Puskapkum Dorong DPR dan Presiden Tempuh Legislatif Review Terhadap UU Penetapan Perppu Cipta Kerja

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 27 Maret 2023 22:02 WIB
Jakarta, MI- DPR telah menyetujui Perppu Cipta Kerja menjadi UU Penetapan tentang Perppu Cipta pada Selasa (21/3/2023) pekan lalu. Publik resah atas penetapan Perppu Cipta Kerja tersebut karena dinilai melanggar konstitusi serta sejumlah substansi dinilai merugikan publik. Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) mendorong DPR dan Presiden merevisi sejumlah ketentuan yang menjadi catatan kritis publik melalui mekanisme legislative review. Direktur Eksekutif Puskapkum Ferdian Andi mendesak DPR dan Presiden untuk merevisi sejumlah substansi yang dipersoalkan oleh publik. Menurut dia, mekanisme perubahan UU tersebut dikenal dengan istilah legislative review dimana perubahan dilakukan oleh pembentuk undang-undang yakni DPR dan Presiden. “Perppu Cipta Kerja secara faktual telah ditetapkan menjadi UU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja, inilah realitas politik yang terjadi saat ini. Namun, masih ada ruang yang bisa digunakan oleh DPR dan Presiden dengan menempuh legislative review terhadap UU tentang Penetapamn Perppu Cipta Kerja,” ujar Ferdian di Jakarta, Senin (27/3/2023). Legislative review, kata Ferdian, memiliki makna strategis untuk mengembalikan partisipasi publik dalam merumuskan substansi UU Cipta Kerja yang dinilai banyak bermasalah. Menurut dia, legislative review dapat menjadi momentum untuk mengembalikan keterlibatan publik dalam perumusan Cipta Kerja. “Satu hal yang disebut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) soal meaningful participation (partisipasi bermakna) dalam penyusunan UU Cipta Kerja. Langkah legislative review menjadi instrumen untuk mengembalikan partisipasi publik yang hilang saat pembentukan UU Cipta Kerja termasuk saat pembahasan Perppu Cipta Kerja,” cetus Ferdian. Pengajar HTN/HAN di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini menegaskan langkah legislative review menjadi langkah minimalis untuk mengembalikan fungsi DPR dan Presiden terkait kewenangan legislasi. Menurut dia, penyusunan dan pembahasan UU Cipta Kerja dan Perppu Cipta Kerja tidak mencerminkan representasi ide dan gagasan dari warga negara. “Padahal, DPR dan Presiden merupakan hasil dari pemilihan langsung yang hakikatnya merepresentasikan ide dan gagasan (representation in ideas) warga negara,” tegas Ferdian. Secara teknis, kata Ferdian, legislative review tidak sulit dilaksanakan oleh DPR dan Presiden. Apalagi, kata Ferdian, DPR dan Presiden pada tahun 2015 memiliki preseden dengan menerima Perppu Pilkada yang dilanjutkan dengan merevisi terhadap sejumlah pasal yang dianggap bermasalah. “Secara teknis sangat mudah, namun semua kembali ke kehendak politik DPR dan Presiden. Kami menyarankan, DPR dan Presiden menempuh legislative review untuk meneguhkan rute demokrasi kita agar tetap di jalur yang tepat,” tandas Ferdian.
Berita Terkait