (Foto: Dok MI)

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) 2024 serentak akan digelar tanggal 27 Nopember 2024, yang meliputi Pilkada di 37 Propinsi, 415 Kabupaten dan 93 kota. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah merilis tahapan Pilkada serentak tersebut pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.

Salah satu tahapan dalam Pilkada serentak tersebut adalah Pembentukan Panitia pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), yang dimulai dari 17 April 2024 sampai 5 Nopember 2024. 

PPK, PPS, maupun KPPS adalah Badan Ad Hoc yang dibentuk untuk membantu pelaksanaan kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam penyelenggaraan Pemilu.

Dalam melaksanakan tugasnya (saat persiapan, hari pelaksanaan, dan paska pemungutan suara) seluruh petugas pilkada tersebut harus mendapat perlindungan untuk meminimalisir resiko bila ada permasalahan seperti kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, hingga mengalami kematian. 

Seluruh pekerja berhak dilindungi dalam program jaminan sosial Ketengakerjaan, seperti yang diamanatkan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 junto kepesertaan wajib yang diamanatkan UU SJSN dan UU BPJS. 

Untuk memastikan perlindungan bagi pekerja penyelenggara pilkada Presiden sudah menginstruksikan kepada seluruh pemda melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2021 untuk mengambil langkah-langkah agar seluruh penyelenggara pemilu di wilayahnya terdaftar sebagai peserta aktif dalam Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yaitu Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Program Jaminan Kematian (JKm).

Amanat Inpres no. 2 ini dioperasionalkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah TA. 2023 yang mengamanatkan seluruh pemda mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan program jaminan sosial dan memastikan penyelenggara pemilu di wilayahnya terdaftar sebagai peserta aktif dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan (Point 1 dan 2 Lampiran 68 (f) Permendagri No. 84 tahun 2022).

Permendagri ini pun ditindaklanjuti dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 200.2.1/807/SJ Tanggal 13 Februari 2024 kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota agar penyelenggara pemilu di wilayahnya terdaftar sebagai peserta aktif dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. 

Pasal 19 ayat (1) Peraturan KPU (PKPU) no. 1 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Anggaran Belanja Tahapan Pemilihan Umum pun menegaskan tentang hak pekerja penyelenggara Pemilu untuk memperoleh perlindungan berupa Jaminan Sosial seusai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Adapun manfaat perlindungan program JKK yang diberikan kepada pekerja penyelenggara pemilu saat melaksanakan tugas mencakup Biaya pengobatan dan perawatan unlimited; Santunan sementara tidak mampu bekerja; Santunan meninggal dunia 48 x Upah ditambah 10 juta biaya pemakaman dan 12 juta santunan berkala dibayar sekaligus; Santunan Cacat Tetap Total 56 x Upah; manfaat Homecare 20 juta; Return To Work (program pelatihan untuk mendukung peserta yang mengalami kecelakaan kerja untuk kembali bekerja) dan beasiswa untuk maksimal dua orang anak sejak TK sampai perguruan tinggi dibayarkan tiap tahun dengan nilai 174 juta. 

Sementara itu manfaat program JKM bagi ahli waris bila peserta meninggal bukan karena kecelakaan kerja yaitu Santunan kematian sebesar Rp 42 juta.

Sebagai contoh perlindungan JKK apabila terjadi risiko meninggal dunia ketika pekerja penyelenggara pemilu melaksanakan tugas, santunan yang dibayarkan kepada ahli waris untuk PPK sebesar 2,5 juta x 48 kali + 22 juta = 142 juta, PPS 1,5 juta x 48 kali + 22 juta = 94 juta, KPPS 1,2 juta x 48 kali + 22 juta = 79,6 juta, Panwascam 1,5 juta x 48 kali + 22 juta = 94 juta, Panwasdesa 1,1 juta x 48 kali + 22 juta = 74,8 juta dan Pengawas TPS 1 juta x 48 kali + 22 juta = 70 juta.

