Anggota Komisi VI DPR Ingatkan Pemerintah Tak Naikkan BBM Subsidi

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 6 Maret 2022 12:38 WIB
Monitorindonesia.com- Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak mengingatkan pemerintah untuk tidak menaikan harga BBM jenis subsidi. Menurutnya, kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada saat ini, berpotensi mengganggu upaya pemulihan ekonomi di dalam negeri yang terdampak pandemi Covid-19 berkepanjangan. “Kalau harga BBM naik akan menurunkan daya beli masyarakat yang saat ini masih megap-megap. Jika daya beli kembali turun, maka program pemulihan ekonomi nasional bisa gagal,” ujar Politikus PKS itu dalam keterangan tertulis, Minggu (06/03/2022). Amin menjelaskan, kenaikan harga BBM bukan hanya mempengaruhi sektor transportasi tapi selalu menimbulkan multiflier effect. Kenaikan biaya transportasi akan berdampak pada kenaikan harga-harga bahan pokok yang sangat membebani rakyat menengah ke bawah. Kenaikan harga BBM juga akan memicu kenaikan harga bahan baku, baik bagi usaha mikro, kecil, menengah hingga industri besar. “Tanpa kenaikan harga BBM subsidi, sejumlah bahan pokok sudah naik karena pemerintah gagal mengelola stabilisasi pasokan. Bisa dibayangkan harga bahan pokok akan terus melonjak jika harga BBM naik,” tegasnya. Kekhawatiran Amin bahwa pemerintah bisa saja menaikkan harga BBM bersubsidi melihat beberapa gejala, misalnya Pertamina menaikkan harga BBM non subsidi. Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex pada 12 Februari 2022 dan per 3 Maret 2022. Kenaikan harga minyak mentah global mulai berdampak pada harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Sudah dua kali dalam sebulan ini. Diperkirakan, perang antara Rusia dengan Ukraina bisa mendorong tren kenaikan harga minyak dunia lebih lama lagi, termasuk Indonesia Crude Price (ICP). Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga minyak mentah Indonesia pada Februari 2022 lalu ditetapkan US$ 95,72 per barel, naik dari Januari 2022 sebesar US$ 85,89 per barel. Harga tersebut jauh diatas asumsi APBN 2022 sebesar US$ 63 per barel. Wakil rakyat dari Dapil Jatim IV itu mendesak pemerintah untuk menyiapkan skenario penambahan subsidi BBM dengan mengalihkan anggaran dari proyek-proyek yang belum mendesak. Jangan sampai karena ambisi pada proyek tertentu, rakyat harus menanggung beban yang semakin berat. “Kebijakan pemerintah haruslah pro rakyat. Pemerintah juga harus berani dan punya wibawa dihadapan oligarki maupun kartel komoditas pokok yang bersentuhan dengan perut rakyat,” ujarnya. Selain itu, Amin juga mendesak Pemerintah meniru Malaysia dalam pengelolaan industri hilir migas. Ia mengaku heran mengapa harga bahan bakar minyak di dalam negeri masih lebih mahal jika dibandingkan dengan harga di negeri tetangga, Malaysia. Sebagai contoh, Amin memaparkan, mengacu pada harga evaluasi mingguan di Malaysia per 27 Januari–2 Februari 2022, harga BBM jenis RON 95 dijual dengan harga RM2.05 atau setara dengan Rp7.051 per liter dengan asumsi kurs tengah Bank Indonesia 2 Februari 2022 Rp3.440 per Ringgit Malaysia. Harga itu masih lebih mahal jika dibandingkan dengan harga BBM jenis Pertalite atau RON 90 yang dijual dengan harga Rp7.650 per liter. "Logikanya Pertalite kita harganya sudah untung besar jika dibandingkan harga di Malaysia, tapi itu saja masuk kategori BBM bersubsidi," katanya. Sementara itu, harga BBM jenis RON 97 di Malaysia dijual dengan harga RM3,12 atau Rp10.735 per liter, sedangkan di Indonesia untuk BBM jenis RON 98 atau Pertamax Turbo per 3 Maret 2022 naik dari Rp 13.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter. “Dan faktanya, walaupun selama pandemi 2020 dan 2021 volume penjualan BBM Pertamina menurun tajam, Pertamina masih untung belasan triliun. Jadi jangan sampai Pertamina menaikkan BBM bersubsidi disaat rakyat masih sangat terbebani dengan berbagai kenaikan kebutuhan pokok," katanya. (Aswan)

Topik:

BBM naik