Pagar Laut Tangerang Cegah Abrasi? Pengamat ke Agung Sedayu: Halah, Sudahlah Enggak Usah Pakai Model Gitu, Bayar Nelayan dan...

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Januari 2025 13:12 WIB
Penempakan pagar laut 30 kilometer yang disebut-sebut untuk mencegah abrasi, masuk akal? (Foto: Dok MI/Aswan)
Penempakan pagar laut 30 kilometer yang disebut-sebut untuk mencegah abrasi, masuk akal? (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, turut menyoroti pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang. Pemerintah tak tahu, pun Agung Sedayu Group, pengembang PSN PIK 2 membantah sebagai dalang pemagaran itu.

Belum selesainya polemik ini, muncul kelompok yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura yang menyebutkan bahwa pagar laut itu memang sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. 

Mereka menyebut, tujuan utama dibangun hingga 30.16 Kilometer tersebut sebagai pemecah ombak, pencegah abrasi serta mitigasi terhadap ancaman Megathrust dan Tsunami.

Namun, pernyataan itu berbeda dengan warga lainnya yang mengklaim melihat langsung penancapan pagar laut dari bambu itu. Bahwa diduga proyek daripada Agung Sedayu Group. " Agung Sedayu," kata salah satu dari 10 tukang yang memasang pagar itu ketika ditanya salah satu warga sekaligus nelayan Desa Kronjo, Tangerang, Heru Mapunca (47).

Berangkat dari hal itu, Agus Pambagio menduga Agung Sedayu Group perusahaan milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan membayar tukang-tukangnya itu dengan cara atau strategi yang kuno.

“Halah, sudahlah enggak usah pakai model-model gitu, bayar nelayan dan sebagainya. Enggak usah sudah, itu yang bertanggung jawab sudah jelas siapa kok,” kata Agus saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Senin (13/1/2025).

Di lain sisi, Agus menyalahkan pemerintahan sebelumnya yang telah memberikan karpet merah kepada Agung Sedayu Group. “Maka yang salah yang ngasih PSN itu, coba nggak kasih, nggak akan (merugikan masyarakat) gitu."

"Sudah, yang sekarang kementerian bertanggung jawab, melakukan tindakan hukum, karena itu tidak sesuai dengan hukum, selesai,” bebernya menambahkan.

Agung Sedayu dapat dipidana

Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menilai pemagaran yang tidak berdasarkan izin dan aturan sudah seharusnya dihancurkan karena telah merugikan warga sekitar dan juga negara. 

Meski Komisi IV DPR RI, ungkap Firman, sudah berkomunikasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan melakukam penyegelan, tapi belum rasanya belum cukup.

"Mereka sudah turun ke lapangan, sudah menyegel, itu suatu tindakan yang tepat. Tapi menurut saya tidak hanya disegel, perintahkan saja semua dirobohkan,” kata Firman, Sabtu (11/1/2025).

Selain itu, tegas dia, dalang dari pemagaran laut itu harus diungkap. Kabarnya, Agung Sedayu. Kata Firman, jika benar pagar laut di dekat kawasan PSN PIK 2 itu merupakan milik Agung Sedayu Group, maka ini bisa dinamakan penjarahan dan harus diproses hukum.

“Kemudian diambil oleh pihak manapun, tanpa ada izin, itu artinya kan penjarahan. Nah kalau menjarah harta negara, maka hukumnya wajib diproses gitu loh, proses hukum,” katanya.

Dugaan keterlibatan Agung Sedayu ini diperkuat pengakuan warga setempat yang menyaksikan langsung penancapan pagar dari bambu itu.

Bahwa, nelayan Desa Kronjo, Tangerang, Heru Mapunca (47) mengaku pernah bertemu dengan pelaku pemasangan pagar laut. 

Pemasangan dilakukan pada malam hari. Kala itu, dia melihat lima unit mobil truk membawa muatan bambu menuju Pulau Cangkir. 

Pun Heru mengecek ke lokasi pada keesokan harinya.

Lantas dia kaget ada sejumlah tukang yang sedang sibuk memilah bambu. Menurut dia, sebanyak 10 tukang melancarakan aksi pemasangan pagar laut, menggunakan 3 perahu. "Oh banyak, 10 orang (tukang). 3 perahu kalau enggak salah. Hebat pemborongnya laut saja diuruk, dipager-pager gitu," katanya, Kamis (9/1/2025).

Heru pun bertanya kepada salah satu tukang dan akhirnya dia mengetahui bahwa pagar laut tersebut merupakan proyek garapan Agung Sedayu. 

"Mang ini bambu buat apa?" tanya Heru kepada tukang tersebut yang dijawab, "Mau buat pagar di laut."

"Ini proyek siapa?" tanya Heru lagi, kemudian dijawab si tukang, "Agung Sedayu."

Agung Sedayu membantah

Muannas Alaidid, selaku kuasa hukum, mengklaim kliennya memiliki komitmen tinggi untuk melibatkan masyarakat lokal dalam setiap tahap pembangunan. 

Muanas memastikan perusahaan milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan, tak pernah melakukan tindakan yang menghalangi akses masyarakat, termasuk nelayan, ke sumber daya laut.

