Soal Perppu Ciptaker, Aktivis Senior Ariady Achmad: Melawan Semangat Reformasi

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 30 Desember 2022 23:10 WIB
Jakarta, MI- Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. Perppu diterbitkan sebagai tindaklanjut terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Aktivis senior, Ariady Achmad menilai, terbitnya Perppu tersebut menandakan bahwa Indonesia tengah di bawa kembali ke masa lalu. "Nuansa Demokrasi Terpimpinnya sangat kentara. Jokowi ingin semua sistem baik itu politik, ekonomi dan lainnya dipandu oleh sistem Demokrasi Terpimpin sepertinya. UU Ciptaker saya kira tidak liberal tapi semua kepentingan bangsa dan negara harus dalam satu komando yakni melalui konsep demokrasi terpimpin. Ini masa lalu dan melawan semangat reformasi," jelas Ariady kepada wartawan, Jumat (30/12/2022). Ariady menambahkan, terbitnya Perppu tersebut mencerminkan bahwa kekuasaan mengabaikan saluran-saluran publik. "Perppu itu sebuah jalan pintas yang mengabaikan partisipasi masyarakat. Jika partisipasi disumbat dimungkinkan adanya perlawanan dari masyarakat secara luas. Negara menuju otoritarian. Nampak dari tidak berdayanya parpol melalui peran politik di DPR RI," tandasnya. Sebagai petugas partai, Ariady memahami bahwa Presiden Jokowi tengah dibebankan oleh partainya agar ideologi mereka termasuk konsep demokrasi terpimpin masuk dalam sistem ketatanegaraan. "Sebagai sebuah diskursus ideologi sah-sah saja. Hanya saja ketika mereka mau memperjuangkan itu mestinya kekuatan lain yang kontra jangan dibungkam dengan segala dalih dan instrumen yang ada. Mestinya biarkan beradu dialektika agar elegan. Jangan semua kekuatan baik parlemen maupun civil society dilumpuhkan," tandasnya. Ariady sejak awal menduga, dari awal wacana hingga terbitnya Perppu Ciptaker saat ini hanyalah upaya pemerintah dengan sokongan PDIP sebagai partai pengusung utama ingin menerapkan konsep-konsep ketatanegaraan sesuai dengan apa yang pernah dilakukan rezim orde lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. "Ciptaker baju yang sama dari konsep pembangunan semesta berencana ala Bung Karno. Pertanyaannya apakah relevan konsep itu diterapkan saat ini? Sejak awal, reformasi justru menghendaki agar sistem ketatanegaraan kita bersifat distributif agar pemerataan pembangunan bisa dirasakan. Reformasi menolak sistem yang sifatnya sentralistik karena berpotensi melahirkan kekuasaan otoritarian," tegasnya. Sekali lagi, Ariady menegaskan, memperjuangkan ideologi agar masuk dalam sistem ketatanegaraan bukanlah hal yang tabu. "Namun, kekuasaan juga jangan berlindung dibalik formalisme dengan hanya menganjurkan masyarakat untuk menguji setiap kebijakan melalui Mahkamah Konstitusi. Mestinya pemerintah membuka ruang dialog agar kebijakan yang dibuat dapat diterima semua komponen bangsa," tutupnya. Diketahui, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah baru saja menerbitkan Perppu terkait Ciptaker. "Hari ini telah diterbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan tertanggal 30 Desember 2022," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12). Airlangga mengklaim perppu ini sudah sesuai dengan Putusan MK Nomor 38/PUU7/2009. Menurutnya, perppu ini telah memenuhi syarat kegentingan yang memaksa.