Temuan BPK di Pemprov DKI: Pembayaran Belanja Pegawai pada 12 OPD Tak Sesuai Ketentuan senilai Rp734,9 Juta

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 Juli 2025 01:11 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta (Foto: Dok MI)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta atas Laporan Keuangan Pemprov DKI Jakarta Tahun Anggaran (TA) 2023 dengan nomor 12A/LHP/XVIII.JKT/7/2024 tanggal 12 Juli 2024 mengungkap bahwa pembayaran belanja pegawai pada 12 OPD tidak sesuai ketentuan senilai Rp734.926.138,00. 

BPK menejelaskan, dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) untuk tahun yang berakhir sampai dengan 31 Desember 2023, Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan anggaran Belanja Pegawai senilai Rp18.778.026.066.648,00 dengan realisasi senilai Rp17.977.776.327.870,00 atau 95,74% dari anggaran. 

Nilai belanja pegawai tersebut merupakan anggaran dan realisasi pembayaran gaji, Tunjangan Kinerja Daerah (TKD)/Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), Tunjangan Hari Raya (THR), dan Gaji ke-13. 

Pemberian TPP bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mengacu pada Pergub Nomor 19 Tahun 2020 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai yang telah mengalami dua kali perubahan dengan Pergub Nomor 64 Tahun 2020 dan Pergub Nomor 69 Tahun 2022. 

Pemberian tambahan penghasilan bagi tenaga pendidik kegiatan belajar mengajar diatur dalam Pergub Nomor 22 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Daerah Bagi Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Pengawas Sekolah, Penilik dan Pamong Belajar. 

Sedangkan Pembayaran THR dan Gaji Ke-13 diatur dalam Pergub Nomor 6 Tahun 2023 tentang Teknis Pemberian THR dan Gaji Ke-13 yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pembayaran gaji, TKD/TPP, THR dan Gaji Ke-13 dilaksanakan oleh masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berdasarkan data dari aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pegawai (SIMPEG) dan aplikasi e-TKD/e-TPP yang dikelola oleh Pusat Data dan Informasi Kepegawaian (PDIK) pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD). 

"Hasil pemeriksaan atas data Belanja Pegawai Pemprov DKI Jakarta menunjukkan terdapat pembayaran gaji, TKD/TPP, THR dan Gaji Ke-13 kepada pegawai berhenti atas permintaan sendiri atau uzur, pegawai wafat, dan pegawai dengan status pemberhentian sementara yang tidak sesuai ketentuan senilai Rp734.926.138,00," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Selasa (8/7/2025).

Temuan BPK di Pemprov DKI Pembayaran Belanja Pegawai pada 12 OPD Tak Sesuai Ketentuan senilai Rp734,9 Juta

Lebih rinci, BPK menjelaskan bahwa, pertama ketidaksesuaian pembayaran Belanja Pegawai tersebut adalah pembayaran gaji dan TPP/TKD kepada pegawai wafat senilai Rp136.292.407,00.

Pegawai wafat akan menerima gaji terusan yang merupakan gaji yang dibayarkan kepada ahli waris dari pegawai yang meninggal dunia sebesar gaji terakhir selama empat bulan berturut-turut, yang dibayarkan pada bulan berikutnya sejak suami/isteri dari janda/duda tersebut meninggal dunia. 

Pegawai yang wafat akan mendapatkan TPP/TKD yang menjadi hak PNS berdasarkan perhitungan jumlah hari yang bersangkutan melaksanakan tugas.

"Hasil pemeriksaan atas pembayaran pembayaran gaji dan TPP/TKD diketahui terdapat kelebihan pembayaran gaji dan TPP/TKD senilai Rp136.292.407,00 pada Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Gulkarmat," kata BPK.

