10 Juta Data Bansos Diduga Fiktif, Rieke Dukung PPATK Usut Tuntas

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 7 Agustus 2025 09:51 WIB
Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka (Foto: Ist)
Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, kembali melontarkan kritik keras terkait temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Politikus PDIP yang populer lewat perannya sebagai “Oneng” ini menyoroti temuan mengejutkan terkait dugaan penyimpangan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos).

Melalui akun media sosial pribadinya, @riekediahp, Rieke mengungkap adanya sekitar 10 juta data fiktif penerima bansos yang ditemukan oleh PPATK. Temuan itu menurutnya sangat mencoreng prinsip keadilan sosial dalam sistem kesejahteraan negara.

Rieke menyebut kebocoran data ini bisa membuat negara merugi puluhan hingga ratusan triliun rupiah setiap tahun. 

“Tak ada pembangunan yang lahirkan kesejahteraan jika basisnya data fiktif negara,” ujar Rieke kepada wartawan, Rabu (6/8/2025).

Ia mengapresiasi langkah tegas Presiden Prabowo Subianto yang memberikan instruksi langsung kepada PPATK untuk membongkar permainan data bansos. Menurutnya, ini sebagai momen penting untuk membersihkan sistem bantuan sosial dari kebocoran dan penyimpangan.

Rieke juga menegaskan bahwa isu data fiktif bukanlah hal baru. ia menyebut, sejak tahun 2021, tercatat ada sekitar 52,5 juta data penerima bansos yang diduga tidak valid. 

Jika masing-masing menerima rata-rata Rp6 juta per tahun dari program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT), maka potensi kerugian negara bisa mencapai Rp126 triliun setiap tahunnya.

“Pertanyaannya, kalau datanya fiktif, ke mana aliran dananya?” kata Rieke.

Adapun temuan terbaru PPATK, sebanyak 571.410 penerima bansos terindikasi terlibat dalam aktivitas mencurigakan, mulai dari pinjaman online (pinjol), judi online (judol), hingga bisnis narkotika dan terorisme. 

Tak hanya itu, ada sekitar 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara negara digunakan untuk mengendapkan Rp2,1 triliun dana bansos.

“Bayangkan, kalau 10 juta data fiktif dikalikan Rp6 juta per orang, itu sudah Rp60 triliun lari ke rekening yang tak jelas,” imbuhnya. 

Rieke menegaskan bahwa data bansos bukan sekadar angka, melainkan menyangkut hak rakyat dan kredibilitas negara. Oleh karena itu, ia mendorong agar dilakukan reformasi menyeluruh terhadap sistem pendataan penerima bantuan.

Ia juga mendukung Presiden Prabowo untuk membenahi data dasar negara yang akurat, aktual dan relevan. "Harapan saya Presiden Prabowo berani dan berkomitmen menjadi “Bapak Satu Data Indonesia Berbasis Data Desa/Kelurahan Presisi," pungkas Rieke.

Topik:

dpr-ri ppatk bantuan-sosial