Bambang Soesatyo Luncurkan Buku 'PPHN Tanpa Amandemen' di Universitas Terbuka

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Maret 2023 19:21 WIB
Jakarta, MI - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan alasan logis negara butuh peta jalan model Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yakni Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Hal itu ia ungkapkan dalam acara peluncuran buku terbarunya yang ke-30 berjudul 'PPHN Tanpa Amendemen' di Kampus Universitas Terbuka (UT), Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Selasa (21/3) Buku 'PPHN Tanpa Amendemen" ditulis Bamsoet berdasarkan hasil penelitiannya selama berbulan-bulan, setelah dua tahun lebih kuliah dan mengikuti pendidikan pada program studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Padjadjaran. "Kita ingin bangsa kita lebih besar lagi dari hari ini. Inilah kita pentingnya menghadirkan PPHN agar terjadi kesinambungan pembangunan dari masa-masa siapapun Presidennya," kata Bamsoet. Tanpa PPHN, ia tidak yakin bangsa Indonesia memiliki kesinambungan dalam menyelesaikan permasalahan di masa mendatang. "PPHN tanpa amandemen bukan menghambat perubahan, namun justru membantu generasi mendatang dalam memastikan tidak ada pembangunan yang terbengkalai hanya karena pemimpin baru memiliki visi dan misi berbeda dengan pemimpin sebelumnya. Kita sesuaikan dengan kekayaan alam dan sumber daya yang kita miliki dan disesuaikan dengan perubahan zaman. PPHN mengantisipasi berbagai permasalahan di masa depan," jelasnya. Menurut Bamsoet kehadiran PPHN membuat pembangunan nasional kembali menemukan roh dan jati dirinya sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan konstitusi. Selain itu, sekaligus mengingatkan pada gagasan pentingnya perencanaan pembangunan nasional sebagaimana dikemukakan oleh pendiri bangsa pada 1947 (76 tahun yang lalu) yang terlihat dalam tujuh bahan-bahan pokok indoktrinasi, tujuannya adalah mewujudkan Indonesia yang maju, sejahtera, dan makmur. Riset yang dilakukan Bamsoet tentang peta jalan model GBHN dengan nomenklatur PPHN tersebut dilandasi tujuan strategis. Dari hasil penelitiannya, Bamsoet menyimpulkan ada lima alternatif pedoman pengaturan PPHN dalam prinsip-prinsip Good Government Policy of Indonesia. Alternatif pertama, melalui perubahan terbatas UUD 1945, khususnya pada pasal 3 dan pasal 23 ayat 1 UUD 1945 yang memasukkan substansi kewenangan MPR. "Yakni menyusun PPHN dan melaksanakan PPHN oleh pemerintah," katanya. Alternatif kedua, lanjut Bamsoet, PPHN melalui konvensi ketatanegaraan tanpa melalui amendemen. "Konvensi merupakan kebiasaan atau tindakan yang bersifat mendasar yang dilakukan dalam menyelenggarakan aktivitas kenegaraan oleh alat kelengkapan negara. Dalam hal ini dilakukan oleh delapan lembaga negara untuk menyemangati pembentukan PPHN," jelasnya. Alternatif ketiga, tambahnya, PPHN dalam Tap MPR melalui revisi atau judicial review. Peniadaan pasal 7 ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011 junto UU Nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 12 tahun 2011. Menurut Bamsoet, dengan meniadakan penjelasan pasal 7 ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011, maka dengan sendirinya tidak ada lagi batasan pemahaman terhadap Tap MPR sebagaimana dimaksud dalam Tap MPR Nomor 1 tahun 2003. "Karena itu, hierarki sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat 1 secara konsisten dapat dilaksanakan sesuai hierarki peraturan perundang-undangan," bebenya. Alternatif keempat, menurut Bamsoet adalah dengan mengubah UU Nomor 17 tahun 2014 junto UU Nomor 13 tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3. "Langkah ini dengan memasukkan substansi menambah kewenangan MPR membentuk PPHN, dengan menerbitkan produk hukum berupa Tap MPR, yaitu pada pasal 4. Tujuannya agar PR akan kembali memiliki kewenangan subyektif superlatif dan sinkron dengan pasal 5 UU tersebut," ungkapnya. Terakhir, alternatif kelima adalah PPHN dalam bentuk UU Lex Spesialis menggantikan UU Nomor 25 tahun 2004 tentang SPPN. "PPHN dibentuk dengan undang-undang khusus menggantikan UU SPPN. Undang-undang ini nantinya berisi pokok-pokok haluan negara sehingga memerlukan undang-undang sebagai penjabaran," tandasnya. Sebagai informasi, acara bedah buku ini dilaksanakan bersamaan dengan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Acara tersebut selain dihadiri secara luring oleh para dosen dan mahasiswa di Kampus UT, juga diiukuti mahasiswa Universitas Terbuka secara daring dari suluruh Indonesia dan mancanegara. Bedah buku ke-30 Bamsoet ini menghadirkan beberapa pembahas yakni; Prof. Hamdan Zoelva (Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2013-2015) dan Andi Irmanputra Sidin (Ahli Hukum Tata Negara) dengan dipandu Prof. Gorky Sembiring (Dosen Senior UT).