Berbagai Kasus Penyelewengan di Baznas, Kali Ini Pelapornya Tersangka!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Mei 2025 00:35 WIB
Tri Yanto, eks pegawai Baznas Jabar dijadikan tersangka usai membongkar dugaan korupsi di bekas tempat kerjanya (Foto: Istimewa)
Tri Yanto, eks pegawai Baznas Jabar dijadikan tersangka usai membongkar dugaan korupsi di bekas tempat kerjanya (Foto: Istimewa)

PELAPOR dugaan korupsi yang ditersangkakan adalah fenomena yang mengkhawatirkan. Mengapa demikina? Sebab dapat menciptakan efek jera bagi orang-orang yang ingin melaporkan dugaan korupsi. 

Pelapor korupsi seharusnya dilindungi, bukan ditersangkakan, karena mereka berperan penting dalam memberantas korupsi. Maka ketika whistleblower dikriminalisasi, itu merupakan sebuah ancaman serius untuk demokrasi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mutlak memiliki peran penting dalam melindungi pelapor korupsi. 

Bahwa KPK memberikan jaminan kerahasiaan identitas pelapor dan melakukan langkah-langkah untuk melindungi mereka dari ancaman. Sementara LPSK memberikan perlindungan hukum dan bantuan jika pelapor mengalami ancaman atau kerugian akibat pelaporannya. 

Merujuk pada kasus mantan pegawai Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jawa Barat (Jabar) Tri Yanto, yang ditersangkakan setelah melaporkan dugaan korupsi dana zakat. Kini menjadi sorotan. Tri Yanto dituduh menyebarkan dokumen elektronik rahasia milik Baznas Jabar, meskipun ia melaporkan dugaan korupsi tersebut dengan itikad baik. 

Kasus ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pelapor korupsi dapat ditersangkakan atas tindakan yang sebenarnya bertujuan untuk mengungkap kejahatan. 

Diketahui bahwa Tri Yanto bekerja di Baznas Jawa Barat sejak 2018. Pada 2021, ketika keluar laporan keuangan, dia mulai mencium dugaan adanya penyelewengan. Berdasarkan aturan, demikian Tri Yanto, biaya operasional Baznas seharusnya tak boleh melebihi 12,5%.

"Setelah kita lihat laporan keuangan, (biaya) itu bisa mencapai 20 persen. Total jenderal jumlah dugaan penyelewengan dana dari 2021 hingga 2023 mencapai Rp9,8 miliar," katanya dikutip pada Sabtu (31/5/2025).

Biaya operasional itu, meliputi sewa mobil yang melonjak dari sekitar sebelas jutaan rupiah menjadi ratusan juta. Kemudian ada penambahan karyawan baru yang melonjak dari 30 menjadi 50 karyawan pada 2021-2022. "Kemudian ada penambahan tunjangan, perjalanan dinas, dll. Jadi saya melihat ini agak ugal-ugalan menggunakan dana zakat yang harusnya disalurkan ke masyarakat dalam bentuk dana fisabililah," jelas Tri.

Atas upayanya mengungkap masalah ini, Tri mendapat beberapa surat peringatan dari pimpinannya. Dan puncaknya pada Januari 2023, dia di-PHK dengan alasan indisipliner dan efisiensi.

"Kalau indisipliner, itu memang saya pernah mendapatkan surat peringatan. Tapi itu pun juga dalam rangka saya mencoba mengingatkan ada indikasi penyelewengan dana zakat atau korupsi di Basnas Jawa Barat," jelas Tri Yanto.

Soal efisiensi juga tak begitu tepat, katanya, untuk dijadikan alasan PHK dirinya. "Karena di saat saya diberhentikan itu masih ada sekitar 12 karyawan kontrak. Seharusnya kalau efisiensi ada terlebih dahulu memberhentikan karyawan kontrak. Jadi saya melihat ini PHK atau pemecatan ini lebih pada untuk ketidaksukaan like and dislike terhadap kami yang mencoba mengingatkan Baznas Jawa Barat," bebernya.

Dugaan penyelengan di Baznas sebagaimana pemantauan Indonesia Corruption Watch atau ICW hingga saat ini ada enam kasus korupsi dana zakat yang menyeret 13 pelaku.

