Antara Soekarno, Pohon Sukun di Ende dan Pancasila

Aan Sutisna
Aan Sutisna
Diperbarui 30 Mei 2022 01:32 WIB
Ende, MI - Nosen W Doi, seorang staf Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende, NTT sekilas tampak seperti orang kebanyakan. Tetapi tahukah Anda bahwa Nosen sebenarnya menyimpan sebuah kisah penting tentang pohon sukun di Ende dan kaitannya dengan Pancasila. Adalah sebatang pohon sukun yang berdiri tegak di sebuah taman menghadap pantai jernih. Pohon ini menjadi monumen sekaligus bukti sejarah yang amat sangat penting bagi bangsa. Di dekat pohon sukun terdapat sebuah prasasti yang diteken Budiono saat menjabat Wakil Presiden. Dituliskan bahwa di bawah pohon sukun itulah Soekarno menemukan butir-butir falsafah negara yang sekarang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai Pancasila. Diwawancarai secara khusus oleh Tim Humas Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada Minggu (29/5), Nosen menyatakan bahwa pohon sukun yang sekarang berdiri bukanlah pohon sukun asli di mana Soekarno duduk untuk merenung di masa pembuangannya di NTT oleh pemerintah kolonial Belanda. "Pohon sukun yang asli mati pada tahun 1979. Pemerintah daerah waktu itu menanam kembali, namun mati sehingga Bupati Ende saat itu meminta kepada para sahabat Bung Karno yang masih hidup waktu itu untuk menanam pohon ini pada tanggal 17 Agustus 1980. Dan inilah pohon sukun yang ditanam itu, masih subur dan bertumbuh sampai saat ini," ujarnya. Nosen menjelaskan, sayangnya, semua sahabat Soekarno saat dibuang ke Ende sudah meninggal dunia. Nosen adalah saksi cerita dan kisah dari pada sahabat Soekarno tentang hidup Sang Proklamator tersebut semasa dibuang di Ende. Nosen pun menceritakan kisah Soekarno yang kembali berkunjung ke Ende sehabis Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. "Soekarno kembali ke Ende tahun 1950 dan berpidato di depan ribuan masyarakat Ende. Dia menunjuk pohon sukun dan menyatakan di tempat itulah dirinya merenungi dan menemukan butir-butir mutiara yang menjadi falsafah bangsa, Pancasila," terangnya. Soekarno pun, ujar Nosen dalam wawancara bersama BPIP, meminta kepada masyarakat untuk merawat pohon sukun tersebut. "Pesan Bung Karno saat itu: jikalau pohon sukun itu mati karena usia, harus ditanam lagi. Oleh karena itu, kami tanam kembali dan ini adalah pohon sukun yang kami tanam kembali. Kami menjalankan amanah dari Bung Karno," tuturnya. Dia pun menunjukkan keunikan pohon sukun yang berdiri tegap tersebut. "Lihat, ini bukan kebetulan untuk kami. Kami tanam satu pohon, keluar lima cabang. Kami percaya ini adalah lambang negara yang terpatri dalam lima cabang tersebut. Lima sila Pancasila ada di pohon sukun ini," katanya. Nosen tegas menyatakan bahwa Ende adalah saksi sejarah penting bangsa Indonesia. "Ende adalah rahim pengandung lima butir Pancasila, dan Jakarta adalah tempat kelahirannya. Pancasila adalah benar-benar tergali di Ende dan menjadi milik semua orang Indonesia," tegasnya. Sang penjaga pohon sukun tersebut pun memberikan sebuah pesan singkat bagi bangsa Indonesia. "Pesan saya, untuk rekonstruksi sejarah pengasingan Soekarno itu sulit, tetapi apa yang menjadi sejarah di Ende semestinya menjadi catatan dalam lembar sejarah nasional. Pancasila yang dikandung di Ende harus menjadi bagian penting dalam sejarah bangsa ini, dikenal dan diingat oleh semua masyarakat," tutupnya. Dan dalam sebuah catatan sejarah tersebut, pohon sukun itu menjadi saksi bagaimana cita-cita bangsa Indonesia tertuang dalam Pancasila. (Aswan)