Keuskupan Agung Medan Kecam Kekerasan di Sihaporas, Serukan Dialog Damai

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 27 September 2025 16:02 WIB
Uskup Keuskupan Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap (Foto: Keuskupan Agung Medan)
Uskup Keuskupan Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap (Foto: Keuskupan Agung Medan)

Medan, MI - Keuskupan Agung Medan menyampaikan keprihatinan atas peristiwa kekerasan yang menimpa masyarakat Sihaporas, Kabupaten Simalungun. Insiden tersebut melibatkan aparat keamanan dari pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Uskup Keuskupan Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap, menegaskan bahwa Gereja tidak bisa berdiam diri ketika martabat manusia direndahkan dan kekerasan dijadikan jalan penyelesaian persoalan.

“Berbahagialah para pembawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Mat 5:9). Setiap tindakan kekerasan, dalam bentuk apa pun, bertentangan dengan semangat Injil dan nilai-nilai kemanusiaan universal, ” ujarnya dalam pernyataannya di Medan, (26/9/2025).

Sebagai bagian dari Gereja Katolik universal, Keuskupan Agung Medan menegaskan sikapnya berdiri di atas prinsip ajaran sosial Gereja yang mengedepankan martabat manusia, keadilan sosial dan kesejahteraan bersama (bonum commune). 

Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti (no. 225) menegaskan bahwa “kekerasan tidak pernah menjadi solusi; kekerasan hanya melahirkan kekerasan baru.” Gereja selalu menyerukan agar setiap konflik diselesaikan melalui jalan dialog, musyawarah dan keterbukaan hati, bukan melalui tindakan represif yang melukai.

Keuskupan menilai konflik agraria di kawasan Sihaporas bukan hanya persoalan batas tanah, melainkan menyangkut hidup dan martabat masyarakat lokal yang bergantung pada tanah sebagai sumber penghidupan sekaligus identitas budaya.

“Penyelesaian yang adil dan bermartabat harus menempatkan manusia—bukan modal, bukan kepentingan ekonomi—sebagai pusat,” tegas Mgr. Kornelius.

Compendium of the Social Doctrine of the Church menegaskan bahwa “tanah bukan hanya komoditas, tetapi bagian dari rumah tangga umat manusia” (no. 471).

Lebih lanjut, Keuskupan Agung Medan mengajak pemerintah, perusahaan, masyarakat, dan aparat penegak hukum untuk menempuh jalan dialog yang tulus dan damai. Paus Yohanes Paulus II dalam Centesimus Annus (no. 23) menegaskan bahwa “dialog yang jujur adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik sosial.” 

“Maka, kami menyerukan agar segera dibentuk ruang perjumpaan yang melibatkan berbagai pihak secara transparan dengan semangat mencari kebenaran dan keadilan bagi semua,” ungkap Mgr. Kornelius.

Ia menegaskan, Gereja mengambil posisi sebagai juru damai yang berpihak pada kemanusiaan dan kebenaran, bukan pada kepentingan tertentu. Paus Benediktus XVI dalam Caritas in Veritate mengingatkan bahwa kasih tanpa kebenaran dapat jatuh pada sentimentalitas, sementara kebenaran tanpa kasih dapat berubah menjadi kekerasan.

Paus Benediktus XVI dalam Caritas in Veritate mengingatkan bahwa kasih tanpa kebenaran dapat jatuh pada sentimentalitas, sementara kebenaran tanpa kasih dapat berubah menjadi kekerasan. 

“Karena itu, kebenaran harus dicari dan ditegakkan dalam kasih, bukan dengan kekuatan fisik atau tekanan. Kami menegaskan bahwa setiap tindakan kekerasan terhadap warga sipil tidak dapat dibenarkan dalam konteks apa pun,” tuturnya.

Gaudium et Spes (no. 27) menulis dengan tegas: “Segala bentuk penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi atau penghinaan terhadap martabat manusia harus dikecam keras. Setiap insan manusia, betapapun sederhananya, adalah citra Allah (Kej 1:27) dan karenanya memiliki hak untuk diperlakukan dengan hormat dan adil.”

Selain itu, Keuskupan Agung Medan juga mengajak seluruh umat beriman untuk mendoakan masyarakat Sihaporas agar tetap tabah, tidak membalas kekerasan dengan kekerasan, dan terus mengupayakan perdamaian.

“Mari kita bersama-sama mengusahakan rekonsiliasi sejati yang menyentuh akar persoalan, bukan sekadar meredakan gejala. Paus Fransiskus mengingatkan, Damai bukanlah hasil dari kemenangan atas yang lain, melainkan dari upaya membangun persaudaraan sejati” (Fratelli Tutti, no. 217),” kata Mgr. Kornelius.

Dalam semangat Injil, Gereja siap menjadi jembatan dialog antara masyarakat, pemerintah dan pihak perusahaan, agar jalan keluar yang diambil sungguh menghadirkan keadilan, kedamaian dan keutuhan ciptaan. Setiap kebijakan dan keputusan harus berlandaskan prinsip keadilan sosial, perlindungan lingkungan hidup dan kesejahteraan bersama, sebagaimana diamanatkan oleh Laudato Si’ tentang tanggung jawab kita terhadap bumi dan sesama. 

Akhirnya, Keuskupan Agung Medan menyerukan seluruh umat Allah untuk menyalakan kembali semangat damai, kasih, dan solidaritas di tengah masyarakat.

“Marilah kita menjadi saksi Kristus yang membawa pengharapan dan menjadi artis rekonsiliasi, bukan pelaku kekerasan. Yesus sendiri bersabda: Berbahagialah mereka yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat 5:9),” pungkasnya.

Topik:

keuskupan-agung-medan uskup-kornelius-sipayung pt-toba-pulp-lestari-tpl sihaporas kekerasan-terhadap-warga