Firman Soebagyo Kritik Putusan MK soal Perpanjangan Masa Jabatan DPRD: Dinilai Cederai Demokrasi

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 30 Juni 2025 10:24 WIB
Firman Soebagyo (Dok. MI)
Firman Soebagyo (Dok. MI)

Jakata, MI - Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, angkat suara menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan anggota DPRD seiring keputusan untuk memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah. Menurutnya, putusan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi mencederai prinsip demokrasi.

"Perpanjangan masa jabatan DPRD menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi karena mereka dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu. Tanpa proses pemilihan ulang, bagaimana kita bisa memastikan mereka masih mewakili aspirasi rakyat?" ujar Firman, Senin  (30/6/2025).

Firman, yang juga merupakan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan mewakili Dapil Jawa Tengah III, menilai keputusan itu bisa berdampak serius terhadap kualitas keterwakilan rakyat di parlemen daerah. Ia menegaskan, pemilu yang langsung dan berkala adalah ciri utama demokrasi, dan memperpanjang masa jabatan tanpa mandat baru dari rakyat bisa melemahkan kepercayaan publik.

"Rakyat memilih berdasarkan konteks waktu tertentu. Dalam masa jabatan yang diperpanjang, bisa saja aspirasi rakyat sudah berubah, sementara wakilnya tetap. Ini mengganggu prinsip representasi," jelasnya.

Meski demikian, Firman mengingatkan bahwa putusan MK memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Namun, ia menilai perlu dilakukan kajian mendalam terhadap dampak lanjutan dari keputusan tersebut terhadap sistem demokrasi di Indonesia.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi sebelumnya memutuskan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah. MK menyatakan bahwa pemungutan suara nasional harus diberi jarak maksimal 2 tahun 6 bulan dari pemilihan kepala daerah. Hal ini sekaligus memperpanjang masa jabatan anggota DPRD yang seharusnya berakhir bersamaan dengan pemilu serentak.

“Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015… bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai…” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.

Putusan ini menuai berbagai respons dan menjadi bahan perdebatan di kalangan politisi, akademisi, dan masyarakat sipil yang mempertanyakan kesesuaiannya dengan prinsip demokrasi dan tata hukum yang berlaku.

Topik:

MK Cederai Demokrasi DPR Fraksi Golkar