15 Temuan BPK: Pintu Masuk Bongkar Korupsi di PTPN II
Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah merilis 15 temuan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II yang semestinya semua ditindak lanjuti aparat penegak hukum (APH).
Para pengamat mendorong Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dapat berkolaborasi atau bekerja sama membongkar dugaan rasuahnya.
Adapun temuan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 26/LHP/XX/8/2023 atas Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2021 s/d Semester I Tahun 2023 pada PT Perkebunan Nusantara II dan Instansi Terkait di Sumatera Utara dan DKI Jakarta yang dipublis BPK RI tanggal 30 Agustus 2024.
Sebagaimana diperoleh dan dirangkum Monitorindonesia.com, Sabtu (1/11/2025) berikut 15 temuan BPK RI setebal 281 halaman:
1. Klausul Kontrak Kerja Sama Belum Sepenuhnya Menguntungkan PTPN II dan Tidak Sesuai Peraturan Pertanahan
2. Lingkup dan Asumsi Laporan Kajian PT BS Tidak Sesuai Skema Kerja Sama
3. Pembayaran Monthly Base dan Biaya Lain-Lain Konsultan Hukum Tidak Berdasar serta Kelebihan Pembayaran Success Fee Senilai Rp 8.271.191.768,56
4. PTPN II Belum Mengenakan Denda Keterlambatan Kedatangan Raw Sugar Tahun 2022 senilai USD17,272.60 kepada AT Pte Ltd
5. Penghapusbukuan Lahan Eks HGU Seluas 451,73 Ha Tidak Dapat Diselesaikan Tepat Waktu dan Terdapat Ganti Rugi yang Belum Diterima Senilai Rp384.317.459.410,00
6. Pembayaran Biaya Keamanan Tahun 2021 s.d. 2023 Belum Sesuai Ketentuan
7. Kerja sama Pembangunan Kota Mandiri Bekala (KMB) antara PT Perkebunan Nusantara II dengan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional Belum Dilakukan Sesuai Ketentuan
8. Kerja Sama Penjualan Listrik Kepada PT PLN (Persero) dan Pengoperasian dan Pemeliharaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dengan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) Belum Memberikan Keuntungan yang Optimal Bagi PTPN II
9. Pelaksanaan Empat Paket Pekerjaan Pengecoran dan Pengaspalan Jalan tidak Sesuai Kontrak
10. PTPN II Belum Menagihkan Overdue Interest Keterlambatan Pembayaran Senilai Rp1,9 miliar dan Biaya Denda Keterlambatan Serah Terima Senilai Rp7,3 miliar
11. Pemberian asuransi purna jabatan (Aspurjab) kepada Direktur, Dewan Komisaris, SEVP non karyawan, dan Sekretaris Dewan Komisaris di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II tidak sesuai.
12. Pertanggungjawaban Tiga Paket Pekerjaan Investasi Tidak Memenuhi Ketentuan Perolehan Aset Tetap
13. Denda Keterlambatan Pekerjaan Investasi Mesin dan Instalasi Belum Dikenakan Senilai Rp224,5 juta dan Potensi Kemahalan Investasi Mesin Senilai Rp556 juta
14. Pelaksanaan Inter Company Trading (ICT) Gula Kristal Putih (GKP) Konsorsium PTPN II dan PTPN IV Belum Sesuai dengan Ketentuan
15. Pengelolaan Mutu Persediaan CPO Tidak Sesuai dengan SOP Pemasaran Komoditi Kelapa Sawit
Dari 15 temuan aduitor negara itu, baru temuan ke-1 yang tengah diusut Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Utara (Sumut). Adalah dugaan korupsi penjualan aset lahan PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) Regional I yang digunakan untuk pembangunan perumahan elite Ciuputra Land atau Citraland di tanah seluas 8.077 hektare.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Sumut tahun 2022-2024 Askani, Kepala Kantor BPN Deli Serdang tahun 2023-2025 Abdul Rahman Lubis dan Direktur PT NDP Iman Subakti sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketiga saat ini sudah ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan. Pihak Kejati Sumut menuturkan masih ada peluang penetapan tersangka baru dalam kasus ini. Kejati Sumut sudah menyita uang Rp 150 miliar dalam kasus ini. Uang ini disebut disita dari PT DMKR.
Kembali pada 15 temuan BPK RI itu disebut-sebut menjadi pintu masuk bagi Kejati Sumut membongkar dugaan rasuah di perusahaan perkebunan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.
Hanya saja Kajati Sumut Harli Siregar saat bebincang dengan Monitorindonesia.com, Sabtu (1/11/2025) malam menegaskan bahwa pihaknya masih fokus pada temuan BPK RI yang ke-1 itu.
Dengan terus mengembangkan penyidikan maka tidak menutup kemungkinan bakal ada tersangka baru. "Kalau melihat data ini, yang sedang kita tangani terkait dengan item 1 dan kalau dibaca 15 item itu kan berbeda-beda satu sama lain," kata Harli.
