Gerakan Kritik Jokowi Menuai Banyak Pertanyaan

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 7 Februari 2024 19:48 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) (Foto: Ist)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Direktur Eksekutif Sentral Politika Subiran Paridamos, menilai kritikan-kritikan yang datang dari berbagai perguruan tinggi kepada presiden Joko Widodo (Jokowi) menimbulkan banyak pertanyaan dan kecurigaan.

Pasalnya, sudah lebih dari 10 civitas akademika perguruan tinggi yang melakukan kritik terbuka kepada presiden Jokowi dan penyelenggaraan pemilu 2024 yang isunya masih sama sejak pilpres ini bergulir. 

"Apakah ini murni persoalan moral, ataukah ini juga gerakan politis berbaju akademis? Apakah ini murni persoalan konstitusi, atau lagi-lagi penyusupan politis diruang akademisi?" kata Subiran saat dihubungi Monitorindonesia.com, Rabu (7/2).

Kata Subiran, jika benar gerakan ini murni gerakan menyelamatkan konstitusi, maka seharusnya para akademisi kampus paham terhadap pola perebutan kekuasaan dalam sistem politik demokrasi.

"Gerakan apapun yang berniat dan bertujuan menggulingkan kekuasaan tanpa melalui pemilu telah menempuh jalur lain seperti membentuk opini untuk melahirkan gerakan impeachment atau kudeta. Bukankah gerakan ini sudah masuk ranah gerakan politik dan bukan gerakan moral?" urainya.

Sehingga ia menilai, gerakan ini jelas tidak ingin sekedar menciptakan opini publik, tapi sedang mendegradasi kredibilitas presiden Jokowi dan ingin mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu. 

"Bukankah semua civitas akademika ikut terlibat dalam suksesi penyelenggaraan pemilu, termasuk menjadi panelis dalam debat. Bukankah semua UU yang dibuat termasuk UU pemilu mendapatkan legitimasi akademis melalui naskah akademis?" kata Subiran.

Subiran pun mempertanyakan, alasan gerakan tersebut baru dilakukan saat ini. Padahal pada saat putusan MK tidak ada satupun perguruan tinggi yang berani menyuarakan putusan tersebut.

"Kenapa tidak dilakukan pasca putusan MK? Kenapa Civitas Akademika tidak berdiri pada barisan paling depan di MK? Kenapa Civitas Akademika tidak berdiri paling depan dalam menggugat putusan MK no 90 itu?" tanya Subiran.

"Akhirnya saya ingin mengatakan, 'Kalau niatan dan tujuan politik merebut dan menjatuhkan kekuasaan ingin memiliki dalil mulia, maka bungkuslah dengan baju akademis'," tukasnya. (DI)