Handi Risza: Dugaan Mark-Up Kereta Cepat Momentum KPK Tegakkan Hukum Tanpa Pandang Bulu

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 29 Oktober 2025 2 jam yang lalu
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Handi Risza. (Foto. Rizal Siregar)
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Handi Risza. (Foto. Rizal Siregar)

Jakarta, MI - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mulai menyelidiki dugaan penggelembungan anggaran atau mark-up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Handi Risza, menilai langkah tersebut merupakan momentum penting bagi KPK untuk menegaskan komitmen pemberantasan korupsi di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Ini adalah momentum yang paling tepat bagi KPK untuk memulai pengusutan adanya indikasi mark-up proyek besar yang merugikan keuangan negara,” ujar Handi di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Rabu (29/10/2025).

 

Ia menambahkan, kebijakan Presiden Prabowo yang menolak memberi ruang bagi koruptor sejalan dengan semangat transparansi dan penegakan hukum.

“Langkah KPK ini sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo untuk tidak memberikan ruang sedikit pun bagi koruptor yang telah mencuri uang rakyat,” ucapnya.

Menurut ekonom Universitas Paramadina itu, dugaan mark-up proyek KCJB tidak bisa dilepaskan dari proses pengambilan keputusan pada masa pemerintahan sebelumnya. Ia menyoroti peralihan mitra proyek dari Jepang ke Tiongkok yang diikuti lonjakan nilai investasi.

“Proyek KCJB semula akan menggandeng Jepang sebagai mitra, namun kemudian diarahkan ke China. Padahal Jepang telah menyelesaikan studi kelayakan lebih awal,” jelas Handi.

Handi menjabarkan, penawaran awal dari China senilai US$5,5 miliar, lalu naik menjadi US$6,02 miliar, mendekati penawaran Jepang sebesar US$6,2 miliar. Namun, biaya akhir proyek justru membengkak hingga US$7,27 miliar.

“Penawaran Jepang digugurkan karena meminta jaminan APBN, sementara China menjanjikan skema business-to-business. Padahal jika dihitung total biaya keseluruhan, tawaran Jepang sebenarnya lebih murah,” ungkapnya.

Handi mengingatkan bahwa proyek ini pada awalnya dijanjikan tidak akan membebani keuangan negara. Namun, situasi berubah setelah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 yang membuka peluang penggunaan dana APBN melalui penyertaan modal negara (PMN).

“Janji tidak menggunakan APBN hanya bertahan lima tahun. Setelah Perpres 93/2021 terbit, pemerintah memberikan ruang pembiayaan melalui APBN untuk menjaga keberlanjutan proyek,” ujarnya.

Peraturan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023, yang mengatur pelaksanaan penjaminan pemerintah untuk proyek KCJB.

Dugaan mark-up proyek kembali mencuat setelah Mahfud MD, mantan Menko Polhukam, membeberkan perbandingan biaya pembangunan per kilometer. Menurutnya, biaya proyek di Indonesia mencapai US$52 juta per km, jauh lebih tinggi dibandingkan US$17–18 juta per km di Tiongkok.

Sebelumnya, Anthony Budiawan, Managing Editor Political Economy and Policy Studies (PEPS), juga menyebut terdapat indikasi kuat penggelembungan biaya antara 20–60 persen dalam proyek tersebut.

Menutup pernyataannya, Handi menegaskan komitmen PKS untuk mendukung penuh langkah penegak hukum dalam menindak kasus dugaan korupsi yang merugikan negara.

“PKS mendukung penuh langkah KPK menyelidiki dugaan mark-up proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung. Ini sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo untuk mengambil tindakan tegas terhadap para koruptor,” tegasnya.

 

 

Topik:

Tag: korupsi KPK kereta cepat Whoosh