Kerugian keuangan negara dalam kasus-kasus ini mencapai Rp12 miliar pada tahun 2011 hingga 2024. Enam pelaku di antaranya merupakan pengurus BAZNAS, mulai dari jabatan ketua, wakil ketua, hingga bendahara. Baznas Kabupaten Tasikmalaya juga mendapatkan sorotan terkait penyaluran dana hibah 2023 sebesar Rp4,4 miliar.

Masalahnya, Rp1,4 miliar di antaranya digunakan digunakan untuk membeli lima mobil operasional pimpinan.

Pada Januari 2025, pengadilan tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jambi juga mulai menyidangkan kasus penyimpangan penggunaan dana zakat, infaq, dan sedekah untuk kepentingan pribadi pada Baznas Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun anggaran 2016-2021.

Kasus ini menyeret bendahara Baznas Tanjabtim dengan nilai Rp1,2 miliar.

Pada September 2024, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu menjatuhkan vonis satu tahun delapan bulan penjara kepada terdakwa Ketua Baznas Kabupaten Bengkulu Selatan periode 2019–2020 Mudin Ahmad Gumai dalam kasus korupsi dana ZIS.

Ketua Indonesia Zakat Watch, Barman Wahidatan Anajar, menilai berbagai penyimpangan di tubuh Baznas itu terkait dengan tumpang tindihnya fungsi dan lemahnya pengawasan terhadap Baznas. Termasuk sebabnya, kata dia, adalah mekanisme penunjukan para anggota Baznas yang dinilainya sarat kepentingan.

"Prinsip JR [judicial review] yang sedang kita lakukan adalah berangkat dari kegelisahan bagaimana pengawasan yang lemah dalam pengelolaan zakat di Indonesia," kata Barman merujuk pada gugatan IZW bersama dengan lembaga-lembaga amil zakat yang lain.

Permohonan gugatan ini masih berlangsung dan diajukan Muhammad Jazir, Ketua Dewan Syuro' Masjid Jogokariyan Yogyakarta dan Indonesia Zakat Watch yang diwakili oleh Barman Wahidatan dan Yusuf Wibisono selaku ketua dan sekretaris umum IZW.

"Dalam postur UU 23 Tahun 2011 itu Basnas ini memiliki fungsi yang sangat banyak, fungsi ganda. Yang bisa kita dalam bahasa hukumnya mungkin menjadi superbody, karena mereka punya fungsi perencanaan, fungsi pengelolaan, fungsi operatornya, auditornya juga ada" kata Barman.

Peraturan Pemerintah 14 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Baznas bertanggung jawab kepada presiden, lewat kementerian agama. Tapi kata Barman, "dalam hal ini praktiknya Kemenag juga tidak fokus dalam mengawasi dan membina Baznas."

Dengan dana zakat yang superjumbo—Baznas menghimpun Rp33 triliun atau hampir satu persen dari APBN— dan kedudukannya sebagai lembaga negara yang mandiri sudah semestinya Baznas diawasi badan pengawas keuangan negara.

"Mereka itu sebetulnya harus dan wajib diaudit oleh BPK atau BPKP," ujar Barman sembari menambahkan bahwa Baznas kerap juga menerima dana hibah yang bersumber dari APBN dan APBD.

Sebagai operator, Baznas kata Barman juga wewenang untuk memberikan rekomendasi pemberian izin terhadap operator zakat lainnya. "Rekomendasi ini bersifat harus, [dan] kesannya menjadi seperti algojo. Jadi tanpa rekomendasi maka izin [pendirian LAZ] ini tidak akan dilanjut oleh Kemenag," jelasnya.

Kelemahan lainnya, kata Barman adalah mekanisme pemilihan komisioner Baznas, "Kita harus ingat bahwa [komisioner] Baznas itu dipilih oleh presiden. Kemudian di daerah itu dipilih oleh gubernur, wali kota, dan bupati," dengan begitu kata Barman penunjukan ini rawan konflik kepentingan.

"Bagaimana nanti zakat ini tergeser kepada zakat elektoral, karena akan ada politik balas budi dan semacamnya?" tukasnya.

Kembali kepada tuduhan Tri Yanto. Bahwa Wakil Ketua IV Baznas Jabar, Achmad Faisal, mengatakan dugaan korupsi yang dituduhkan kepada pihaknya itu sudah ditindaklanjuti.