BPK menjelaskan, terdapat tujuh pegawai wafat pada Dinas Pendidikan dan satu pegawai wafat pada Dinas Kesehatan masih menerima gaji setelah berakhirnya status sebagai penerima gaji terusan senilai Rp91.088.140,00; dan terdapat empat pegawai wafat pada Dinas Pendidikan dan satu pegawai wafat pada Dinas Gulkarmat masih menerima TPP/TKD senilai Rp45.204.267,00.

Hasil wawancara dengan Ketua Subkelompok Program dan Pelaporan BKD menunjukkan bahwa pembayaran gaji dan TPP/TKD kepada pegawai wafat setelah berakhirnya status sebagai penerima gaji terusan karena terjadinya keterlambatan pelaporan kematian atas pegawai bersangkutan.

"Dengan demikian, status pegawai yang bersangkutan masih belum diperbaharui dalam Sistem Kepegawaian dan masih tercatat dalam listing Gaji dan TPP/TKD," beber BPK.

Kedua, pembayaran THR dan gaji Ke-13 kepada pegawai wafat senilai Rp183.070.844,00. Selain gaji dan TPP/TKD, penerima gaji terusan dapat memperoleh pembayaran THR dan Gaji ke-13. 

"Berdasarkan hasil pemeriksaan atas pembayaran THR dan gaji ke-13 diketahui terdapat pegawai wafat setelah berakhirnya status sebagai penerima gaji terusan masih menerima THR dan gaji ke-13 sebanyak 38 pegawai pada sepuluh OPD senilai Rp183.070.844,00," lanjut BPK.

Temuan BPK di Pemprov DKI Pembayaran Belanja Pegawai pada 12 OPD Tak Sesuai Ketentuan senilai Rp734,9 Juta

Ketiga, lanjut BPK, soal pembayaran kepada pegawai berhenti atas permintaan sendiri atau uzur senilai Rp122.272.755,00.

BPK menyatakan bahwa PNS yang mengajukan permintaan berhenti akan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS, sedangkan PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani diberhentikan dengan hormat apabila tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan karena kesehatannya, menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya, atau tidak mampu bekerja kembali setelah berakhirnya cuti sakit. 

"Hasil pemeriksaan atas pembayaran gaji/TPP/TKD pegawai yang berhenti karena Atas Permintaan Sendiri (APS) atau uzur menunjukkan sebanyak tujuh orang pada Dinas Pendidikan dan satu orang pada Dinas Kesehatan masih menerima gaji/TPP/TKD senilai Rp122.272.755,00," ungkap BPK.

Hasil wawancara dengan Ketua Subkelompok Program dan Pelaporan BKD menunjukkan bahwa proses penerbitan SK Pensiun uzur dilakukan setelah BKD memperoleh surat rekomendasi kesehatan dari tim penguji /pemeriksa kesehatan sehingga terdapat potensi perbedaan antara tanggal ditetapkan SK dengan TMT pensiun pegawai yang bersangkutan.

Selain hal tersebut, pembayaran gaji/TKD/TPP pegawai yang berhenti terjadi karena berkas pengajuan dari OPD terlambat. Hal ini berdampak pada keterlambatan proses pengusulan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) sampai dengan penerbitan pertimbangan teknis oleh BKN. 

Keempat adalah pembayaran kepada pegawai berstatus pemberhentian sementara yang telah mendapat Putusan Pengadilan senilai Rp293.290.132,00.

Pemberhentian sementara sebagai PNS adalah pemberhentian yang mengakibatkan PNS kehilangan statusnya sebagai PNS untuk sementara waktu. 

PNS diberhentikan sementara apabila diangkat menjadi pejabat negara, diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural, atau ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.

Berdasarkan hasil analisis data pegawai berstatus pemberhentian sementara diketahui bahwa terdapat 13 pegawai yang berstatus pemberhentian sementara dengan alasan ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana. 

Selama dalam status pemberhentian sementara pegawai tidak diberikan penghasilan, tetapi pegawai diberikan uang pemberhentian sementara sebesar 50% dari gaji pokok yang diterima terakhir. 

