Jokowi Disebut Ingin Ambil Alih Posisi Ketum PDIP, Dasco: Masalah Internal Parpol Jangan Diumbar ke Publik

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 4 April 2024 12:32 WIB
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Suami Dasco Ahmad (Foto: MI/Dhanis)
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Suami Dasco Ahmad (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Ketua DPP Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, menanggapi pernyataan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristianto soal Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin mengambil alih kursi Ketua Umum (Ketum) PDIP. 

Dasco mengatakan, dirinya merasa heran dengan adanya isu seperti itu. Menurutnya, masalah internal partai politik (parpol) semestinya tak perlu diumbar ke publik, tetapi cukup menjadi pembicaraan internal parpol. 

"Saya juga heran dengan isu seperti itu, karena sebenarnya itu masalah internal parpol yang sebaiknya dibicarakan di internal dan kemudian tidak di ekspos ke publik," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/4/2024). 

Meski begitu, Dasco berharap semua partai politik yang ada di Indonesia dapat berjalan dengan baik dalam melakukan transisi kepemimpinan sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD ART) parpol. 

"Tetapi apapun itu kita berharap semua parpol yang ada di Indonesia ini baik-baik saja dalam melakukan transisi kepemimpinan dengan mekanisme yang sudah diatur dalam AD ART masing-masing parpol," ujarnya. 

Sebelumnya, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menuding, Presiden Jokowi ingin merebut kursi Ketum PDIP.

Menurut Hasto, Jokowi telah memerintahkan salah seorang menteri kepercayaannya agar Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mau menyerahkan kursi jabatannya.

Menteri tersebut kemudian menghubungi seorang guru besar IPDN Ryaas Rasyid untuk bertemu Mega. Kendati demikian, Hasto tidak menyebutkan siapa menteri yang dimaksud.

"Ada seorang menteri ... ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi. Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega, agar kepemimpinan PDIP diserahkan kepada Pak Jokowi," kata Hasto dalam bedah buku 'NU, PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).