Soal kemungkinan pihaknya mengusut temuan BPK lainnya, mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapsupenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) itu menyatakan bahwa saat ini masih fokus pada penyidikan korupsi penjualan aset PTPN I itu. Namun jika hasil investigasi menemukan dugaan rasuah, maka tidak ada alasan untuk tidak mengusutnya.
"Kami sedang fokus menuntaskan terkait item 1 Mas dan untuk menemukan temuan BPK terindikasi pidana atau tidak, tentu harus melalui investigasi lanjutan," tegas Harli yang juga mantan Kajati Papua Barat.
Dugaan korupsi di perusahaan BUMN sudah kronis
Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti (Usakti) Trubus Rahadiansyah menilai bahwa dugaan korupsi yang terjadi di perusahaan BUMN sudah kronis, tinggal keberanian aparat penegak hukum (APH)-nya saja membongkarnya.
"Ini sebenarnya sudah kronis, persoalan di PTPN ini sebenarnya sudah lama, bahwa BUMN-BUMN kita kan ditengarai korupsi yang sangat tinggi. Jadi kalau memang berhasil diusut kan merupakan satu langkah yang diamanahkan Presiden dalam hal pemberantasan korupsi," kata Trubus saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Sabtu (1/11/2025) malam merespons 15 temuan BPK tersebut.
Membongkar dugaan rasuah itu, tegasnya, memang perlu kerja keras yang tinggi. "Karena tentu ini tidak mudah untuk membongkar persoalan korupsi di PTPN itu. Karena tidak hanya melibatkan banyak pihak tapi itu sudah berlangsung cukup lama," jelasnya.
"Memang harus butuh keberanian dari Kejaksaan," Trubus kembali menegaskan.
Kendati begitu, Trubus berharap kepada APH dalam melakukan penyelidikan tidak dalam konteks "ada awal, tidak ada akhir". "Saya rasa ketika melakukan investigasi ini diharapkan akan tetap berlanjut sampai pemidanaan bagi para pelaku. Artinya jangan sampai masuk angin gitu. Karena kebanyakan Kejari-Kejari ini melakukan investigasi terhadap dugaan korupsi itu akhirnya masuk angin gitu," beber Trubus.
Seperti pada kasus Pertamina, singgungnya, yang katanya kerugian negara dalam 5 tahun mencapai Rp 1.000 triliun, akhirnya hanya ratusan triliunan rupiah saja untuk kerugian negaranya.
"Ini kan ditengarai masuk angin gitu. Banyak yang pihak-pihak yang diduga diselamatkan. Namun saya yakin Kejagung terus mengembangkan kasus Pertamina tersebut," jelasnya.
Menurut Trubus juga, Kejaksaan tidak berjalan sendirian mengusut dugaan korupsi di PTPN itu. Karena kalau berjalan sendirian susah juga, harus ada pembagian tugas agar korupsi ini dapat diungkap tuntas gitu. "Artinya Kejaksaan, KPK hingga Polri dapat mengeroyok dugaan rasuah di PTPN itu," tegasnya.
"Supaya nanti ada kolaborasi antar lembaga penegak hukum. Selama ini kan penanganan korupsi itu seperti bermain interclass gitu, mereka masing-masing sombong dengan powernya masing-masing.:
"Misalanya sudah ditangani KPK, Kejaksaan seolah tidak mau atau menghindar padahal bisa saja memang kasusnya fenomena gunung es," timpal Trubus.
Kalau fenomena gunung es itu, ujarnya, seharusnya dibongkarnya perlu kolaborasi sinergitas, jadi berbagai aparat penegak hukum terlibat di dalamnya.
Kemudian juga langkah-langkah lainnya dapat melibatkan PPATK misalnya, menelusuri aset-asetnya. "Saya kadang melihatnya penanganan korupsi ini ada ego sektoral antar lembaga penegak hukum. Akhirnya seperti yang terjadi di Pertamina itu," jelasnya lebih lanjut.
Di BUMN, katanya, penyakit korupsi itu sudah lama atau sudah kronis. Sehingga ketika ada satu yang terendus mereka cepat-cepat menyelamatkan diri dengan kecerdasannya untuk menyembunyikan hasil-hasil korupsinya itu.
Maka kepada Kejati Sumut, tegasnya, harus juga melakukan langkah-langkah kolaborasi. "Tidak saja Kejati Sumut yang menangani tapi juga melibatkan institusi lain gitu. Dan ini harus cepat segera diusut karena kalau nggak cepat biasanya ujung-ujungnya masuk angin karena terlalu banyak kepentingan bermain di situ," beber Trubus.
Intervensi politiknya juga sangat tinggi. Karena hal-hal yang berkaitan dengan korupsi-korupsi BUMN termasuk PTPN ini memang ditengarai cukup canggih, cukup lihai, terstruktur juga.
"Tercium baunya oleh Presiden tapi sulit untuk disentuh begitu kira-kira. Maka mari kita tunggu gebrakan Kejati Sumut di bawah komando Harli Siregar," tandasnya.
Pintu masuk usut dugaan korupsi
Hudi Yusuf, pakar hukum pidana dari Universitas Borobudur (Unbor) menegaskan bahwa unsur korupsi adalah perbuatan melawan hukum. Penyalahgunaan kewenangan. Memperkaya diri sendiri, orang lain dan dia korporasi hingga mengakibatkan kerugian negara atau perekonomian negara.
Apabila ditelaah dari unsur-unsur tindak pidana korupsi maka yang bersangkutan diduga telah melakukan kesalahan perbuatan melawan hukum dan/atau penyalahgunaan kewenangan dalam setiap proyeknya sehingga proyek itu diduga kuat dapat memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
"Sehingga pantas jika Kejati Sumut melakukan pengusutan kepada yang bersangkutan karena jelas di sana ada kerugian keuangan negara," jelas Hudi saat begitu disapa Monitorindonesia.com, Sabtu (1/11/2025) malam.
Temuan- temuan dari BPK, ungkapnya, menjadi dasar pengusutan tersebut, karena itu Kejati Sumut seyogyanya mengambil langkah tegas dalam mengungkap kasus tersebut dan segera memprosesnya secara hukum.
"Banyak temuan BPK itu merupakan pintu masuk untuk menyeret pelaku tindak pidana korupsi menghadapkan kemeja hijau," katanya.
Kejati Sumut juga tidak boleh berlama-lama dalam kasus ini agar yang bersangkutan tidak menghilangkan barang bukti atau akan ada potensi mengulangi lagi perbuatannya.
"Harapan saya semoga saja Kajati Sumut serius melakukan pengusutan tersebut agar tidak ada lagi kerugian keuangan negara," tukas Hudi yang juga pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK).
Wajib ditindak lanjuti!
Pengamat kebijakan publik, Fernando Emas menegaskan bahwa pembenahan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus segera dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto supaya jangan semakin dimanfaatkan oleh para petinggi perusahaan untuk menguntungkan diri sendiri atau kelompok.
"Prabowo Subianto jangan hanya omon-omon terkait dengan rencananya yang akan membenahi perusahaan BUMN," kata Fernando kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (1/11/2025) malam.
Pembenahan dilakukan bukan hanya membenahi manajemen perusahaan BUMN tetapi meminta BPK memeriksa semua laporan keuangan perusahaan BUMN. Juga meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kejaksaan, dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Terutama temuan BPK terkait dengan adanya penyimpangan keuangan PT Perkebunan Nusantara II. Apalagi ada 15 temuan BPK yang harus segera ditindaklanjuti oleh penegak hukum," tegasnya.
"Presiden Prabowo harus memberikan arahan khusus kepada penegak hukum untuk segera ditindaklanjuti semua temuan BPK mengenai keuangan perusahaan BUMN. Sehingga para pimpinan perusahaan BUMN tidak menggunakan keuangan seperti perusahaan nenek moyangnya," timpalnya.
Sementara Peneliti Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi menilai bahwa temuan BPK terhadap PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II perlu dipandang sebagai mekanisme pengawasan yang bersifat konstruktif dan perbaikan sistem.
BPK dalam melaksanakan tugasnya berorientasi pada akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, dan hasil pemeriksaan yang ditemukan merupakan bahan evaluasi bagi manajemen perusahaan, pemegang saham, maupun instansi terkait untuk memperkuat tata kelola dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Apabila dari hasil pemeriksaan terdapat temuan yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, maka sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (3) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, lembaga tersebut dapat menyampaikan hasil temuannya kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
"Namun demikian, proses tersebut harus tetap berdasarkan data, bukti, dan mekanisme hukum yang objektif, agar tidak menimbulkan kesan penghakiman atau framing terhadap pihak tertentu sebelum ada keputusan hukum yang berkekuatan tetap," kata Badiul begitu disapa Monitorindonesia.com, Sabtu (1/11/2025) malam.
Dengan begitu, tambahnya, langkah terbaik saat ini adalah memastikan seluruh rekomendasi BPK ditindaklanjuti secara transparan oleh manajemen PTPN II dan instansi pembina BUMN, sambil memberikan ruang bagi aparat penegak hukum untuk bekerja secara profesional jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum.
"Pendekatan ini penting agar tujuan utama pemeriksaan BPK yakni memperbaiki tata kelola dan memulihkan potensi kerugian negara dapat tercapai tanpa mengorbankan asas keadilan dan praduga tak bersalah," demikian Badiul Hadi.
Hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, pihak PTPN belum menjawab konfirmasi Monitorindonesia.com melalui email [email protected].
15 Temuan BPK pada PTPN II. Selengkapnya di sini...
Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.
Topik:
BPK Kejati Sumut Temuan BPK PTPN PTPN IIBerita Terkait
Permasalahan ICT GKP Konsorsium PTPN II dan PTPN IV Terungkap, BPK Minta Orang-orang Ini Disanksi
9 jam yang lalu
BPK Ungkap 3 Masalah Pekerjaan Mesin dan Instalasi di Tekpol PTPN II Rp 133,5 M, Ini Biang Keroknya
10 jam yang lalu