La Ode Ida: Paguyuban Budaya Seharusnya Jadi Pertunjukan Keluhuran Budaya

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 17 Desember 2021 14:57 WIB
Monitorindonesia.com- Tokoh Sulawesi Tenggara, La Ode Ida menegaskan, paguyuban beridentitas budaya seharusnya jadi pertunjukkan keluhuran nilai budaya bawaan komunitas yang niscaya berintikan kesejukkan dan kedamain. Tidak boleh menampilkan yang seram dengan kekerasan dan meresahkan. Demikian dikatakan oleh Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) La Ode Ida merespons bentrokan dua kelompok pemuda di Kendari Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menimbulkan keresahan masyarakat bahkan banyak korban alami luka-luka. "Kalau yang terjadi seperti disebut terakhir, maka hancurlah nilai" budaya itu, karena kekerasan dan kesangaran adalah ekspresi premanisme, suatu perilaku bentukan yang tak ada dalam ajaran budaya dan agama apapun. Kita berbudaya luhur, apalagi ajaran agama. Para pembina paguyuban adalah tokoh kunci yang mustinya peduli," kata La Ode Ida kepada wartawan, Jum'at (17/12/2021). Organisasi Masyarakat (Ormas), kata La Ode Ida, sebetulnya yang bebasis identitas budaya tertentu tentu tidak mungkin identitas budayanya atau kultur bawaan dari masyarakat itu kasar atau premanisme. "Saya kira tidak ada seperti itu, premanisme itu hanya bentukan, nah tetapi pada waktu gerakan-gerakan itu terjadi yang sudah meresahkan masyarakat polisi tetap diam saja, berbeda misalnya dengan untuk semacam aksi 212 itu kan dilarang, antisipasi itu kalau dari Jakarta dilarang, beberapa daerah kemudian dibiarkan termasuk di Kendari yang sampai hari ini," jelasnya. Menurut mantan Wakil Ketua DPD RI ini, Polisi terkesan tidak melakukan upaya-upaya pencegahan untuk deteksi dini menyikapi atau mengeluarkan suatu kebijakan agar tidak membuat korban dimasyarakat itu. "Sebenarnya itu tugas polisi, kalau polisi tidak memperhatikan hal itu maka mereka tidak menjalankan tugas secara profesional karena pengamanan masyarakat menciptakan stabilitas atau menciptakan rasa nyaman masyarakat, keteraturan sosial atau itu merupakan bagian dari tugas penegak hukum yakni Kepolisian," lanjutnya. Sekali lagi, kata La Ode Ida, menciptakan keteraturan sosial atau menegakkan aturan itu bagian dari tugas pihak kepolisian "Sekarang polisi kayaknya terlalu banyak tidak peduli stabilitas dalam tanda kutip ya, tidak terlalu peduli karena apalagi memberikan pelayanan untuk kenyamanan dan juga saya kira tidak terlalu menjadi fokus perhatian polisi saat ini dan polisi juga kebanyakan tugas kebanyakan pekerjaan dan sebagian pekerjaan itu mungkin mendatangkan intesif intesif diluar gaji yang tidak terhingga," ungkapnya. Lebih jauh lagi, menurut La Ode Ida, Polisi fokus pada sesuatu yang bisa mendapatangkan insentif secara materi yang memadai untuk mereka sementara yang tidak mendatangkan intesif materi itu cenderung terabaikan. "Makanya kenapa, misalnya kita lihat kegiatan apa fokus pada kegiatan misalnya pertambangan, sekarang ini minerba( mineral dan batubara) termasuk nikel disejumlah daerah dikawasan timur Indonesia, itu menjadi bagian dari fokus aparat kepolisian untuk kawasan hutan dan sebagian nya karena bersentuhan dengan bisnis bisnis besar bisnis sumber daya alam," katanya. Sementara, kata La Ode Ida, masyarakat itu tidak menciptakan stabilitas dan terabaikan, jadi tugas profesional polisi terganggu dengan tugas tugas yang terkait dengan adanya intensif atau tidaknya itu tidak menjalankan tugasnya. "Saya kira itu banyak yang menduga seperti itu dan pada banyak kasus juga tidak bisa dibantah dilapangan juga seperti itu, dan ini yang mengurangi profesionalisme atau menurunkan derajat polisi dalam menjalankan tugas nya," tutupnya. (Wawan)
Berita Terkait