Sementara itu, untuk pegawai yang telah mendapat putusan pengadilan dan menjalani pidana penjara dihentikan hak kepegawaiannya termasuk pemberian uang pemberhentian sementara sampai dengan pengangkatan kembali.

Dari 13 pegawai dengan status pemberhentian sementara, sembilan pegawai telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dengan pidana penjara. 

"Hasil pemeriksaan terhadap pembayaran uang pemberhentian sementara menunjukkan bahwa pegawai yang telah mendapat putusan pidana penjara masih mendapat pembayaran uang pemberhentian sementara pada Dispora, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Kota Administrasi Jakarta Timur, dan Satpol PP dengan total senilai Rp293.290.132,00," jelas BPK.

Hasil permintaan keterangan dengan Ketua Subkelompok Program dan Pelaporan BKD menunjukkan bahwa terjadi keterlambatan penyampaian hasil putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap kepada BKD. 

Dengan demikian, status pegawai yang bersangkutan masih belum diperbaharui dalam sistem kepegawaian dan listing gaji sehingga pembayaran uang pemberhentian sementara kepada pegawai yang telah mendapat putusan pengadilan dilakukan melewati tanggal putusan pengadilan. 

Atas pembayaran uang pemberhentian sementara kepada pegawai yang telah mendapat putusan pengadilan tersebut, telah dilakukan penyetoran senilai 

Rp85.636.006,00 dengan rincian: pegawai a.n. PM pada Satpol PP Kota Administrasi Jakarta Pusat senilai Rp51.568.112,00 dengan STS Nomor 3240122688 dan Nomor 3240122690 tanggal 8 Mei 2024; dan pegawai a.n. EBS pada Satpol PP Kota Administrasi Jakarta Barat senilai Rp34.067.894,00 dengan STS Nomor 3240122687 dan Nomor 3240122689 tanggal 8 Mei 2024.

Dengan demikian sisa kelebihan pembayaran uang pemberhentian sementara yang belum di setor senilai Rp207.654.126,00 (Rp293.290.132,00 - Rp85.636.006,00). 

"Permasalahan di atas mengakibatkan kelebihan pembayaran Gaji dan TKD/TPP senilai Rp466.219.288,00 (Rp136.292.407,00 + Rp122.272.755,00 + Rp207.654.126,00)," kata BPK.

Lalu pembayaran THR dan Gaji Ke-13 senilai Rp183.070.844,00 membebani APBD. "Hal tersebut disebabkan oleh OPD terlambat melaporkan perubahan data kepegawaian ke BKD; Pejabat Pengelola Kepegawaian pada OPD terkait tidak cermat dalam melakukan verifikasi listing gaji dan TKD/TPP; dan pengaturan mengenai pembayaran THR dan Gaji Ke-13 kepada penerima gaji terusan dalam Pergub Nomor 69 Tahun 2022 tidak sesuai ketentuan. 

Atas permasalahan tersebut, Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala BKD menyatakan sependapat dengan temuan BPK. 

Sementara BPK merekomendasikan Gubernur agar mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai pembayaran THR dan Gaji Ke-13 kepada penerima gaji terusan.

Lalu, memerintahkan Kepala OPD terkait untuk memproses kelebihan pembayaran Gaji dan TPP/TKD senilai Rp466.219.288,00 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan menyetorkannya ke Kas Daerah

Rinciannya: Dinas Pendidikan senilai Rp247.477.722,00; Dinas Kesehatan senilai Rp16.774.500,00; Dinas Gulkarmat senilai Rp6.896.340,00; Dinas Perhubungan senilai Rp109.702.181,00; Dispora senilai Rp10.394.525,00; dan Kota Administrasi Jakarta Timur senilai Rp74.974.020,00.

Topik:

BPK BPK DKI Jakarta Pemprov DKI Jakarta