Lampung Tengah Bergerak, Buku Hitam Prabowo dan Masa Depan Demokrasi Indonesia Kembali Dibedah

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 18 Januari 2024 18:37 WIB
Agenda Bedah Buku Hitam Prabowo Subianto dan Masa Depan Demokrasi Indonesia (Foto: Ist)
Agenda Bedah Buku Hitam Prabowo Subianto dan Masa Depan Demokrasi Indonesia (Foto: Ist)

Lampung, MI - Sejumlah elemen masyarakat, aktivis mahasiswa, Pemuda Lampung Tengah, Pegiat Sosial, dan Pegiat Pemilu dan Demokrasi menggelar Bedah Buku Hitam Prabowo Subianto dan Masa Depan Demokrasi Indonesia, di Padang Ratu, Lampung Tengah, Kamis (18/1).

Uj Irmansyah Pemuda Lampung Tengah Bergerak mengatakan, tujuan diskusi ini adalah bukan untuk mencari tahu siapa yang salah dan siapa yang benar, melainkan berkumpul di sini untuk mengetahui sejarah, fakta dan data-data yang terjadi pada masa lalu di Indonesia.

Irmansyah melanjutkan, tugas kita hari ini yakni mengingatkan sejarah hitam yang mencederai demokrasi dan hak asasi manusia di era 98 lalu. "Ini harus menjadi spirit gerakan generasi kita pada hari ini. Bahwa, kita tidak mungkin ada dan hidup bebas pada hari ini tanpa adannya generasi 98 yang memperjuangkan kebebasan tersebut," kata Irmansyah.

Dia melanjutkan, bahwa Prabowo mesti bertanggungjawab atas tragedi 98. Apakah sejarah ini benar atau salah, makanya kemudian kita ingat sejarah dan mendorong pengadilan hukum seadil-adilnya.

Sementara Aktivis Milenial dan Tokoh Pemuda Lampung lainnya, Syarif Hidayatullah menyebut seperti apa yang dijelaskan dalam buku ini, bahwa Prabowo Subianto jelas-jelas melanggar HAM pada zaman Orde Baru berkuasa yang dipimpim oleh rezim otoriter Soeharto.

"Buku ini merefleksikan dan mengajak kepada kita semua untuk menghidupkan api perjuangan untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusian," jelas Syarif.

Syarif menilai, sangat aneh jika hingga hari ini Prabowo Subianto dibebaskan dan belum diadili. Padahal, sangat jelas seperti yang diungkap dalam buku ini kalau Prabowo bersalah berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira.

"Kita semua senantiasa bersuara, bahwa perjuangan kemunusian adalah abadi yang harus disuarakan oleh semua pihak termasuk aktivis mahasiswa dan aktivis sosial," kata Syarif.

Lebih lanjut, Pegiat Hukum dan HAM Syaiful Hidayatullah, mengatakan pelanggaran HAM cenderung dilakukan negara. Padahal, kata Syaiful, sebenarnya negara mesti menjamin HAM, menghormati dan melindunginya.

"Dalam konteks pelanggaran HAM Berat masa lalu seperti tragedi penghilangan paksa aktifis, tragedi Mei 98, tragedi Papua dan Timor Leste seperti terungkap dalam buku Hitam Prabowo Subianto ini, negara berlindung dibalik stabilitas nasional atau keamanan negara," kata Syaiful.

Menurutnya, buku Hitam Prabowo ini memuat bukti-bukti yang mengungkapkan bahwa benar Prabowo terlibat dan menjadi aktor intelektual dalam kerusahan Mei 98 dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktifis seperti yang telah diputuskan oleh Dewan Kehormatan Perwira.

"Sebagai Pegiat Hukum dan HAM, tentu mendorong persoalan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus diproses secara hukum melalui pengadilan adhock," jelas Syaiful.

Selain itu, lanjut Syaiful, pelaku pelanggar HAM Berat masa lalu tidak boleh diberikan ruang untuk memimpin negeri ini karena terdapat cacatan kelam kemanusian dan merusak demokrasi.