Manfaat tersebut masih ditambahkan Beasiswa untuk 2 orang anak sejak TK, SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi dibayarkan tiap tahun dengan total 174 juta. Beasiswa ini memastikan anak-anak Almarhum pekerja tetap memiliki masa depan yang baik.

Manfaat kecelakaan kerja dan meninggal ini lebih besar dibandingkan dengan Skema Santunan Kecelakaan Kerja dan Kematian (SBML).

Adapun manfaat SBML yaitu manfaat Kecelakaan Kerja berupa Cacat Permanen Rp 30,8 juta, Luka Berat Rp 16,5 juta, dan Luka Sedang Rp 8,25 juta; dan manfaat Kematian berupa Santunan Meninggal Rp 36 juta dan Bantuan Biaya Pemakaman Rp 10 juta.

Pada pemilu bulan Februari lalu, petugas ad hoc pemilu yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan tercatat sebanyak 1.061.428 petugas, dengan rincian yang terdaftar melalui KPU sebanyak 960.673 orang, dan Bawaslu sebanyak 100.755 orang.

Untuk kasus meninggal dunia, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan manfaat kepada 44 ahli waris pekerja pemilu dengan nilai 2,57 miliar, belum termasuk pembayaran beasiswa tiap tahun bagi 2 orang anak tiap almarhum pekerja sampai perguruan tinggi dalam kasus JKK meninggal dunia. 

Pilkada DKI Jakarta

Salah satu Pemda yang belum mendaftarkan pekerja penyelenggara Pilkada di BPJS Ketenagakerjaan adalah Propinsi DKI Jakarta. Sementara di beberapa pemda lainnya sudah mendaftarkannya dengan mematuhi pada landas yuridis yang ada dan menfaat perlindungan yang lebih baik dibandingkan SBML. 

Dengan tingkat kerawanan lalu lintas yang tinggi serta potensi komplik sosial yang besar, tentunya penyelenggara pilkada membutuhkan perlindungan yang lebih baik dan komprehensif di pilkada DKI Jakarta tahun ini. 

Penyelenggara yang mengalami kecelakaan kerja seperti kecelakaan lalu lintas, korban kekerasan, kelelahan akan dijamin biaya pengobatannya hingga sembuh tanpa ada pembatasan biaya, dan pada saat masih proses pengobatan maka peserta dapat santunan uang tunai yaitu manfaat sementara tidak mampu bekerja.

Pembatasan pembiayaan akan menyebabkan beban pembiayaan lanjutannya akan ditanggung program JKN, dan hal ini akan mengganggu pembiayaan JKN.

Tidak hanya itu saja, dalam pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan, saya menilai Pemda DKI Jakarta memang tidak memiliki keinginan untuk melindungi seluruh para pekerjanya di jaminan sosial ketenagakerjaan.

Salah satunya adalah hingga saat ini Pemda DKI belum mau mendaftarkan pekerja informal miskinnya ke Program JKK dan JKm di BPJS Ketenagakerjaan. Sementara itu sudah banyak pemda Tingkat I dan II yang mendaftarkan pekerja informal miskinnya di Program JKK dan JKm. 

Orientasi Pembangunan Jakarta masih abai melindungi pekerjanya seperti penyelenggara Pilkada Jakarta 2024 dan pekerja informal miskin. Dengan kemampuan APBD DKI Jakarta 2024 sebesar Rp. 81,71 Truliun tentunya pembayaran iuran program JKK dan JKm bagi kedua kelompok pekerja ini tidak akan membebani pemda DKI.

Tanggal 22 Juni lalu, Jakarta tepat berusia 497 tahun. Dengan usia yang sangat tua tersebut hendaknya orientasi pembangunan juga diarahkan para perlindungan pekerja khususnya penyelenggara pilkada 2024 dan pekerja informal miskin di BPJS Ketenagakerjaan sehingga mereka terlindungi pada saat bekerja, dan tidak masuk dalam jurang kemiskinan ekstrim pada saat mengalami resiko kerja.

Topik:

pilkada kpu pemilu