Maruarar Siahaan: Saya Lihat RKUHP Ada Bagian Disisihkan di Bab 7

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 September 2022 06:03 WIB
Jakarta, MI - Menarik apa yang disampaikan  Dr. Maruarar Siahaan, dalam Seminar yang diselenggarakan bersama oleh Yayasan Komunikasi Indonesia(YKI), Pengurus Nasional Perkumpulan Senior (PNPS) GMKI, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Program Doktor Hukum UKI dan Persatuan Wartawan Nasrani (PEWARNA) dalam rangka memperingati satu tahun wafatnya Sabam  Sirait. [caption id="attachment_491786" align="aligncenter" width="476"] Ratusan peserta seminar terlebih dahulu menggelar ibadah[/caption] Rektor UKI 2014-2018 ini langsung mengkritisi tema yang diangkat dalam Seminar yakni Merawat Pancasila, tapi faktanya di Indonesia yang terjadi sebaliknya.  Ada banyak kasus dan masalah melanda bangsa Indonesia saat ini. “Kita baru disuguhi berita, ada Hakim Agung yang korupsi, belum lagi kasus Sambo dan berbagai masalah lainnya. Jadi seolah keadilan itu sudah luntur,” kritik mantan Hakim Konstitusi ini, Kamis (29/9). Dia juga menyoroti fakta yang ironis bahwa ada Bupati/Walikota yang menolak izin rumah ibadah atau gereja. Logikanya adalah tidak mungkin seorang pejabat menolak hal itu, karena setiap pejabat daerah dan pusat,  sudah sumpah jabatan memegang setia Pancasila. Ia mencontohkan sebuah kasus di Amerika bagaimana pemerintah hadir nyata dan tegas dalam penegakan keadilan.  Tahun 1956, bagaimana Mahkamah Agung Amerika ketika memutuskan menolak adanya pemisahan sekolah kulit hitam dan kulit putih di Arkansas. Waktu masih diterapkan segregation. Meski  putusan itu ditentang dan dilawan seantero negara bagian di selatan Amerika, tapi keputusan MA ini ditegakkan paksa Presiden Eisenhower, bahkan dengan menurunkan pasukan garda nasional megawasi penyatuan kulit putih dan kulit hitam dalam salah satu sekolah. Sejak itu pemisahan atau segregation dihapuskan dari AS. “Saya sudah lihat RKUHP ada yang perlu disisihkan, terutama Bab 7," katanya. Menurutnya, berbicara keadilan tidak ada jaminan keadilan kecuali terkait kepribadian hakim agung itu sendiri. Karena itu, rekrutmen hakim  itu perlu diseleksi dengan ketat melibatkan semua pihak. Sekarang ini yang dikhawatirkan adalah masalah leadership. “Kalau saya presiden saya kirim pasukan untuk menuntaskan kasus ketidakadilan sehingga tidak berlarut-larut.  Mereka (pemimpin)  sudah janji setia pada Pancasila,” tegasnya. Merujuk hasil peneliti UI, kata Maruarar, walaupun Mahkamah Konstitusi pengawal Pancasila sebagai Ideologi negara, tapi dalam setiap  putusannya itu hampir tidak ada merujuk kepada Pancasila itu sendiri. Ini bisa menjadi masalah. “Ketika jadi hakim MK, saya menolak hukuman mati, dengan alasannya itu bagian privilege  Allah. Tapi sejawat, mengatakan nanti dulu Pak Maruarar, Allah mana dulu menolak hukuman mati,” ujarnya menirukan sanggahan hakim lainnya. Seharusnya, sambung Maruarar, ketika HAM sudah masuk ke konstitusi dan bagian dari norma konstitusi,  misalnya dalam pasal perlindungan, penghormatan, pemenuhan hak maka  itu tanggung jawab negara dan pemerintah. Kebebasan Beragama Maka tidak ada pilihan lain, misalnya kebebasan beragama tidak bisa ditentang oleh pihak yang mengaku mayoritas sekalipun. Presiden harus memastikan keadilan ditegakkan, bila perlu meniru tindakan Presiden Eisenhower tak segan menurunkan tentara garda nasional. “Saya berharap, meski sekarang ini, keadaan negara mengkuatirkan, sudah seperti ini, tapi kita tetap harus optimis berharap ada lebih baik, penegakan keadilan  ke depan,” tukasnya. Sementara Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dr. Karjono, mengemukakan pentingnya aktualisasi Pancasila dalam ideologi bangsa. Mengutip Soekarno mengatakan bahwa Pancasila sebagai ideologi negara karena sebelumnya Pancasila sebagai dasar negara. "Sejarah RKUHP tidak terlepas dari KUHP warisan Kolonial Belanda. Pertama  tahun 1963 dibuat seminar. Kemudian tahun 1964 dibentuk perumus. Namun baru tahun 1970 dibuat panitia perumus. Pada periode 2014-2019 periode pembahasan di DPR tingkat pertama untuk menyepakati draf RKUHP dibahas multiyears,” jelasnya. Menurutnya, urgensi  RKUHP di Indonesia sangat penting karena perlu hukum sendiri yang mengangkat nilai-nilai kearifan lokal, adat dan lainnya. Dalam RKUHP banyak solusi-solusi dikandung. BPIP sendiri ada 25 regulasi dengan  indikator menerapkan Pancasila. [caption id="attachment_491792" align="aligncenter" width="476"] Cucu tertua alamarhum Sabam Sirait yakni Yoshua Sirait bersalaman dengan wakil ketua BPIP Dr. Karjono dalam seminar memperingati satu tahun wafatnya Sabam  Sirait, Kamis (29/9/2022). [Foto: MI][/caption]Guru Besar Hukum Pidana UKI Prof. Dr. Mompang Panggabean mengatakan, kelahiran UU Tindak Pidana Subversi pada saat Indonesia dalam situasi revolusi dan normanya terlalu luas sehingga bertentangan dengan HAM. Pada saat Lokakarya di Batu, Jawa Timur 23-26 Oktober 1978, menyatakan tindak pidana subversi dilakukan dengan motif, latar belakang tujuan politik. Landasan Hidup Menurutnya, pencabutan UU No. 11 PnPs Tahun 1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi dengan UU No. 26 Tahun 1999. UU No. 11 PnPs Tahun 1963, bertentangan dengan HAM dan prinsip negara yang berdasarkan atas hukum serta menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga penerapannya menimbulkan ketidakadilan dan keresahan dalam masyarakat. “Pancasila harus dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal-hal yang sederhana” tegasnya. Ia mengingatkan bahwa Pidana bukan satu-satunya untuk menegakkan keadilan dan hukuman. Pasal-pasal dalam setiap undang-undang harus menjiwai nilai-nilai pancasila. Hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. “Pancasila harus dirawat secara berkelanjutan oleh masyarakat Indonesia dan menjadi landasan hidup berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.