Politikus NasDem Sebut Sistem Proporsional Tertutup Representasi Kepentingan Oligarki

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 31 Desember 2022 21:35 WIB
Jakarta, MI- Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menilai, pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari yang melontarkan kemungkinan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 tidak patut dan tidak etis. Willy juga menyebut pernyataan itu melangkahi wewenang dan kapasitasnya. "Wacana untuk kembali ke sistem proporsional tertutup adalah kemunduran dalam berdemokrasi. Hal tersebut hanya ekspresi kemalasan berpikir untuk membangun kemajuan dalam membangun kehidupan politik," tegas Politikus NasDem itu, Sabtu (31/12/2022). Menurutnya, sistem proporsional terbuka adalah bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi. Ia menegaskan bahwa sistem proporsional terbuka adalah antitesis dari sistem yang sebelumnya yakni sistem proporsional tertutup. “Demokratisasi sepatutnya bukan memundurkan yang telah maju, tetapi memperbaiki dan menata ulang hal yang kurang saja. Yang terjadi pada sistem pemilu jika benar kembali ke sistem proporsional tertutup maka terjadi kemunduran luar biasa," tandasnya. "Selain menutup peluang rakyat untuk mengenal caleg, rakyat juga dipaksa memilih “kucing dalam karung,” sambung Willy. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI ini menjelaskan bahwa sistem proporsional terbuka dahulu dipilih untuk menjawab persoalan kesenjangan representasi. "Ada kelemahan pengenalan dan saluran aspiratif rakyat dengan wakil rakyatnya. Dengan kembali ke proporsional tertutup artinya demokrasi kita mengalami kemunduran,” tegas dia. Willy juga mengingatkan, sistem proporsional tertutup adalah representasi dari oligarki. Pasalnya, “perlombaan” untuk mendapatkan nomor urut kecil menjadi pertarungan tersendiri di dalam partai. Selain itu, asal dekat dengan penguasa partai maka soal kinerja yang buruk tidak akan pernah menjadi soal. “Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai,” ungkapnya. Willy mengamini masih ada kekurangan dalam sistem pemilu yang diterapkan saat ini. Namun, kata dia, jangan karena kekurangan yang ada, pilihannya adalah kemunduran. "Itu sesat pikir namanya," tegas dia. Menurut Willy, jika ingin memperbaiki sistem maka cara berpikirnya harus maju, bukan beromantisme dengan sistem lama yang dulu dikoreksi sendiri. "Kalau mau, gagas dan uji kembali sistem distrik atau sistem campuran misalnya. Ini namanya kita berpikir dan bergerak maju. Jadi jangan kebalik-balik cara berpikirnya,” pungkasnya.
Berita Terkait