17 Pekerja PT GNI Ditetapkan Tersangka, KSPI: Polisi Harusnya Lihat Latar Belakangnya Dulu

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 19 Januari 2023 14:59 WIB
Jakarta, MI- Polda Sulawesi Tengah menetapkan 17 orang pekerja lokal sebagai tersangka buntut bentrokan di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), Kabupaten Morowali Utara pada Sabtu (14/1/23) lalu. Dari hasil penyidikan polisi, ke-17 orang tersangka yang diduga sebagai provokator tersebut semuanya dikenakan pasal perusakan dan pembakaran. Menanggapi hal itu, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Ramidi mengaku menghormati hak Polri terkait penetapan tersangka. Namun, ia mengingatkan lebih jauh sebelum peristiwa bentrok itu terjadi, yakni tidak dipenuhinya tuntutan hak pekerja. "Iya, itu hak polisi. Tapi harus lihat dulu latar belakangnya kenapa teman-teman melakukan unjuk rasa? Itu karena tuntutan teman-teman (pekerja) tidak dipenuhi," ungkap Ramidi, Kamis (19/1/23). Sejumlah tuntutan pekerja yaitu, soal Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), tidak adanya Standard Operasional (SOP) K3, tidak memadainya Alat Pelindung Diri (APD), pelaksana K3 dari TKA China, sudah banyak pekerja yang meninggal dunia, cacat tetap, mobil terbalik dan lain-lain akibat kecelakaan kerja, bahkan informasinya pernah terjadi pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja dan baru diketahui setelah 2 (dua) hari kemudian. Selain itu, lanjut dia, management PT GNI diduga anti Serikat Pekerja/Serikat Buruh, ditandai dengan belum menerima keberadaan Serikat Pekerja Nasional di PT GNI. Dan, ketika diajak berunding di dalam perusahaan, pihak PT GNI tidak mau melakukannya. "Management PT GNI diduga melakukan Union Busting (pemberangusan serikat pekerja/serikat buruh), ditandai dengan melakukan pemberhentian kontrak kepada para pengurus SPN PT GNI, dan melakukan beberapa rangkaian perbuatan untuk seolah-olah menghilangkan keberadaan SPN di PT GNI," tandasnya. PT GNI juga menerapkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/Kontrak) untuk pekerjaan yang sifatnya tetap, sehingga di PT GNI tidak ada kelangsungan kerja bagi para pekerja/buruhnya. Juga beberapa pekerja/buruh yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja sampai saat ini belum ditunaikan santunannya. Menurut Ramidi, berdasarkan informasi yang diterimanya, bahwa sebenarnya sudah ada langkah mediasi dan perundingan, setelah para pekerja PT GNI melakukan unjuk rasa. Namun, tidak ada keputusan terkait persoalan-persoalan yang dituntut serikat pekerja. Yang bisa dilakukan hanyalah melakukan upaya mediasi. "Teman-teman menunggu perubahan itu, tapi nggak ada. Maka dari itu, teman-teman berinisiatif lagi melakukan mogok kerja di tanggal 11, 12, 13, 14 (Januari 2023),” ujar Ramidi. Sebelum mogok kerja, lanjut Ramidi, sebetulnya ada upaya dari kepolisian untuk melakukan mediasi antara serikat pekerja dengan pihak manajemen PT GNI pada 10 Januari 2023. Namun, pihak manajemen head office (HO) Jakarta PT GNI tidak hadir. Pihak manajemen PT GNI lalu meminta perundingan diundur pada 13 Januari 2023 pukul 14.00 waktu setempat. Meski datang terlambat, manajemen hadir dalam kesempatan itu. "Namun, manajemen HO pusat GNI mengatakan bahwa kami belum bisa membuat perjanjian bersama itu dikarenakan manajemen PT GNI sampai saat ini belum mengakui keberadaan serikat pekerja/serikat buruh,” kata Ramidi yang juga Sekretaris Umum SPN, afiliasi KSPI ini. Setelah merasa manajemen perusahaan tidak punya itikad baik atas tuntutan pekerja, maka dilakukan konsolidasi pada 13 Januari 2023 malam. Baru pada 14 Januari 2023 pagi dilakukanlah mogok kerja yang berujung pada kerusuhan yang menewaskan tiga orang terjadi pada hari itu. Akibat keributan itu, Ramidi menyebutkan, teman-teman serikat pekerja yang berada di dalam ingin keluar dan bergabung dengan teman-teman yang melakukan aksi mogok kerja di pintu gerbang. "Tapi, ada upaya penghalang-halangan oleh pengawas di dalam," ungkapnya. Para karyawan yang mendapat kabar dari teman-teman dalam itu berinisiatif untuk langsung memastikan apakah betul ada penghalang oleh teman-teman yang ingin bergabung. "Nah, setelah teman-teman ingin memastikan itu, justru mendapat serangan dari pihak (pekerja) Cina,” kata Ramidi. Saat itu, TKA Cina mulai menghadang dan menyerang karyawan yang ingin memastikan persoalan tersebut. Karyawan itu pun mengalami luka-luka. Penyerangan oleh TKA Cina itu, kata dia, tidak dilakukan oleh satu orang, namun banyak orang. Karena diserang, para pekerja beraksi menyerang balik pekerja Cina sampai terjadilah kerusuhan dan keributan yang mengakibatkan hilangnya nyawa. Adapun terkait dengan desakan dibentuknya tim investigasi untuk mengurai persoalan ini, Ramidi meminta agar tim ini independen. Dengan melibatkan Serikat Pekerja di dalamnya. "Supaya tidak tebang pilih. Dan, tim ini harus mengusut semua, termasuk soal K3, SOP, dan lain-lain, seperti tuntutan teman-teman pekerja, apakah sudah dipenuhi oleh perusahaan," kata Ramidi.
Berita Terkait