Kemendikbudristek Kurang Serius Menanggapi Keinginan Presiden untuk Merevisi RUU Dikdok

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 22 Februari 2022 23:06 WIB
Monitorindonesia.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Kemendikbudristek dinilai kurang serius menanggapi keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk merevisi Rancangan Undang Undang tentang Pendidikan Kedokteran (RUU Dikdok). Padahal, Presiden telah mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) terkait RUU tersebut. Penilaian atas sikap Kemendikbudristek ini disapaikan Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya melalui keterangan tertulisnya, Selasa (22/2/2022). Menurut Willy, beleid terkait Pendidikan Kedokteran ini dinilainya masih banyak butuh perbaikan dan penyempurnaan. Dengan dikeluarkannya Surpres, itu artinya Presiden sangat perhatian dengan dunia pendidikan kedokteran yang ada di Indonesia. "Namun sayang, niat baik Presiden untuk memperbaiki sistem pendidikan kedokteran di Indonesia belum direspon baik oleh jajaran di Kemendikbudristek, khususnya Dirjen Riset Dikti," sebutnya. Respon kurang baik itu terlihat dari sikap Dirjen Riset Dikti Kemendikbudristek, Nizam yang menilai pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran belum perlu dilanjutkan. Ia menyampaikan, Kemendikbudristek melihat bahwa UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dengan sejumlah peraturan turunannya sudah cukup. "Pemerintah berpendapat bahwa RUU tentang Pendidikan Kedokteran yang diusulkan oleh DPR belum perlu untuk dibahas lebih lanjut. Apabila akan dilakukan pengaturan baru, disarankan untuk menyatukan UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Dokter ke dalam satu undang-undang tentang kedokteran," kata Nizam beberapa waktu lalu. Melanjutkan pernyataanya, Willy justru merasa aneh dengan sikap dari Kemendikbud khususnya Dirjen Riset Dikti yang menyatakan bahwa pembahasan Revisi UU No. 20 Tahun 2013 belum perlu dilanjutkan. "Kalau memang tidak perlu mengapa ada Surat Presiden (Surpres) yang diterbitkan?" tegas Anggota Komisi XI DPR itu lagi seraya meminta agar hal ini tidak menjadi polemik berkepanjangan, pemerintah khususnya Kemendikbud-ristek untuk mengirimkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait revisi Rancangan Undang Undang Pendidikan Kedokteran (Dikdok). Dikatakan Willy, DIM sangat diperlukan karena RUU Dikdok secara resmi sudah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR sejak September 2021 dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2022, sehingga mau tidak mau harus diselesaikan. Lantas ia pun membeberkan beberapa masalah yang ada dalam pendidikan kedokteran yang ada. Misalnya, dokter masih sangat terbatas dan menumpuk di Jawa dan wilayah perkotaan. Penyebabnya adalah kehendak untuk mengembalikan biaya pendidikan yang begitu mahal. "Belum lagi adanya mekanisme UKMPPD (Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter). Ujian kompetensi ini telah membuat seorang calon dokter menjadi masuk sulit, keluar pun sama sulitnya," ujarnya. Masalah lain, masih menurut Willu, tingginya biaya pendidikan kedokteran saat ini menjadi semakin sulit untuk dijangkau oleh mereka yang terbatas secara ekonomi. Pendidikan kedokteran menjadi identik milik kalangan mampu dan berduit belaka. "Untuk itu dunia kedokteran perlu reformasi. Di luar negeri orang berlomba-lomba membuka RS pendidikan, di kita limited bahkan swasta sulit jadi RS pendidikan. Kami tidak ingin jadi negara yang terjebak pada komersialisasi," tutup Legislator dari Dapil Jawa Timur XI itu. (Ery)