BPK DKI Jakarta Temukan Potensi Kurang Penerimaan Pajak Hotel senilai Rp 403,5 Juta

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 6 Juli 2025 02:55 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta (Foto: Dok MI/Aswan)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta mengungkap potensi kurang penerimaan pajak hotel minimal senilai Rp403.511.769,29 (Rp 403 juta).

Hal itu tertuang dalam hasil pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta Tahun Anggaran (TA) 2023 dengan nomor 12A/LHP/XVIII.JKT/7/2024 tanggal 12 Juli 2024.

BPK merincikan bahwa Pemprov DKI Jakarta menyajikan nilai realisasi Pendapatan Pajak Daerah dalam Laporan Keuangan TA 2023 senilai Rp43.516.481.672.833,00 atau sebesar 101,20% dari target senilai Rp43.000.000.000.000,00. 

Dari nilai tersebut antara lain merupakan realisasi Pendapatan Pajak Hotel senilai Rp1.898.844.468.744,00 atau sebesar 118,68% dari target senilai Rp1.600.000.000.000,00. 

Pajak hotel merupakan jenis pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak (self assessment), yaitu wajib pajak menghitung, memperhitungkan, dan melaporkan 
sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Tarif Pajak Hotel ditetapkan 10%. 

Besaran pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% dengan dasar pengenaan pajak yaitu jumlah pembayaran atau seharusnya dibayar kepada hotel.

Pembayaran pajak terutang untuk pajak self-assessment dilaksanakan selambat-lambatnya 15 hari setelah berakhirnya masa pajak.  

Sementara berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah TA 2023 (s.d. Triwulan III) Nomor 6/LHP/XVIII.JKT/1/2024 tanggal 26 Januari 2024 mengungkapkan temuan pembayaran Pajak Hotel belum sesuai dengan ketentuan dengan permasalahan terkait pembayaran setoran masa Pajak Hotel tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga terdapat potensi kurang penerimaan Pajak Hotel senilai Rp785.701.919,85. 

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk menginstruksikan Kepala Unit Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah (UPPPD) melakukan analisis Kepatuhan Kelayakan Omzet (KKO) pada objek Pajak Hotel dengan setoran masa yang diperkirakan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, serta menerbitkan surat imbauan perbaikan setoran masa dan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) kepada wajib Pajak Hotel.

Dan melakukan pemeriksaan pajak terhadap objek Pajak Hotel yang tidak mengikuti surat imbauan perbaikan setoran masa dan pembetulan SPTPD yang disampaikan oleh UPPPD. Atas rekomendasi tersebut, Pemprov DKI Jakarta belum menindaklanjuti rekomendasi tersebut. 

Hasil pengujian ketepatan perhitungan Pajak Hotel pada lima hotel yang telah melakukan setoran masa bulan Januari s.d. Desember 2023 di lingkungan UPPPD Kecamatan Kebayoran Lama dan Kecamatan Kelapa Gading pada tanggal 28 s.d. 29 Februari serta tanggal 6 Maret 2024, menunjukkan bahwa terdapat pembayaran setoran masa Pajak Hotel lebih rendah dari hasil perhitungan Pajak.

Hotel berdasarkan data omzet hasil konfirmasi kepada hotel senilai Rp403.511.769,29 seperti disajikan pada tabel berikut. 

BPK DKI Jakarta Temukan Potensi Kurang Penerimaan Pajak Hotel senilai Rp 403 Juta

Kepala Satuan Pelaksana (Kasatpel) Penagihan UPPPD Kebayoran Lama menyatakan bahwa UPPPD Kebayoran Lama telah mengirimkan surat imbauan perbaikan setoran masa dan pembetulan SPTPD tanggal 8 November 2023 kepada pengelola hotel, sedangkan Kasatpel Penagihan UPPPD Kelapa Gading menyatakan bahwa UPPPD Kelapa Gading belum menyampaikan surat imbauan perbaikan setoran masa dan pembetulan SPTPD dari UPPPD kepada pengelola hotel.

Selanjutnya hasil wawancara dengan Kasatpel Penagihan UPPPD terkait, diketahui UPPPD belum melakukan analisis KKO Pajak Hotel dan belum melakukan penyampaian surat imbauan perbaikan setoran masa dan pembetulan SPTPD kepada wajib Pajak Hotel tersebut.

Selain kelima hotel di atas, konfirmasi dilakukan juga terhadap RR. Hasil konfirmasi kepada RR diketahui bahwa pihak hotel menyetorkan pajak hanya dari penjualan kamar secara tunai di hotel, sedangkan penerimaan pembayaran transfer dari penjualan yang bekerja sama dengan Online Agen Travel (OTA) belum dilakukan penyetoran pajaknya. 

Berdasarkan penjelasan dari pihak RR, pajak belum disetor karena belum mengetahui apakah pajaknya sudah dibayar oleh pihak OTA atau belum. 

Berdasarkan wawancara dengan Kepala Subbidang Pemeriksaan dan Penagihan Pajak II diketahui bahwa hotel yang bekerja sama dengan pihak OTA, 
jumlah pembayaran yang diterima oleh penyedia jasa perhotelan menjadi dasar pengenaan pajak (DPP) hotel dan termasuk Pajak Hotel sebesar 10%. 

Sedangkan selisih pembayaran dari konsumen dengan yang dibayarkan kepada pihak hotel merupakan bagian pendapatan OTA yang merupakan DPP PPN dan termasuk PPN yang merupakan pajak pemerintah pusat. 

Pihak yang berkewajiban untuk menyetorkan Pajak Hotel adalah hotel selaku wajib pajak, sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel yang menjelaskan bahwa wajib pajak adalah pihak yang mengusahakan hotel. 

Hal tersebut, menurut BPK, menjadikan masih adanya potensi penerimaan pajak yang belum dibayar oleh RR.

"Permasalahan di atas mengakibatkan potensi kurang penerimaan Pajak Hotel minimal senilai Rp403.511.769,29," tulis hasil pemeriksaan itu sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Minggu (6/7/2025).

Menurut BPK, hal tersebut disebabkan oleh Kepala Bidang Pendapatan Pajak II belum optimal dalam melakukan pembinaan, pengawasan, pengkoordinasian, dan evaluasi pelaksanaan pemeriksaan terhadap pajak daerah kepada Suku Badan (Suban) dan UPPPD.

Lalu, Kepala Suban Pendapatan Kota Administrasi Jakarta Selatan dan Kepala Suban Pendapatan Kota Administrasi Jakarta Utara belum optimal melakukan penilaian dan pemeriksaan pajak daerah dan Kepala UPPPD Kebayoran Lama dan Kelapa Gading belum sepenuhnya melaksanakan pengawasan dan analisis setoran masa serta imbauan perbaikan setoran masa dan pembetulan SPTPD atas setoran masa yang diperkirakan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. 

Atas permasalahan tersebut, Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Bapenda menyatakan sependapat dan akan menganalisis setoran masa serta menghimbau pembetulan SPTPD kepada wajib pajak. 

Apabila wajib pajak tidak melakukan pembetulan SPTPD setelah diberikan surat imbauan, maka akan diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan pajak oleh Suban Pendapatan Daerah Kota Administrasi. 

Untuk itu BPK merekomendasikan Gubernur agar memerintahkan Kepala Bapenda menyampaikan surat pemberitahuan perbaikan setoran masa, pembetulan SPTPD, dan/atau melakukan pemeriksaan pajak kepada enam wajib Pajak Hotel terkait.

Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten berita Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.

Topik:

BPK BPK DKI Jakarta Hotel Hotel Jakarta Pajak Hotel Jakarta