Wartawan Rangkap LSM, Dewan Pers Tegaskan Hal ini

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 November 2023 00:19 WIB
Dewan Pers (Foto: MI/Aswan)
Dewan Pers (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Dewan Pers melalui Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers seringkali menerima pengaduan masyarakat dan kelompok sosial lainnya terkait adanya sejumlah wartawan atau Pimpinan Redaksi Pers, yang juga merangkap sebagai anggota aktivis di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi kemasyarakatan tertentu, Selasa (21/11).

Maka masyarakat seringkali mengaku tidak nyaman dan resah atas kehadiran mereka. Bahkan tidak jarang media-media tersebut dalam pemberitaannya mengutip pernyataan Wartawan atau pimpinan medianya sebagai narasumber dengan atribusi pimpinan aktivis LSM atau organisasi massa tertentu.

Dalam menjalankan kegiatan jurnalistik seringkali Wartawan dengan berbagai alasan mengaku sebagai anggota LSM atau aktivis organisasi massa tertentu, baru kemudian sebagai Wartawan atau memuat hasil informasi yang diperolehnya di media mereka tanpa memberitahukan kepada orang yang diwawancarainya.

Dalam hal ini, Dewan Pers mengingatkan bahwa Pasal 1 butir 4 Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers menyatakan Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers menyatakan Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Selanjutnya Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik berbunyi Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik berbunyi Wartawan Indonesia menempuh cara – cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Cara – cara profesional antara lain menunjukan identitas diri kepada narasumber.

Mengingat serangkaian tugas yang diemban, seorang Wartawan profesional akan tersita waktunya untuk menjalankan tugas profesionalnya itu. Dengan demikian, seorang Wartawan profesional akan fokus pada tugas-tugas yang diembannya.

Seseorang menjadi anggota aktivis LSM dan anggota organisasi massa merupakan hak asasi dan hak konstitusionalnya, termasuk Wartawan. Karena itu tidak ada larangan menjadi anggota LSM atau organisasi massa tertentu.

Meskipun demikian, demi menjaga independensi dan menghindari terjadinya konflik kepentingan sebagai Wartawan profesional, apabila ada peristiwa yang menyangkut kepentingan LSM yang dipimpin atau diikuti Wartawan tersebut wajib tidak melakukan kerja Jurnalistik terkait subjek atau objek LSM dan organisasi massa.

Lebih baik lagi apabila Wartawan tersebut mengundurkan diri dari keanggotaan aktivitas LSM atau organisasi kemasyarakatan tertentu demi menjaga kemurnian Pers profesional.