Mampukah UU P2SK jadi Solusi Sektor Hukum Pasar Modal?

Fauzan Ramadhan - Founder FRP LawFirm

Fauzan Ramadhan - Founder FRP LawFirm

Diperbarui 5 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Fauzan Ramadhan, Founder FRP LawFirm (Foto: Istimewa)
Fauzan Ramadhan, Founder FRP LawFirm (Foto: Istimewa)

PASAR modal merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian sebuah negara. Ia berfungsi sebagai tempat bertemunya penawaran dan permintaan terhadap efek, baik saham, obligasi, maupun instrumen keuangan lainnya.

Namun, dalam operasionalnya, pasar modal tidak terlepas dari berbagai permasalahan hukum yang memerlukan perhatian khusus. Hal ini karena pasar modal merupakan instrumen penting dalam perputaran roda ekonomi nasional maupun internasional sehingga perlu pembangunan hukum yang kuat guna memastikan pertumbuhan pasar modal di Indonesia berjalan dengan baik.

Lebih dari 28 tahun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar modal (UU PM) menjadi tulang punggung dari perputaran uang di bursa pasar modal, menyisakan banyak sekali permasalahan hukum.

Hal ini karena banyak hal yang belum diatur dan juga UU PM belum mampu mengikuti perkembangan dunia pasar modal sehingga UU PM sebagai aturan main pasar modal tertinggal perkembangannya dengan dunia pasar modal yang tumbuh dengan cepat.

Kelemahan UU PM tersebut telah menimbulkan masalah seperti insider trading yang merupakan salah satu permasalahan hukum yang paling krusial di pasar modal.

Insider trading terjadi ketika individu yang memiliki akses ke informasi material non-publik menggunakan informasi tersebut untuk melakukan transaksi efek demi keuntungan pribadi.

Praktik ini dianggap tidak adil dan merugikan investor lainnya yang tidak memiliki akses ke informasi tersebut. Kemudian terjadi manipulasi pasar dan upaya untuk menciptakan harga efek yang menyesatkan melalui aktivitas perdagangan yang tidak wajar.

Bentuk manipulasi pasar bisa berupa penyebaran informasi palsu, melakukan perdagangan yang menciptakan kesan aktivitas pasar yang tidak ada, atau praktik-praktik lain yang bertujuan untuk menipu investor.

Manipulasi pasar merusak integritas pasar modal dan kepercayaan investor, sehingga berbagai yurisdiksi memiliki regulasi ketat untuk mencegah dan menghukum praktik ini.

Di tengah kelesuan ekonomi global akibat kondisi geopolitik global dan belum pulihnya kondisi ekonomi pascapandemi Covid-19 membuat pemerintah perlu kerja keras untuk mendatangkan investor agar dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi nasional.

Kejahatan di bidang pasar modal yang merusak kepercayaan investor terutama investor asing akan menyebabkan lesu nya ekonomi nasional karena pertumbuhan modal tidak berjalan dengan baik.

Dalam rangka merespons hal ini, pemerintah dan Dewan Perwakilan rakyat (DPR) membentuk Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Penguatan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK).

Sebuah peraturan di sektor keuangan dengan metode sapu jagat (omnibus law) yang memperbarui dan mengubah 17 peraturan perundang-undangan di sektor keuangan termasuk pasar modal di dalamnya.

UU P2SK merombak UU PM sebagai aturan main di dalam penyelenggaraan perdagangan efek di Indonesia yang telah berlaku selama 28 tahun dari era Orde Baru. Penataan atas UU PM diatur dalam Bab V bagian kedua Pasal 21 dan Pasal 22 UU P2SK. Pasal 22 UU P2SK merombak hampir seluruh bab di UU PM terkecuali Bab VI Tentang Lembaga Penunjang Pasar Modal dan Bab XIV Tentang sanksi administratif.

Ratio Legis atau tujuan pembentukan UU P2SK adalah untuk melakukan penguatan terhadap stabilitas ekonomi nasional serta mengintegrasikan berbagai regulasi hukum pada sektor keuangan.

Pada sektor pasar modal, UU P2SK memberikan penguatan peran otoritas jasa keuangan (OJK) dalam melakukan pengawasan terhadap proses perdagangan efek di bursa.

Sebab selama ini peran OJK dirasa kurang optimal akibat kurangnya peran dan kewenangan yang diberikan kepada OJK dalam menindak pelaku kejahatan di sektor pasar modal.

UU P2SK meletakkan investor sebagai proritas utama dalam hukum pasar modal. Beberapa Langkah yang diambil dalam UU P2SK seperti peningkatan standar laporan, pengungkapan informasi yang akurat dari emiten serta mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih efisien dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada investor.

Hal tersebut dilakukan dalam rangka merespons tantangan mampukah Indonesia memberikan perlindungan kepada investor. Ini karena di tengah gencarnya pemerintah menggandeng investor masih banyak keraguan terhadap produk hukum Indonesia yang dirasa masih belum mampu memberikan perlindungan yang maksimal kepada investor.

Selain aspek regulasi dan pengawasan, UU P2SK juga menekankan pentingnya pengembangan infrastruktur pada sektor pasar modal. Infrastruktur ini berupa pengembangan teknologi informasi yang lebih canggih untuk mendukung transaksi yang efisien dan aman dari serangan kejahatan siber.

Infrastruktur yang kuat akan membantu mendongkrak pertumbuhan likuiditas pasar dan memperluas akses bagi berbagai jenis investor.

Permasalahan hukum di dalam pasar modal merupakan tantangan yang terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan dinamika pasar. Upaya untuk mengatasi permasalahan ini memerlukan kerja sama yang baik antara regulator, emiten, pelaku pasar, dan investor. Regulasi yang efektif, transparansi, dan penegakan hukum yang tegas adalah kunci untuk memastikan pasar modal yang sehat dan berkelanjutan.

Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi Monitorindonesia.com

Opini Sebelumnya

BUMN Merugi
Opini Terkait