Pemprov Bersih? Jangan Cuma Retorika, Buktikan dengan Tindakan!


Sofifi, MI – Gubernur Malut, Sherly Tjoanda, baru sebulan lebih menjabat, namun komitmennya dalam membangun pemerintahan bersih dan transparan sudah menghadapi ujian serius. Dalam pidato perdananya pada 6 Maret 2025 di rapat paripurna DPRD Malut, Sherly menegaskan sikap tegasnya terhadap pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Namun, berselang beberapa pekan kemudian, kehadiran Abjan Sofyan dalam forum resmi Pemprov Malut menimbulkan spekulasi besar di tengah publik.
Sherly yang sejak awal menekankan tata kelola pemerintahan yang bersih menyatakan bahwa dirinya bersama Wakil Gubernur Sarbin Sehe tidak akan memberi ruang bagi praktik korupsi di lingkungan Pemprov Malut.
“Kami hadir untuk mengabdi kepada rakyat, bukan untuk memperkaya diri. Kami akan berdiri di garda terdepan dalam memberantas praktik-praktik yang merugikan negara dan rakyat ini,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa setiap rupiah dari APBD harus dikelola secara transparan dan diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat, bukan segelintir elite.
“Saya tidak ragu untuk menindak siapa pun yang menyalahgunakan jabatan atau mempolitisasi rakyat demi kepentingan pribadi,” tambahnya.
Namun, komitmen ini mulai dipertanyakan ketika Abjan Sofyan, seorang mantan pejabat yang pernah tersangkut kasus korupsi, kembali menduduki jabatan strategis di lingkungan Pemprov Malut.
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, Abjan Sofyan bukanlah sosok asing dalam dinamika pemerintahan Maluku Utara. Pada tahun 2016, saat menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Halmahera Barat, ia ditahan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku Utara atas dugaan korupsi APBD tahun 2007-2009 yang merugikan negara hingga Rp11,8 miliar.
Penyidik menemukan bukti kuat keterlibatannya dalam kasus tersebut, sehingga Abjan ditahan untuk menghindari potensi melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
Kasus itu juga menyeret beberapa nama lain, termasuk mantan Wakil Bupati Halmahera Barat Penta Libela Nuara dan mantan Kabag Keuangan Usman Drakel.
Namun, meskipun memiliki rekam jejak seperti itu, Abjan Sofyan kini kembali diberi jabatan strategis sebagai Ketua Tim Percepatan Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan Daerah, tim yang dibentuk langsung oleh Gubernur Sherly Tjoanda.
Sekretaris Daerah Maluku Utara, Samsuddin Abdul Kadir, memberikan klarifikasi terkait posisi Abjan dalam pemerintahan.
“Rapat itu saya yang pimpin, makanya saya duduk di posisi kanan Pak Abjan. Pak Abjan hadir di sana atas undangan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) karena beliau adalah Ketua Tim Percepatan Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan Daerah,” ujar Samsuddin pada 28 Maret 2025.
Pernyataan ini seakan ingin meredam spekulasi, tetapi justru memunculkan lebih banyak pertanyaan. Jika Gubernur Sherly serius dalam membangun pemerintahan yang bersih, mengapa seorang yang pernah tersangkut kasus korupsi justru diberi jabatan strategis?
Penunjukan Abjan Sofyan menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak. Banyak yang mempertanyakan kebijakan Gubernur Sherly yang seharusnya lebih selektif dalam memilih pejabat strategis, terutama jika mengusung prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Sejumlah pihak menilai bahwa keputusan ini menunjukkan ketidakpercayaan terhadap aparatur sipil negara (ASN) yang saat ini masih aktif di Pemprov Malut. Padahal, banyak pejabat senior yang dianggap lebih layak untuk mengisi posisi tersebut.
Nama-nama seperti Sekda Samsuddin Abdul Kadir, Kepala Inspektorat Nirwan MT. Ali, Kepala BPKAD Ahmad Purbaya, Bambang Hermawan, Abubakar Abdullah, hingga Salmin Janidi disebut-sebut sebagai sosok yang lebih berpengalaman dan bersih.
Di sisi lain, muncul spekulasi bahwa penunjukan Abjan Sofyan tidak lepas dari faktor kedekatannya dengan almarhum Benny Laos, mantan Bupati Pulau Morotai, yang juga suami Sherly Tjoanda. Dugaan ini semakin memperkeruh suasana di internal Pemprov Malut dan berpotensi memicu konflik kepentingan.
Kini, sorotan tertuju pada langkah yang akan diambil oleh Gubernur Sherly Tjoanda. Apakah ia akan mempertahankan keputusan ini dan berisiko kehilangan kepercayaan publik, atau justru mengambil langkah korektif untuk membuktikan bahwa janjinya bukan sekadar retorika?
Bagi masyarakat Maluku Utara, janji anti-KKN yang digaungkan Sherly akan menjadi tidak berarti jika tidak diwujudkan dalam kebijakan nyata. Jika ia tetap mempertahankan Abjan Sofyan di struktur Pemprov Malut, maka kepercayaan terhadap reformasi birokrasi yang dijanjikannya bisa luntur.
Sebaliknya, jika ia berani mengevaluasi kembali keputusan ini, maka itu akan menjadi bukti bahwa Sherly benar-benar serius dalam membangun pemerintahan yang bersih.
Keputusan yang diambil Sherly dalam waktu dekat akan menjadi tolak ukur utama apakah ia benar-benar pemimpin perubahan atau sekadar melanjutkan pola lama dalam pemerintahan Maluku Utara. (Rais Dero)
Topik:
Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda