Soal Wacana Kembali ke Sistem Proporsional Tertutup, Demokrat: Kemunduran Demokrasi

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 29 Desember 2022 23:05 WIB
Jakarta, MI- Ketua KPU Hasyim Asy'ari mewacanakan soal kemungkinan Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup. Wacana itu mencuat lantaran sistem proposional terbuka telah mengakibatkan mahalnya biaya politik. Menanggapi hal itu, Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng mengaku tidak sependapat jika sistem proposional terbuka dalam pemilu telah mengakibatkan biaya politik tinggi. Andi juga menepis anggapan bila sistem proposional terbuka dikaitkan dengan politik uang selama ini. “Ada yang mengritik bahwa sistem proporsional terbuka mengakibatkan biaya politik tinggi karena persaingan antar calon di dalam partai. Bahkan ada yang mengaitkannya dengan politik uang. Padahal politik uang tidak berasal dari sistem pemilu tapi justru pada budaya politik masyarakat dan elit itu sendiri,” jelas Politikus Partai Demokrat itu, Kamis (29/12/2022). Andi mengatakan, budaya menyalurkan sembako jelang pesta demorkasi di Indonesia telah terjadi sejak masa orde baru. Andi mengungkapkan, saat itu pemilu berlangsung dengan sistem proporsional tertutup. “Kalau soal politik biaya tinggi, itu relatif, tergantung orangnya dan daerahnya, serta campaign financing system. Apalagi, sekarang ada medsos yang gratis,” ujar Andi. Andi menambahkan, sistem proporsional terbuka menghasilkan anggota parlemen yang akuntabilitasnya kuat kepada rakyat. “Kalaupun sudah terpilih, tidak ada jaminan dia bisa terpilih kembali, biarpun dapat nomor urut 1. Tergantung bagaimana penilaian rakyat terhadap kinerjanya sebagai wakil rakyat,” tandas Andi. Justru menurutnya, dengan sistem proposional tertutup, seseorang bisa terpilih dan terpilih kembali walau menjadi Anggota Legislatif meski kinerjanya sebagai wakil rakyat tidak jelas. “Selama dia dekat dengan pimpinan partai, dia bisa terus dapat nomor urut 1, dan kemungkinan besar terpilih kembali. Kalau itu terjadi, yang akan tampil di DPR dan DPRD adalah para elit partai dan orang-orang yang jago cari muka kepada pimpinan partai. Mereka bukanlah wakil rakyat yang sejati,” tegas Andi. Dengan demikian, Andi menegaskan, bila pemilu Indonesia kembali menggunakan sistem proposional tertutup maka menjadi lonceng kemunduran demokrasi. “Kalau benar kita kembali ke sistem proporsional tertutup, itu adalah kemunduran demokrasi di Indonesia,” pungkas dia.
Berita Terkait