Sistem E-Katalog Versi 6 Mini Kompetisi Buka Ruang Dugaan Permufakatan Jahat

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 13 November 2025 17:46 WIB
Gedung Teknis Bersama Kota Bekasi yang dihuni DBMSDA, Disperkimtan, dan DLH (Foto: Dok-MI)
Gedung Teknis Bersama Kota Bekasi yang dihuni DBMSDA, Disperkimtan, dan DLH (Foto: Dok-MI)

Kota Bekasi, MI - Pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan sistem E-Katalog Versi-6 Mini Kompetisi, memicu keresahan bagi sejumlah rekanan kontraktor mitra kerja Pemerintah Kota Bekasi. Sejumlah rekanan kontraktor yang enggan disebut namanya menduga keras sistem ini justru membuka ruang terciptanya permufakatan jahat untuk memenangkan rekanan binaan yang bersedia menyetor 10 hingga 15 persen. 

Seorang pelaku usaha (kontraktor) yang enggan disebut namanya mengatakan, penerapan sistem E-Katalog versi 6 Mini Kompetisi ini justru mudah dimanfaatkan oknum pemangku kebijakan pada SKPD terkait untuk menentukan pemenang/penyedia yang memiliki loyalitas tinggi dan finansial besar. 

Menurut sejumlah rekanan kontraktor, modus yang dilakukan menggunakan sistem E-Katalog versi 6 Mini Kompetisi ini cukup gampang bagi owner untuk menentukan pelaksana/penyedia barang dan jasa, sehingga untuk bersaing sehat jauh panggang dari api. Sistem ini, jika pelaksanaannya atau pengawasannya lemah seperti sekarang kata rekanan, justru membuka ruang seluas-luasnya untuk praktik culas dibalut kesan transparan.

Sumber mengatakan, pola dugaan pengaturan sudah dimulai sebelum paket tayang di sistem. Kolusi dengan rekanan tertentu yang disebut sebagai “pengantin” atau calon pemenang sudah dapat dipastikan. Pengantin sudah lebih dahulu diarahkan menyiapkan dokumen serta kelengkapan administrasi yang dibutuhkan sebelum proyek ditayang pada LPSE.

“Surat dukungan dan dokumen administrasi biasanya sudah disiapkan jauh sebelum mini kontes dibuka. Saat jadwal penawaran dimulai, penyedia lain harus mengejar waktu dengan biaya operasional yang cukup tinggi, sekitar tujuh hingga delapan juta rupiah per paket. Karena peluang menang hampir tidak ada, banyak rekanan memilih mundur,” kata Presiden Direktur salah satu perusahaan kepada monitorindonesia, Kamis (13/11/2025).

Sumber juga menyoroti kewenangan pengguna anggaran (PA) yang dianggap terlalu luas dalam menentukan pemenang yang seharusnya dipercayakan sepenuhnya kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa.

“Diskresi semestinya digunakan secara objektif, namun dalam Mini Kompetisi ruang interpretasinya sangat besar. Penilaian menjadi pemenang mudah diarahkan kepada rekanan binaan karena dari awal sudah dituntun. Sementara penyedia lain hanya memiliki ruang sanggah, hingga upaya mengajukan gugatan yang prosesnya memakan waktu panjang,” kata Presdir tersebut.

Dia membandingkan sistem E-katalog v5 sebelum e-katalog v6 Mini Kompetisi diluncurkan. Sistem e-Katalog penuh yang sebelumnya digunakan, bio data/profile perusahaan/penyedia, spesifikasi produk, dan harga dapat diakses secara terbuka.

Dalam sistem E-katalog penuh kata Presdir salah satu perusahaan ini, penawaran diurutkan otomatis dari harga terendah hingga tertinggi, dan unit pelayanan pengadaan (ULP) barang dan jasa pemerintah wajib membuka ruang ke publik untuk mengakses pengumuman peserta/pemenang.

Tetapi yang terjadi saat ini lanjut dia, owner cukup berkoordinasi lewat Handphone (HP) untuk mengarahkan rekanan binaan sebelum dilakukan negosiasi, misalnya, untuk pengadaan. Harga barang diarahkan mark up, hasil negosiasi disesuaikan dengan niat atau keinginan meraup keuntungan, mulai dari sakses fee hingga cashback atau pengembalian nilai yang di mark up untuk kepentingan kelompok tertentu di tubuh dinas terkait. 

“Semestinya penawaran harus diurutkan dari harga terendah hingga tertinggi, dan Unit Layanan pengadaan (ULP) barang dan jasa pemerintah wajib membuka ruang ke publik untuk mengakses pengumuman peserta/pemenang. Kalau ada pilihan di luar urutan itu, berarti patut diduga terjadi kecurangan karena semua data terbuka," tegasnya.

Mekanisme ini lanjut dia, menjaga persaingan harga yang sehat sekaligus menutup ruang negosiasi yang bisa menimbulkan potensi penyimpangan, persaingan tidak sehat, dan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Sumber lain menimpali, dalam beberapa kasus, peserta Mini Kompetisi justru berasal dari kelompok usaha yang sama dan dimasukkan langsung oleh pengguna anggaran (owner).

“Komposisi seperti ini meniadakan esensi kompetisi terbuka yang menjadi dasar e-Katalog. Jika tidak diawasi ketat, sistem ini bisa disalahgunakan,” paparnya.

Beberapa pelaku usaha juga mengaku belum pernah mendapat sosialisasi resmi terkait fitur Mini Kompetisi, baik mengenai alur kerja, hak penyedia, maupun mekanisme evaluasi.

“Pertanyaannya, apakah E-Katalog V6 Mini Kompetisi benar-benar ditujukan untuk mempercepat proses pengadaan? atau justru berpotensi menimbulkan ketimpangan baru. Tanpa transparansi dan pengawasan yang memadai, sistem ini bisa kehilangan tujuan awal sebagai sarana efisiensi dan akuntabilitas,” kata salah seorang pengusaha.

Rekanan yang mengaku telah puluhan tahun menjadi rekanan pemerintah ini menilai, penerapan Mini Kompetisi untuk jasa konstruksi maupun pengadaan barang perlu dikaji ulang, mengingat karakteristik pekerjaan konstruksi berbeda dengan pengadaan barang produk industri.

“Perbedaan sisten V6 mini kompetisi seharusnya menjadi perhatian Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah (LKPP) agar penerapannya tidak menimbulkan salah tafsir memicu ketidak-adilan akibat ulah oknum-oknum pemangku kebijakan di Pemerintahan,” tandasnya. 

Ketika dugaan sejumlah kontraktor ini hendak dikonfirmasi kepada beberapa SKPD, seperti: Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemerintahan Kota Bekasi, belum berhasil.

Berulangkali kantor ketiga Dinas di Gedung Tehnik Bersama tersebut disambangi, informasi yang diperoleh dari security maupun resepsionis, pimpinan sedang dinas luar, alias tidak ada diruangan. (M. Aritonang)

Topik:

Pemkot Bekasi Sistem E-Katalog V6 Mini Kompetisi