Impor Etanol Bebas Tarif Dinilai Ancam Petani, DPR Desak Pemerintah Tinjau Ulang


Jakarta, MI - Anggota DPR Fraksi PKS Slamet, mengkritik kebijakan impor etanol bebas tarif yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025. Kritik tersebut ia sampaikan dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI bersama Menteri Pertanian di Senayan.
Slamet menilai, meski kebijakan impor etanol bertujuan memenuhi kebutuhan energi terbarukan dan menekan harga, namun penerapan tanpa pembatasan berpotensi merugikan petani lokal serta melemahkan industri gula nasional.
“Dengan dibukanya impor etanol tanpa kuota, rekomendasi teknis, maupun pembatasan lainnya, harga bahan baku lokal seperti tetes tebu akan tertekan. Petani tebu yang sudah menanggung biaya produksi dan tenaga kerja akan kesulitan mendapatkan margin yang adil. Ini jelas mengancam keberlanjutan usaha mereka,” tegas Slamet, Sabtu (20/9/2025).
Slamet menjelaskan, kebijakan impor etanol bebas tarif tak hanya memengaruhi harga tetes tebu, tetapi juga mengancam industri hilir. Pabrik etanol dan pabrik gula yang selama ini menyerap bahan baku lokal bisa mengalami penurunan produksi hingga penumpukan stok tetes tebu.
Kondisi tersebut, lanjut Slamet, bukan hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga menimbulkan persoalan lingkungan. Terlebih, saat ini Indonesia masih mengalami surplus produksi etanol dan tetes tebu dalam negeri.
“Jika impor dibiarkan tanpa kendali, ini akan melemahkan daya saing industri lokal yang sudah berjuang untuk bertahan,” ujarnya.
Untuk mencegah kerugian yang lebih besar, Slamet merekomendasikan pemerintah meninjau ulang Permendag No. 16/2025 dengan mempertimbangkan langkah-langkah pengendalian, seperti penerapan kuota, rekomendasi teknis, atau mekanisme safeguard.
Ia juga mendorong pemerintah memperkuat hilirisasi industri dalam negeri dengan diantaranya, meningkatkan kapasitas produksi etanol lokal, mendorong diversifikasi bahan baku, menetapkan skema kompensasi atau margin harga yang aman bagi petani dan mempercepat implementasi kebijakan biofuel blending secara adil dan transparan
“DPR RI melalui Komisi IV akan terus mengawasi pelaksanaan kebijakan ini. Jika terbukti merugikan petani dan menekan industri gula nasional, kami akan meminta pemerintah melakukan revisi atau pembatasan kembali. Kepentingan petani dan ketahanan pangan harus menjadi prioritas utama,” pungkas Slamet.
Kritik ini mencerminkan kekhawatiran DPR terhadap dampak liberalisasi impor etanol yang berpotensi melemahkan sektor pertanian dan industri gula nasional di tengah upaya Indonesia memperkuat kemandirian energi.
Topik:
ChatGPT said:DPR PKS impor etanol Permendag 16 2025 petani tebu industri gula energi terbarukan biofuel kebijakan impor ketahanan pangan pemerintahBerita Sebelumnya
2 Pekerja Freeport Terjebak Longsor Ditemukan Meninggal Dunia
Berita Terkait

Program P3TGAI 2025: Rp1,8 Triliun Anggaran untuk Irigasi dan Lapangan Kerja
2 Oktober 2025 12:07 WIB

Wamentan Sudaryono: Kementan Garda Terdepan Wujudkan Swasembada Pangan Nasional
1 Oktober 2025 20:16 WIB

Apresiasi Pidato Presiden Prabowo di KTT PBB, Menteri Dody: Infrastruktur Bukan Sekadar Fisik, Tetapi Perisai Ketahanan Bangsa
26 September 2025 02:14 WIB

Ahmad Labib Minta APBN Fokus pada Ekonomi Digital dan Energi Terbarukan
24 September 2025 16:09 WIB