Dorong Pertumbuhan Industri Film, DPR Soroti Perlunya Revisi UU Perfilman

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 5 November 2025 10:41 WIB
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim (Dok. MI)
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim (Dok. MI)

Jakarta, MI  – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia menegaskan pentingnya penguatan industri film nasional sebagai sarana promosi budaya sekaligus diplomasi Indonesia di kancah global. Menurutnya, film adalah medium yang efektif untuk memperkenalkan kekayaan budaya nusantara kepada dunia.

“Kita bisa melihat bagaimana Korea Selatan dan India berhasil menggunakan film sebagai alat penetrasi budaya ke berbagai negara,” ujar Chusnunia dalam keterangan tertulis, Rabu (5/11/2025).

Ia menyebut, Indonesia memiliki peluang serupa untuk memanfaatkan karya-karya film dalam memperkenalkan budaya dan pariwisata ke luar negeri. Apalagi, film-film Indonesia dalam beberapa tahun terakhir semakin sering tampil dan meraih apresiasi di festival internasional seperti Cannes, Venice, Berlin, Busan, hingga Rotterdam.

“Industri perfilman sekarang bukan hanya urusan hiburan, tetapi sudah menjadi kekuatan ekonomi yang signifikan,” katanya.

Politisi yang akrab disapa Nunik itu memaparkan, pada tahun 2024, lebih dari 150 judul film lokal berhasil diputar di bioskop dan menarik lebih dari 80 juta penonton, dengan penguasaan pasar domestik mencapai 70 persen. 

Hingga Oktober 2025, jumlah penonton film nasional sudah mencapai 77 juta, menunjukkan tren pertumbuhan yang stabil.

Ia menambahkan, perkembangan industri film ikut mendorong terbukanya lapangan kerja, menggairahkan sektor pariwisata, hingga meningkatkan kesadaran sosial. Secara umum, subsektor film, musik, dan gim menyumbang sekitar 25 persen nilai ekonomi kreatif nasional, dengan kontribusi industri ekraf mencapai lebih dari 24 juta tenaga kerja.

“Proyeksi kontribusi industri film sebesar USD 9,8 miliar terhadap PDB pada tahun 2027 menunjukkan bahwa sektor ini adalah investasi masa depan,” tegasnya.

Namun, untuk mendukung perkembangan tersebut, Chusnunia menilai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman sudah tidak relevan dengan kebutuhan industri saat ini, terutama di tengah perkembangan teknologi digital.

“Kami akan mendorong Kementerian Ekonomi Kreatif untuk memastikan sektor film mendapatkan perhatian strategis dalam Rencana Induk Ekonomi Kreatif Nasional 2026–2045, serta dalam proses revisi UU Perfilman,” tutupnya.

Topik:

film nasional diplomasi budaya industri kreatif ekonomi kreatif pariwisata indonesia festival internasional uu perfilman