Tindakan itu dilakukan berupa audit investigatif oleh inspektorat provinsi Jawa Barat dan audit khusus oleh Divisi Audit dan Kepatuhan Baznas RI, ujarnya. "Dan hasilnya sudah keluar secara resmi yang menyatakan bahwa semua tuduhan tidak terbukti," kata Achmad, Selasa (27/5/2025).

Sebagai bentuk pertanggungjawaban, sambungnya, Baznas Jabar juga secara rutin diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) independen dengan predikat "wajar". "Baznas Provinsi Jabart juga sudah diaudit syariah oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI dengan hasil efektif dan transparan," jelas Achmad.

Menurutnya, hasil audit selama ini tidak pernah menunjukkan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana zakat, infak, dan sedekah. Selain itu, demikian Achmad, Baznas Jabar juga sudah menerapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (ISO27001:2016).

Pihaknya juga disebutnya mendapat predikat "informatif" sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

Sementara dalam rilis bertanggal 7 Februari 2025 disebutkan bahwa pada 2023 Baznas Jawa Barat dituduh menyelewengkan dana Hibah Bantuan Tidak Terduga Covid 19 Tahun Anggaran 2020, sebesar Rp11,7 miliar. Tuduhan tersebut ditindak-lanjuti dengan audit khusus investigatif yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah Jawa Barat di bulan Maret 2024.

Hasil audit keluar pada 26 Juni 2024 dan menyatakan tuduhan itu tidak terbukti. Hasil audit Baznas Republik Indonesia keluar pada 15 Juli 2024 dan menyatakan tuduhan tidak terbukti.

Pada 2024, Baznas Jawa Barat kembali dituduh menyelewengkan dana Fi Sabilillah sebesar Rp9,8 milyar dalam kurun waktu tiga tahun untuk kepentingan operasional.

Setelah muncul tuduhan itu, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama melakukan audit khusus kesesuaian syariah terhadap Baznas Jawa Barat pada Juni 2024. Hasilnya, nilai kepatuhan syariah oleh Baznas Jawa Barat adalah sebesar 86,73 yang berarti efektif dan nilai transparansi sebesar 87,50 artinya transparan.

Pelanggaran hak atas perlindungan whistleblower 

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengatakan telah terjadi pelanggaran terhadap hak atas perlindungan whistleblower dalam kasus Tri Yanto.

Mereka merujuk pada Pasal 33 UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang merupakan derivasi dari UN Convention Against Corruption Pasal 32-33.

Selain itu, terdapat pelanggaran atas hak atas proses hukum yang adil seperti tertuang dalam pasal 14 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

"Di mana terjadi ketimpangan akses keadilan antara pelapor (individu) dengan institusi kuat seperti Baznas," kata Kepala Bidang Kampanye & Jaringan LBH Bandung Fariz Hamka Pranata, Rabu (28/5/2025).

LBH Bandung, menurut Fariz, juga menilai ada pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berekspresi seperti yang tertuang dalam pasal 19 ICCPR yang dibatasi melalui pemidanaan UU ITE.

Sementara, menurut Ketua Indonesia Zakat Watch, Barman Wahidatan Anajar, apa yang dialami Tri Yanto merupakan "pukulan telak bagi pengawasan tata kelola, khususnya tata kelola zakat di Indonesia".

"Ketika whistleblower dikriminalisasi seperti ini, maka ini merupakan sebuah ancaman serius untuk demokrasi kita di Indonesia," kata Barman, Rabu (28/5/2025).

Sementara ICW menyatakan, alih-alih dijadikan tersangka, seharusnya Tri Yanto diberikan perlindungan sebagai pelapor tindak pidana korupsi.

ICW dalam rilis persnya menyebut, hal itu tercantum dalam Pasal 33 United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.

Pelindungan pelapor dipertegas kembali pada Pasal 2 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa peran serta masyarakat diwujudkan, salah satunya dalam bentuk hak untuk memperoleh pelindungan hukum. 

Atas pertimbangan itu ICW mendesak agar Polda Jawa Barat mengeluarkan SP3 terhadap Tri dan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan perlindungan bagi whistleblower.

Sementara dalam keterangannya, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan menyatakan Tri Yanto diduga tanpa hak telah mengakses, memindahkan, serta menyebarkan sejumlah dokumen elektronik rahasia milik Baznas Jabar.