"Tidak ada keterlibatan Agung Sedayu Group dalam pemasangan pagar laut. Kami menegaskan hingga saat ini tidak ada bukti maupun fakta hukum yang mengaitkan Agung Sedayu Group dengan tindakan tersebut," ujar Muannas dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

Cegah abrasi-tsunami?

Kelompok Nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) menyebut, tanggul laut atau yang kini viral disebut pagar laut yang membentang di pesisir utara Tangerang, memang sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. 

Mereka menyebut, tujuan utama dibangun hingga 30.16 Kilometer tersebut sebagai pemecah ombak, pencegah abrasi serta mitigasi terhadap ancaman Megathrust dan Tsunami. 

"Tanggul ini merupakan hasil inisiatif swadaya dari masyarakat setempat," kata perwakilan nelayan Tarsin kepada wartawan di Pantai Karang Serang, Sukadiri, Kabupaten Tangerang, Jumat (10/1/2025).

Tarsin mengatakan, opini pembangunan pagar laut di pesisir utata Kabupaten Tangerang yang saat ini ramai tidak benar. 

"Ini bukan pemagaran. Tapi tanggul laut yang fungsinya sangat banyak," ujarnya. 

Dia berharap pemerintah bisa meluruskan opini negatif yang berkembang dan seolah merugikan nelayan. 

"Kami nelayan di sini aman aman dan nyaman nyaman saja," ujarnya. 

Tarsin juga menjelaskan, tanggul laut adalah struktur fisik yang memiliki fungsi penting, antara lain, mengurangi dampak gelombang besar yang melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur.

Tanggul laut juga berfungsi mencegah abrasi, pengikisan tanah di wilayah pantai, yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. 

"Tanggul juga untuk mitigasi ancaman tsunami. Meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami, tanggul laut membantu mengurangi energi gelombang hingga dampaknya lebih kecil di pesisir," kata Tarsin.

Dengan kondisi tanggul laut yang baik, maka area di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan. Hal ini memberikan peluang ekonomi baru, meningkatkan produksi perikanan dan membantu kesejahteraan masyarakat setempat. 

"Tambak ikan di dekat tanggul juga dapat dikelola secara berkelanjutan untuk menjaga ekosistem tetap seimbang," kata dia.

Tarsin pun mengklaim, tanggul-tanggul ini dibangun oleh inisiatif masyarakat setempat yang peduli terhadap ancaman kerusakan lingkungan, khususnya di kawasan pesisir. 

"Keberadaan tanggul yang digunakan sebagai pemecah ombak justru mendukung nelayan lokal dan melindungi komunitas pantai, khususnya dari ancaman gempa Megathrust dan Tsunami sebagaimana riset terbaru dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)," kata Tarsin.

Koordinator JRP, Shandy menambahkan, Indonesia berada di wilayah rawan gempa akibat zona subduksi yang memiliki potensi megathrust, gempa besar di zona subduksi yang dapat memicu tsunami. 

Berdasarkan peringatan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tentang ancaman ledakan Megathrust Selat Sunda yang dapat memicu Tsunami Raksasa, sehingga diperlukan langkah-langkah mitigasi untuk meminimalkan dampaknya. 

"Peran tanggul laut dalam mitigasi tsunami dapat mengurangi Intensitas gelombang tsunami karena tanggul membantu memperlambat dan mengurangi dampak energi tsunami sebelum mencapai daratan. Sehingga meminimalkan kerusakan pada permukiman, fasilitas umum, dan area vital lainnya," kata Shandy. 

Dengan demikian, tanggul laut tersebut tidak membatasi akses terhadap laut. Sebaliknya permasalahan banyaknya bagan-bagan liar/ilegal di tengah laut semestinya yang mendapat perhatian dari pemerintah, sebab bagan-bagan liar/ilegal di tengah laut tersebut mengganggu jalur nelayan, menyulitkan akses nelayan kecil yang sangat bergantung pada laut.

"Bagan liar juga berpotensi merusak ekosistem karena struktur bagan yang tidak dikelola dengan baik dapat merusak habitat laut," kata Shandy. 

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Eli Susiyanti, menyebut, zona laut yang digunakan untuk lokasi pemagaran masuk dalam wilayah pemanfaatan laut. 

"D idalam zona tersebut, bisa dilakukan aktivitas pelabuhan laut, pariwisata, perikananan tangkap, waduk lepas pantai dan budidaya lain yang sejenis, pemukiman, jalur transportasi dan berbagai kegiatan lainnya," kata Eli.

Hal itu terungkap dalam diskusi publik yang digelar di Kementerian Kelautan Perikanan di Jakarta, Selasa 7 Januari 2025 lalu. 

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Banten, disebutkan ada sekitar 4.000 nelayan yang beraktivitas lokasi tersebut, baik yang tangkap maupun budidaya. 

Eli menjelaskan, pemanfaatan dan status zona laut di lokasi tersebut dikuatkan dengan aturan yang tercatum dalam Perda Provinsi Banten nomor 1 tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. 

Topik:

Agung Sedayu Pagar Laut Aguan Nelayan Tangerang