Mundurnya Caleg NasDem Menjadi Preseden Buruk Bagi Penyelenggaraan Pemilu

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 14 Maret 2024 21:17 WIB
Caleg Partai NasDem, Ratu Ngadu Bonu Wulla (Foto: Ist)
Caleg Partai NasDem, Ratu Ngadu Bonu Wulla (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Mundurnya seorang calon anggota legislatif (Caleg) dari Partai NasDem, Ratu Ngadu Bonu Wulla setelah mendapat suara terbanyak dari daerah pemilihan (Dapil) Nusa Tenggara Timur (NTT) II mengundang banyak pertanyaan publik. 

Pengamat politik citra institute Efriza, menilai mundurnya Ratu telah membuat kecewa warga NTT yang telah mempercayainya sebagai wakil mereka di parlemen. 

Apalagi kata Efriza, dengan mundurnya Ratu secara otomatis membuat mantan gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang memperoleh suara terbanyak kedua dari partai NasDem akan menggantikan posisinya di kursi DPR RI. 

Sebab, berdasarkan pasal 426 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), jatah kursi caleg terpilih yang mengundurkan diri otomatis digantikan oleh caleg dari partai dan dapil yang sama dengan perolehan suara terbanyak berikutnya.

"Sikap Ratu ini pun dipertanyakan oleh warga NTT sebagai pemilihnya. Mereka kecewa, mempercayai dengan memilih Ratu sebagai Srikandi NTT II malah memilih mundur, dengan bentuk pengabaian suara rakyat," kata Efriza kepada Monitorindonesia.com, Kamis (14/3/2024). 

Kata Efriza, meski pihak NasDem dan Ratu telah mengajukan surat resmi pengunduran diri tersebut ke KPU RI, semestinya KPU tidak serta merta mengiyakan keputusan partai NasDem. 

"Semestinya KPU tetap meresmikan dulu suara Ratu, tidak serta merta mengiyakan keputusan partai," ujarnya. 

Sebab kata Efriza, dampak dari pengunduran diri itu akan menciptakan preseden buruk bagi penyelenggaraan Pemilu legislatif (Pileg), yang telah mengorbankan suara rakyat terbuang sia-sia hanya demi orang yang dianggap berpengaruh dalam partai tersebut. 

"Sebab, ini adalah preseden buruk, akan mudah dilakukan oleh partai lain. Sehingga terjadinya pengabaian suara rakyat hanya untuk kepentingan orang berpengaruh dari partai," pungkasnya. 

Selain itu, Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas, meminta rakyat menghukum caleg yang tidak dapat mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan hanya karena sesuatu yang menguntungkan pribadi.

Karena itu, ia meminta KPU untuk menolak pengunduran diri Ratu karena tidak adanya alasan kuat yang membuat ia harus mundur setelah memenangkan kontestasi Pileg. 

"Saya juga berharap kepada agar KPU menolak pengunduran diri Ratu Ngadu kalau tidak memiliki alasan yang jelas seperti karena sakit yang menyebabkan tidak akan menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas atau karena terjerat kasus hukum," jelas Fernando kepada Monitorindonesia.com, Kamis (14/3/2024) 

"Jangan mempermainkan suara rakyat yang sudah memberikan kepercayaan melalui pemilu dengan hanya adanya sesuatu yang memberikan keuntungan," tambahnya menegaskan. (DI)