Jakarta dalam Tantangan Pendanaan RDF Plant TPST Bantar Gebang


Jakarta, MI - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta meresmikan fasilitas Refused Derived Fuel (RDF) Plant di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Pemprov DKI Jakarta menargetkan RDF Plant ini beroperasi penuh pada Maret 2023, dengan produk RDF yang diklaim memenuhi standar kualitas industri semen.
Saat itu, produksi sampah Jakarta mencapai 7.500 hingga 7.800 ton per hari, dengan area penampungan seluas 21.879.000 m³.
Iskandar Sitorus dari Indonesian Audit Watch (IAW) RDF Plant menyebut mampu menghasilkan bahan bakar alternatif setara batu bara muda untuk pabrik semen seperti PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI), dengan harga jual Rp 300.000–350.000 per ton.
Pemprov juga optimistis fasilitas ini akan menjadi sumber pendapatan baru daerah. Namun, apakah target tersebut telah tercapai?
Pembangunan RDF Plant TPST Bantar Gebang dan fasilitas landfill mining menghabiskan anggaran Rp 1,07 triliun.
Dana tersebut berasal dari pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 456 miliar dan APBD DKI Jakarta 2022 sebesar Rp 613 miliar.
Namun, sumber pendanaan ini sempat menjadi polemik, terutama terkait transparansi anggaran.
Lanjut Iskandar bahwa, Pada masa Gubernur Anies Baswedan, proyek ini dimulai dengan klaim sebagai langkah besar dalam pengelolaan sampah.
Sementara itu, di era Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi Hartono, Pemprov DKI mengajukan pinjaman tambahan sebesar Rp 1 triliun kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Namun, DPRD DKI sempat berbeda pandangan terkait sumber pendanaan proyek ini.
RDF Plant Bantar Gebang diklaim mampu mengolah 2.000 ton sampah per hari, terdiri dari 1.000 ton sampah lama dan 1.000 ton sampah baru, menghasilkan sekitar 700–750 ton RDF.
Dengan nilai kalori setara batu bara muda, produk RDF ini diharapkan menjadi bahan bakar alternatif yang ekonomis. Namun, hingga kini klaim tersebut belum sepenuhnya terealisasi.
DLH DKI Jakarta bahkan telah menurunkan harga jual RDF menjadi Rp 150.000 per ton, dengan alasan masih dalam tahap commissioning. Padahal, Pj Gubernur Heru sebelumnya menyatakan harga RDF dapat mencapai USD 24 (sekitar Rp 360.000) per ton.
Ketidaksesuaian ini menimbulkan kesan ketidakprofesionalan dalam pengelolaan proyek.
Sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 70 Tahun 2016, pengolahan sampah secara termal hanya diperbolehkan untuk sampah rumah tangga dan sejenis yang tidak mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3).
Kepatuhan terhadap regulasi ini penting untuk memastikan RDF tidak menghasilkan zat berbahaya. Namun, kondisi saat ini menunjukkan perlunya evaluasi mendalam terhadap tata kelola pengelolaan sampah di Jakarta.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau audit investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menjadi langkah mendesak untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. Dengan penunjukan Pj Gubernur Teguh Setyabudi, publik berharap ada langkah konkret untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah Jakarta.
Topik:
TPST Bantar Gebang