Hak Angket Akan Gembos, Layu Sebelum Berkembang!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 27 Februari 2024 00:40 WIB
Gedung Kura-kura DPR RI (Foto: Istimewa)
Gedung Kura-kura DPR RI (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, bahwa polemik terkait hak angket hanya akan menjadi isu semata. Akan gembos, lalu kemudian akan layu sebelum berkembang.

"Kalau kita bicara soal hak angket, maka saya meyakini bahwa hak angket itu akan gembos akan layu sebelum berkembang dan tidak akan jalan," kata Ujang kepada wartawan di Jakarta, Senin (26/2).

Menurut Ujang, para pengusung paslon yang mendukung hak angket belakangan mulai goyah. Terlebih lagi, usai pertemuan antara Ketum Partai NasDem, Surya Paloh, bersama Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. "Dalam konteks itu saya meyakini hak angket hanya menjadi isu, hanya menjadi wacana yang tidak akan terealisasi," kata Ujang.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/01716ec7-e244-4c7f-a294-8051ddbd9d7a.jpg
Ujang Komarudin

Pun demikian, Ujang meyakini para elite partai pengusung masing-masing paslon pada akhirnya akan menerima hasil pemilu. "Maka ya jiwa negarawannya akan muncul untuk tidak mendorong hak angket di parlemen seperti itu," tandasnya.

Kalkulasi peta politik di parlemen

Dari total 575 jumlah kursi DPR periode 2019-2024, PDI Perjuangan mendominasi dengan jumlah 128 kursi (19,33%), lalu disusul Golkar 85 kursi (12,31%), dan Gerindra 78 kursi (12,57%).

Setelah itu, Partai NasDem memiliki 59 kursi (9,05%), PKB 58 kursi (9,69%), Partai Demokrat 54 kursi (7,7%).

Lalu, PKS 50 kursi (8,21%), PAN 44 kursi (6,84%), dan PPP 19 kursi (4,52%).

Dari angka-angka itu, total dukungan koalisi partai pendukung Anies-Cak Imin di DPR adalah 167 kursi (29,04%), sedangkan Koalisi Prabowo-Gibran sebesar 261 kursi (45,39%).

Artinya, menurut pengamat politik Universitas Indonesia, Cecep Hidayat, hak-hak itu dapat berjalan mulus jika kubu 01 dan 03 secara solid bersatu.

“Jika partai-partai dari 01 dan 03 bergabung maka bisa berjalan. Sejauh ini yang bisa diprediksi solid adalah PDIP, PPP, dan PKS,” kata Cecep.

Sementara untuk NasDem dan PKB, menurut Cecep, masih bisa berpaling. Apalagi, katanya, kedua partai itu tidak memiliki pengalaman sejarah menjadi oposisi.

“NasDem dan PKB selalu dekat dengan kelompok pemerintahaan. Jadi kemungkinan cenderung main aman. Ini yang membuat peluang pengguliran hak interpelasi maupun angket sulit,” katanya.

Sementara, Koalisi Ganjar-Mahfud sebanyak 147 kursi (25,56%).

Hak interpelasi maupun hak angket dapat ditindaklanjuti jika mendapat dukungan lebih dari 50%. 

Selain hitung-hitungan komposisi partai di parlemen, peneliti politik Indopolling Network, Dewi Arum Nawang Wungu, menilai upaya politik di DPR ini juga harus mendapat dukungan dari kekuatan masyarakat (people power).

“Bicara tentang dugaan kecurangan pemilu hingga pemakzulan pemilu itu harus ada people power. Namun, faktanya kesadaran tidak muncul di akar rumput, hanya di tingkat elit akademis dan politik,” kata Arum.

Arum melihat, perhatian masyarakat kini telah usai dalam pesta demokrasi. Menurutnya, masyarakat kini terfokus pada tantangan hidup sehari-hari yang dihadapi. “Seperti kenaikan biaya hidup, harga beras, dan bahan pokok lainnya,” ungkapnya.

Sehingga, baik Cecep, Aisah, maupun Arum melihat, gaung hak interpelasi hingga hak angket kemungkinan besar tidak akan dapat memengaruhi hasil pemilu 2024, apalagi berujung pada pemakzulan Jokowi.

Mereka sepakat ujung dari wacana hingga penggunaan hak-hak ini adalah catatan buruk perjalanan demokrasi Indonesia, bahwa adanya dugaan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu 2024 yang terjadi di masa Pemerintahan Jokowi. (wan)