PT Putra Kendari Sejahtera Lolos Penyelidikan Kejagung hingga Tak Disentuh Satgas PKH
Jakarta, MI - Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (KOSMAK) menyoroti penertiban tambang nikel di kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Tercatat bahwa pada tanggal 11 September 2025, Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dipimpin Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah menyegel konsesi tambang nikel PT Tonia Mitra Sejahtera, PT Toshida Indonesia dan PT Suria Lintas Gemilang.
Namun, menurut KOSMAK, Febrie sengaja tidak menindak PT Putra Kendari Sejahtera (PKS) yang diduga melakukan pelanggaran serupa di kawasan hutan produksi terbatas dan hutan lindung Kompleks Lalindu.
Selaku Ketua Satgas PKH, Febrie tentu mengetahui PT PKS masuk dalam Surat Keputusan Daftar Data dan Informasi (Datin) Kegiatan Usaha yang terbangun dalam kawasan hutan tanpa izin di Provinsi Sultra. Memiliki areal seluas 218 hektare.
Masuk kawasan hutan lindung seluas 18,60 hektare dan hutan produksi terbatas seluas 165,28 hektare.
Berdasarkan surat Roosi Tjandrakirana selaku Direktur Rencana dan Penggunaan Kawasan Hutan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Kehutanan, tanggal 29 Agustus 2023, PT PKS tidak dapat diberikan persetujuan Pengunaan Kawasan Hutan, dengan alasan hukum:
(1) Dokumen amdal dan keputusan kelayakan lingkungan atas koordinat yang dimohon ternyata atas nama PT Sultra Jembatan Mas, dan
(2) Kuota 10% hutan produksi pada KPH XIX Laiwoi Utara – KPHP Sulawesi Tenggara Unit XIX telah habis.
Dapat RKAB 5,5 juta metric ton tanpa IPPKH
Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah pada bulan September 2023 silam pernah melakukan penyelidikan terhadap PT PKS atas laporan LSM binaan kejaksaan, dalam dugaan pelanggaran pasal 71 ayat (2) jo pasal 50 ayat (3) huruf a UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan/atau UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan/atau Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, senilai Rp 3,7 triliun.
“Tanpa memiliki IPPKH, Ditjen Minerba sejak tahun 2020 hingga 2023 memberikan RKAB kepada PT. Putra Kendari Sejahtera, total sebanyak 5,5 juta metric ton. Dirjen Minerba selaku penyelenggara negara, jelas melanggar hukum," kata Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang tergabung dalam KOSMAK dikutip pada Sabtu (25/10/2025).
"Namun meskipun buktinya lebih terang dari cahaya, ironisnya penyelidikannya malah dibuat tak jelas. Tentu tak dapat disalahkan bila ada kecurigaan terjadi dugaan suap di balik keputusan tersebut," tambah Petrus.
PT PKS pernah mengajukan keterlanjuran melalui skema PP Nomor 24 tahun 2021 dengan usulan luas 218.0 hektare dalam kawasan HPT dan HL yang masuk ke dalam usulan tahap VIII Nomor 39 sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri LHK Nomor SK:1077/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2022 tanggal 10 Oktober 2022 tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha Yang Telah Terbangun Di Dalam Kawasan Hutan Yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap VIII.
Konsep pengajuan keterlanjuran melalui skema PP Nomor 24 tahun 2021 tidak dapat diterapkan dalam kasus PT PKS. Karena IUP Operasi Produksi PT. PKS mengandung dugaan pidana pemalsuan dan terbit setelah BATB Kawasan Hutan Produksi Terbatas Komplek Lalindu dan Hutan Lindung Komplek Lalindu tahun 1993.
Berdasarkan hasil pemantauan dengan citra satelit melalui www.globalforestwatch.org ditemukan adanya indikasi bukaan baru pasca tahun 2020 di dalam IUP PT PKS yang berada dalam kawasan hutan HPT dan HL.
Sehingga berpotensi menjadi indikasi tindak pidana kehutanan yaitu melalukan aktivitas tambang dalam Kawasan hutan tanpa PPKH pasca terbitnya UU Cipta Kerja Tahun 2020.
Di lain sisi, KOSMAK menilai bahwa kasus ini juga menunjukkan adanya penyimpangan serius yang memenuhi katagori sebagai “penghianatan” terhadap Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Bahwa Perpres itu diterbitkan Presiden Prabowo untuk menertibkan penggunaan kawasan hutan secara ilegal, termasuk aktivitas tambang tanpa izin.
Petrus menegaskan bahwa dugaan penyimpangan ini harus segera diselidiki. “Presiden Prabowo perlu bersikap lebih tegas terhadap aparat hukum yang menyalahgunakan kewenangan. Bila dibiarkan, integritas pemberantasan korupsi akan hancur,” tegas Petrus.
Tak hanya itu saja, bahkan KOSMAK telah mengantongi sejumlah dokumen yang menunjukkan adanya rekayasa dalam penerbitan izin tambang PT PKS. Perusahaan itu diduga mencaplok WIUP dan IUP OP PT Sultra Jembatan Mas, padahal perusahaan lama sudah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Makassar pada 2014.
Dugaan pidana pemalsuan
Pada tanggal 12 Oktober 2011 silam, melalui surat No: 108/SJM/X/2011, Michael Eduard Rumendong selaku Direktur PT Sultra Jembatan Mas yang diduga palsu, menyampaikan permohonan kepada Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman yang pada pokoknya adalah mengajukan perubahan nama perusahaan, direksi dan komisaris PT Sultra Jembatan Mas menjadi PT PKS.
Padahal, PT PKS sendiri baru didirikan pada tahun 2017, berdasarkan Akte Nomor 86 yang diterbitkan Notaris RAYAN RIADI, SH, M.Kn di Kota Kendari tertanggal 26 Nopember 2017, dan mendapat Pengesahan dari Dirjen AHU tanggal 23 Januari 2018, sesuai Nomor SK: AHU-0003074.AH.01.01. Tahun 2018.
Sehingga, menurut KOSMAK, sangatlah tidak mungkin kalau pada tanggal 12 Oktober 2011 terdapat pengajuan perubahan nama perusahaan, direksi dan komisaris PT Sultra Jembatan Mas menjadi PT PKS.
Selain itu, perubahan nama dan izin tambang yang melibatkan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman diduga dilakukan dengan dokumen palsu.
Untuk itu, KOSMAK akan menyerahkan semua bukti kepada Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Pengarah Satgas PKH, Jenderal TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin.
Pun, KOSMAK siap dipanggil bila dibutuhkan klarifikasi. "Kami percaya Presiden Prabowo punya komitmen kuat untuk menegakkan keadilan dan integritas di tubuh penegak hukum," tegas Ronald.
Febrie Adrianysah diadukan ke Presiden
Pada Jumat (24/10/2025) kemarin, KOSMAK telah melayangkan surat pengaduan kepada Presiden Prabowo Subianto terkait dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Febrie Adriansyah.
KOSMAK menuding Febrie diduga melakukan praktik “memberantas korupsi sembari korupsi” dalam Kasatgas PKH.
Surat bernomor 023/KSMAK-SK/10/2025 itu diserahkan langsung ke Istana Negara dengan tembusan kepada Jenderal TNI (Pur) Sjafrie Sjamsoeddin selaku Ketua Pengarah Satgas PKH.
Koordinator KOSMAK Ronald Loblobly menegaskan bahwa Presiden Prabowo perlu turun tangan agar agenda pemberantasan korupsi tidak dicederai aparat penegak hukum sendiri.
“Kami mendukung penuh komitmen Presiden Prabowo memberantas korupsi. Tapi langkah itu akan sia-sia bila ada pejabat penegak hukum justru mempraktikkan korupsi sambil memberantas korupsi,” kata Ronald seusai meyampaikan laporannya.
Monitorindonesia.com telah berupaya meminta komentar Febrie Adriansyah. Namun hingga berita ini diterbitkan, Febrie belum juga merespons. (an)
Topik:
Kejagung Satgas PKH Jampidsus Febrie Adriansyah PT Putra Kendari Sejahtera KOSMAK PT Tonia Mitra Sejahtera PT Toshida Indonesia PT Suria Lintas GemilangBerita Sebelumnya
Siapa Bakal Tercebur di Korupsi Limbah Sawit?
Berita Terkait
Marcella Cs Bentuk Group Chat Dengan Nama Samaran: Bahas Pembentukan Opini Negatif Penanganan Perkara CPO
11 jam yang lalu
Wow! Kerugian Negara Korupsi Ekspor POME Rp 17,7 T? Bea Cukai jadi Sasaran Kejagung!
12 jam yang lalu
Diungkap Jaksa! Operasi Media yang Dilakukan Marcella Cs Seret Detikcom, CNBC, hingga Kompas di Ruang Sidang
12 jam yang lalu