Pengamat Sarankan Proyek Pengadaan Gorden Rumah Dinas DPR Harus Dihentikan

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 10 Mei 2022 16:00 WIB
Jakarta, MI - Proyek pengadaan gorden rumah dinas (Rudin) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus dihentikan lantaran banyak menimbulkan kekecewaan masyarakat di tengah situasi pandemi Covid-19 yang mana kondisi perekonomian belum stabil. Demikian disampaikan oleh Peneliti Kebijakan Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro. Ia mendesak agar pengadaan gorden buat perumahan DPR itu segera dihentikan agar tak buat gaduh publik. "Pertimbangannya sederhana aja, yang pertama proyek ini tuh sudah diprotes sekian lama dari berbagai elemen dari masyarakat, internal DPR, praktisi dan akademisi sudah diprotes banyak, artinya proyek pengadaan gorden yang sampai puluhan miliar itu tidak memenuhi harapan publik atau dengan kata lain proyek pengadaan gorden perumahan DPR itu menimbulkan rasa kekecewaan masyarakat di tengah situasi ekonomi yang masih belum stabil, jadi harus dihentikan," jelas Riko kepada MI, Selasa (10/05). Kemudian yang kedua, lanjut Riko, pertimbangannya adalah Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yakni dalam pasal 10 dengan jelas mengatur tentang asas-asas umum pemerintah. "Ada 8 asas bagi pemerintahan itu disebut pemerintahan yang baik satu diantaranya itu adalah mengenai asas kepentingan umum, ada keterbukaan, ada asas tidak menyalahi kewenangan, asas kecermatan ketidak berpihakan, asas kemanfaatan," jelas Riko. "Tapi menurutku ini yang paling penting adalah tidak memenuhi kepentingan umum," sambungnya. Riko menjelaskan, asas kepentingan umum adalah upaya atau tindakan pemerintah itu harus mengakomodir, menangkap aspirasi, selektif dan tidak diskriminatif. "Tadi kan sudah ada protes ya itu berarti tidak aspiratifnya program itu, kemudian tetap aja melakukan upaya untuk tetap aja DPR melakukan proyek pengadaan Ini bukti bahwa mereka tidak akomodatif," jelas Riko. Jadi, menurut Riko, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yang pertama memang tadi protes dari berbagai elemen yang menunjukkan bahwa itu tidak memenuhi harapan publik dan secara regulasipun dapat dilihat lewat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pasal 10 mengenai asas umum pemerintahan yang baik. "Jadi alangkah baiknya DPR itu menghentikan saja proyek pengadaan ini, apakah kemudian itu berkonsekuensi kepada pemenang, saya pikir enggak karena itu belum di belum diadakan baru menang tender," jelas Riko. Lebih lanjut, Riko menyebutkan bahwa di beberapa daerah juga ada kejadian serupa di mana pemenang tender itu dibatalkan karena proyek-proyek tidak sesuai harapan publik. "Contohnya ya, kasus seragam atau baju dinas DPRD kota Tangerang DPRD, itu kan dibatalkan oleh DPRD itu sendiri, jadi saya pikir Gorden itu juga bukan sesuatu yang esensi atau mendesak bukan suatu yang sifatnya harus segera hari ini, masih bisa dilain waktu itu," Lanjut Riko. "Kan hanya estetika ya untuk mempercantik suasana rumah, artinya masih bisa digunakan dengan memperbaiki gorden gorden yang ada tidak perlu mengganti semua semua Gorden di perumahan itu," sambungnya. Untuk itu, Riko, kembali menekankan proyek pengadaan Gorden harus dihentikan karena alasan sudah diprotes oleh sekian banyak orang dari sebagai aspek, itu menunjukkan bahwa tidak adanya kepekaan DPR terhadap proyek itu. "Karena yang protes dari semua elemen itu yang kedua policy regulasi melanggar undang-undang nomor 30 Tahun 2014 pasal 10 tentang asas umum pemerintahan yang baik khususnya tentang pemerintahan yang umum," kata Riko. Dan yang ke tiga, menurut Riko, pengadaan gorden itu bukan sesuatu yang siaftnya urgen. "Dengan pertimbangan tiga hal itu, saya pikir masih bisa dihentikan, toh konsekuensinya tidak besar kok pemenangnya tidak bisa menggugat enggak ada, belum ada modal yang dikeluarkan oleh pemenang itu," tutup Riko. (La Aswan)

Topik:

Gorden DPR
Berita Terkait