Penunjukan TNI/Polri Aktif Penjabat Kepala Daerah Mengurangi Kebebasan Sipil

Aan Sutisna
Aan Sutisna
Diperbarui 28 Mei 2022 04:15 WIB
Jakarta, MI - Pimpinan Rumah Demokrasi, Ramdansyah menilai penunjukan perwira TNI/Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah akan mengurangi kebebasan sipil. Baginya, keterlibatan militer sebagai penguasa daerah hanya dapat dilakukan jika daerah berstatus darurat militer dan darurat perang. "Ketentuan keadaan bahaya diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya. Ada tiga tingkat bahaya yang ditetapkan oleh perppu tersebut," kata Ramdansyah kepada wartawan, Sabtu (28/5). Tingkat bahaya paling rendah, lanjut dia, adalah keadaan darurat sipil di mana militer masih belum dilibatkan sebagai penguasa daerah. Keterlibatan ketika suatu daerah menjadi darurat militer dan darurat perang. "Dalam kondisi sekarang ini, ketiga kondisi bahaya ini tidak terjadi, sehingga alasan penempatan TNI/Polri sebagai penjabat gubernur tidaklah beralasan," jelasnya. Untuk itu, Rumah Demokrasi kata dia, mendorong pemerintah membentuk aturan teknis mengenai penunjukkan penjabat (Pj) kepala daerah. Hal itu berdasarkan Pasal 210 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada pengisian kekosongan jabatan kepala daerah harus berdasarkan peraturan teknis yang cermat. "Peraturan teknis yang dibuat pemerintah tentunya harus sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB)," katanya. Namun, peraturan teknis yang dibuat Pemerintah selain harus mengacu pada AUPB juga mengacu pada prinsip-prinsip demokratis, terbuka, transparan dan akuntabel seperti disebutkan dalam pertimbangan hukum dalam putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021. "Tujuannya diharapkan agar peraturan teknis tersebut tidak merugikan hak-hak kebebasan sipil dan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku," katanya. Sebagaimana diketahui, 272 kepala daerah bakal habis masa jabatannya jelang tahun 2024. Jumlah tersebut terdiri dari 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota. Dari angka itu, 101 kepala daerah akan lengser dari kursi kepemimpinannya tahun 2022 ini, dan sisanya di 2023. Oleh karena pemilihan kepala daerah (pilkada) baru akan digelar serentak di 2024, ditunjuk penjabat gubernur atau bupati atau wali kota untuk mengisi kekosongan jabatan. Merujuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kekosongan jabatan gubernur akan diisi oleh penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan dilantiknya gubernur definitif. Sementara, untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/wali kota, diangkat penjabat bupati/wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati dan wali kota. La Aswan #penunjukan #penunjukan #penunjukan
Berita Terkait