Tri Yanto pun dijadikan tersangka berdasarkan laporan polisi bernomor LP/B/108/III/2025/SPKT.DITSIBER/POLDA JAWA BARAT yang dilaporkan Wakil Ketua III Baznas Jabar Achmad Ridwan pada 7 Maret 2025.

"Informasi tersebut pertama kali diketahui oleh pelapor pada 20 November 2024 dari Sdr. Mohamad Indra Hadi, yang mengungkap bahwa TY (Tri Yanto) telah mengirimkan dokumen kerja sama antara BAZNAS Jabar dengan STIKES Dharma Husada kepada pihak luar," kata Hendra dalam keterangannya, dikutip pada Selasa (27/5/2025).

"Dokumen tersebut dikirim sejak 16 Februari 2023 dan diketahui telah dipindahkan ke laptop pribadi tersangka sekitar Agustus 2023. Selain itu, beberapa dokumen penting, termasuk laporan pertanggungjawaban atas dana hibah belanja tidak terduga (BTT) APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2020, diduga turut dicetak dan disebarkan ke sejumlah instansi," timpalnya.

Atas permasalahan ini, Tri Yanto telah ditetapkan menjadi tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Respons KPK dan LPSK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa pelaporan atau pengaduan masyarakat merupakan bagian dari keikutsertaan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Dari beberapa penanganan yang KPK lakukan, banyak yang berangkat dari pengaduan masyarakat. KPK juga selalu memberikan apresiasi kepada para pihak-pihak yang kemudian dalam tanda kutip mengambil resiko untuk melaporkan atau mengadukan dugaan tindakan korupsi yang diketahuinya," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (29/5/2025) kemarin.

Menurutnya, pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK dipastikan diberikan perlindungan, salah satunya konsisten tidak menyampaikan detail profil dari pelapor untuk melindungi pelapor dari berbagai ancaman.

"Yang kedua tentu juga bagian dari strategi KPK untuk melakukan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan), sehingga bisa dilakukan secara lebih optimal jika pelaporan atau pengaduan masyarakat itu tetap dilakukan secara tertutup," katanya.

Namun demikian, Budi mengaku tidak bisa menyampaikan apakah mantan pegawai Baznas dimaksud juga melaporkan dugaan korupsi tersebut ke KPK atau tidak.

"Kami cek dulu, namun pada prinsipnya KPK tidak bisa memberikan konfirmasi apakah menerima atau tidak sebuah laporan pengaduan masyarakat, karena begitu sudah masuk, sudah masuk ke dalam SOP mekanisme tindak lanjut dari pengaduan masyarakat, di mana seluruh rangkaiannya adalah informasi yang dikecualikan."

"Namun kami pastikan bahwa setiap laporan yang masuk ke KPK pasti kami tindaklanjuti secara proaktif. KPK secara proaktif akan melakukan pulbaket, melakukan pengumpulan informasi dan keterangan yang dibutuhkan untuk melengkapi laporan yang disampaikan oleh masyarakat, dan KPK sendiri tentu akan menyampaikan progresnya kepada pelapor atau pengadu, itu juga dilakukan secara tertutup, sehingga memang tidak kita publikasikan ke masyarakat," timpalnya.

Meski begitu, tak sedikit masyarakat yang membuat pengaduan ke KPK justru dengan sengaja mempublikasikan kepada media. Padahal, hal tersebut justru akan ada risikonya bagi pelapor.

"Namun di sisi lain memang untuk kita masyarakat mendukung ya upaya-upaya pemberantasan korupsi yang salah satunya dimulai dari awareness publik dengan menyampaikan aduan kepada APH, dan tentu siapapun APH yang dilaporkan, kita semua berharap laporan tersebut betul ditindaklanjuti secara profesional," demikian Budi.

Sementara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerima aduan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengenai kriminalisasi terhadap Tri Yanto itu.

Susi menyatakan tim penelaah laporan LPSK sudah turun ke lapangan menanggapi aduan tersebut. Meski demikian, LPSK belum melakukan diskusi lebih lanjut mengenai temuan-temuan mereka. 

“Untuk saat ini tim masih melanjutkan tahap penelaahan,” kata Susi kepada Monitorindonesia.com, Jumat (31/5/2025) malam. (wan)

Topik:

KPK LPSK Baznas Polda Jawa Barat Baznas Jabar Baznas RI