ICJR: Sebelum Ada UU TPKS Tak Ada Payung Hukum ke Korban

wisnu
wisnu
Diperbarui 13 April 2022 08:52 WIB
Jakarta, MI – Peneliti Institute for Criminal Justice Reform Maidina Rahmawati menegaskan, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sangat penting. Pasalnya, RUU TPKS yang telah disahkan oleh DPR menjadi UU menyediakan payung pengaturan kekerasan seksual yang berorientasi pada korban. “Sebelum ada UU TPKS, tidak ada payung hukum untuk hak korban,” kata Maidina kepada wartawan ketika dihubungi, Rabu (13/4). [caption id="attachment_422357" align="aligncenter" width="300"] DPR telah mengesahkan RUU TPKS menjadi UU. (Foto: Dok MI) [/caption] Memang, lanjut dia, UU sebelumnya seperti UU KDRT maupun UU TPPO telah mengatur hak korban yang lebih kuat. Namun, dalam lingkup yang spesifik. Sementara, UU TPKS akan mewadahi semua bentuk kekerasan seksual. Karenanya, pengesahan UU TPKS memiliki arti penting untuk penguatan pengaturan tentang perlakuan dan tanggung jawab negara guna mencegah, menangani, dan memulihkan korban kekerasan seksual secara komprehensif. “Secara substansi UU TPKS mengatur hak yang jauh lebih dikuatkan. Ada prosedural, perlindungan, dan pemulihan, termasuk ada dana bantuan korban yang mencari metode lebih efektif untuk dapat membayar ganti kerugian korban,” jelas dia. UU TPKS, lanjutnya, memang menguatkan hukum acara dengan mengarusutamakan visum psikiatrikum yang diatur secara eksplisit dan ditanggung negara. “Soal barang bukti bisa menjadi alat bukti. Harapannya, ini bisa memudahkan korban untuk kasusnya lebih diproses hukum dan aparat penegak hukum menggali alat bukti lain,” kata dia. Melalui Rapat Paripurna Ke-19 DPR RI Masa Persidangan IV Tahun 2021-2022, delapan dari sembilan fraksi di DPR RI menyatakan kesepakatan mereka untuk mengesahkan RUU TPKS menjadi UU. Hanya terdapat satu fraksi yang menolak RUU TPKS untuk disahkan menjadi UU TPKS, yaitu fraksi PKS.
Berita Terkait