Bamsoet Tegaskan, Demokrasi Permusyawaratan Meniscahyakan Setiap Kebijakan Negara

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 18 Oktober 2021 17:03 WIB
Monitorindonesia.com - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, demokrasi permusyawaratan meniscahyakan bahwa setiap kebijakan negara harus menjadi representasi yang utuh dari kehendak rakyat. Selain itu mengedepankan prinsip hikmat kebijaksanaan, sebagaimana diamanatkan dalam rumusan sila ke-4 Pancasila yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. "Dalam konteks urgensi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), demokrasi permusyawaratan yang diikhtiarkan para pendiri bangsa, memiliki basis teoritis yang kuat, implikasinya pelembagaan permusyawaratan di dalam negara demokrasi Indonesia, menistayakan adanya perwakilan yang mampu menghimpun kehendak dan aspirasi dari dan bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat," kata Bambang Soesatyo saat membuka Focus Group Discussion/FGD MPR RI dengan tema "MPR sebagai Lembaga Perwakilan Inklusif" di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (18/10/2021). Dikatakan Bamsoet, sapaan politisi Partai Golkar ini bahwa pada hakikatnya demokrasi tidak semata-mata dibangun, atau malah terjebak pada rujukan angka-angka mayoritas. Sebab syarat fundamental bagi tegaknya demokrasi adalah representasi yang menyeluruh, dan harus ada jaminan bahwa setiap stakeholder atau pemangku kepentingan yang terkait atau terdampak oleh suatu keputusan atau kebijakan harus mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi, dalam membuat keputusan atau kebijakan tersebut baik secara langsung maupun melalui perwakilan. "Dengan perspektif teoritis demikian, idealisme para pendiri bangsa atas model demokrasi konsensus, yakni demokrasi permusyawaratan, merupakan pilihan yang tepat Indonesia adalah masyarakat plural, dengan kecenderungan sistem multipartai yang kuat. Di bawah sistem negara kekeluargaan Indonesia memilih demokrasi permusyawaratan dengan lebih menekankan pada daya-daya konsensus atau mufakat dalam semangat kekeluargaan," ucapnya. Menyadur pemikiran tokoh Proklamator RI bung Hatta, Bamsoet menuturkan bahwa demokrasi Indonesia bukanlah demokrasi liberal dan juga bukan demokrasi totaliter. Orientasi etis konsep hikmat kebijaksanaan dihidupkan melalui daya rasionalitas kearifan konteksual dan komitmen keadilan yang dapat menghadirkan suatu toleransi dan sintetis yang positif, sekaligus dapat mencegah kekuasaan, dikendalikan oleh golongan mayoritas dan kekuatan minoritas elit politik dan pengusaha. "Demikian pemikiran yang disampaikan Muhammad Hatta. Jadi hadirnya suara mayoritas dalam demokrasi permusyawaratan adalah batas prasarat minimum dari demokrasi yang masih harus berusaha dioptimalkan, melalui partisipasi dan persetujuan yang luas dari segenap komponen bangsa secara inklusif dan partisipasi," terangnya. Persetujuan luas ini, lanjut mantan Ketua DPR RI itu, dicapai melalui persuasi, kompromi dan konsensus dengan dilandasi mentalitas kolektif dan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, sehingga membuat setiap elemen manapun akan merasa ikut memiliki loyal dan bertanggung jawab atas segala keputusan politik yang dihasilkan. "Dengan demikian pemungutan suara atau voting dalam demokrasi permusyawaratan, harus di tempatkan sebagai pilihan terakhir dan itu pun masih harus dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi semangat kekeluargaan, yang saling menghormati," pungkasnya. (Ery)

Topik:

Bamsoet Demokrasi permusyawaratan