Idham Holik Klaim "Dirumahsakitkan" Bukan Ancaman, Tetapi...

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 8 Februari 2023 16:01 WIB
Jakarta, MI - Di hadapan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik menjelaskan bahwa soal ucapan "Dirumahsakitkan" adalah kalimat konotatif dengan maksud pihkanya akan melakukan pembinaan apabila ada anggota KPU di daerah tidak tertib. Diketahui, ucapan itu disampaikan Idham dalam pidatonya saat rapat konsolidasi Nasional KPU dengan KPUD seluruh Indonesia terkait Pemilu 2024 di Jakarta Desember 2022 lalu. "Tetapi itu ternyata dimaknai berbeda, mungkin karena persoalan kompetensi komunikasi yang berbeda antara saya dengan pengadu," jelas Idham dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (8/2). Idham Holik kemudian bertanya apakah pengadu memperhatikan dirinya saat menyampaikan pidato atau tidak. Idham Holik mengklaim konteks yang dia sampaikan adalah bagaimana menegakkan disiplin dan kepatuhan terhadap pelaksanaan aturan. KPU, kata dia, sebagai lembaga tertinggi penyelenggara pemilu, berhak dan memang diwajibkan melakukan pembinaan. Ia menyebut tak ada konteks ancaman apapun yang dalam pidato tersebut. Idham turut menyinggung hanya pengadu yang salah memaknai kalimat yang dia sampaikan di antara para peserta yang hadir. "Tidak ada konteksnya ancaman sama sekali. Karena ketika saya menutup pidato singkat tersebut itu disambut dengan tepuk tangan dan tawa semua peserta. Dari 6.300 peserta lebih hanya pengadu yang bersangkutan yang salah memaknai apa yang saya sampaikan," ungkapnya. Sebelumnya, Idham Holik diduga menyampaikan ancaman di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia yang digelar di Convention Hall Beach City Entertaiment Center (BCEC), Ancol, Jakarta Utara. Ancaman tersebut adalah perintah harus tegak lurus, tidak boleh dilanggar, dan bagi yang melanggar akan dimasukan ke rumah sakit. Atas hal itu, ia bersama 9 anggota KPU lainnya diadukan oleh anggota KPU daerah Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, Jeck Stephen Seba melalui kuasa hukumnya yaitu Alghiffari Aqsa, Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Imanuel Gulo, Airlangga Julio, Yokie Rahmad Isjchwansyah, Hilma Gita, dan Ikhsan L. Wibisono. Para anggota KPU daerah tersebut diduga mengubah status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS) dari Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh dalam proses verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan verifikasi faktual perbaikan. Diubah dalam SIPOL dalam kurun waktu 7 November sampai dengan 10 Desember 2022 Adapun 9 anggota yang diadukan itu adalah sebagai berikut; 1. Meidy Yafeth Tinangon 2. Salman Saelangi 3. Lanny Anggriany Ointu (Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara). 4. Lucky Firnando Majanto (Sekretaris KPU Provinsi Sulawesi Utara) 5. Carles Y. Worotitjan (Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan SDM KPU Provinsi Sulawesi Utara). 6. Elysee Philby Sinadia 7. Tomy Mamuaya. 8. Iklam Patonaung (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Sangihe) 9. Jelly Kantu (Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe).