NasDem dan PKS Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo? Surya Paloh: Siap Dua-duanya!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 April 2024 22:09 WIB
Prabowo Subianto (tengah), Gibran Rakabuming Rakan (kiri) dan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari (Foto: Dok MI)
Prabowo Subianto (tengah), Gibran Rakabuming Rakan (kiri) dan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan presiden dan wakil presiden (Paslon 02) terpilih pada hari ini Rabu (24/4/2024). Hal itu menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2024 yang digelar pada Senin (22/4/2024) kemarin.

Diprediksi, koalisi partai politik baru akan terbentuk dengan masuknya Partai Kembangkitan Bangsa (PKB) yang ketuai oleh Muhaimin Iksandar alias Cak Imin (cawapres 01) dan Partai Nasional Demokrat (NasDem) dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.

Namun teranyar, Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) justru mengklaim memiliki kesamaan. Sampai saat ini, baik Nasdem maupun PKS masih sama-sama mengkaji soal langkah politik yang akan diambil menyusul pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka ke depan.

Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, mengatakan pembicaraan mengenai apakah Nasdem atau PKS akan menjadi koalisi atau oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran masih belum mencapai tahap final. “Apakah ini masuk dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan? Nah, ini kami sedang kaji bersama juga. Jadi, belum sampai ke tahap final,” kata Surya Paloh saat konferensi pers seusai menerima kunjungan jajaran petinggi PKS di Kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta, Rabu (24/4/2024).

Namun begitu, Surya Paloh mengaku Nasdem dan PKS siap bergabung menjadi koalisi atau berada di luar sebagai oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan. “Saya katakan tadi sama teman-teman PKS, coba renungkan baik-baik, apa yang terbaik bagi negeri ini? PKS di dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan".

"Akan tetapi, bagi saya, yang saya pahami, ada kesamaan PKS sama Nasdem itu. Apa kesamaannya? Siap dua-duanya,” katanya.

Sementara itu, Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyambut baik masukan dari Surya Paloh. Menurut dia, hal itu akan menjadi masukan juga bagi Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) PKS.

“Masukan-masukan dari Bang Surya Paloh tadi sangat luar biasa dan ini saya kira akan menjadi masukan juga bagi kami di DPTP, karena itulah nanti akan memutus kan hal-hal strategis bagi kepentingan apakah akan mengambil koalisi atau oposisi,” ujarnya.

Kekuatan koalisi Prabowo-Gibran
Salah satu hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah hasil suara Pileg 2024, sebab parlemen akan berperan dalam mempermulus kebijakan-kebijakan presiden. Setelah penetapan KPU, publik kini menunggu bagaimana Prabowo membangun koalisi, terutama untuk mengamankan kebijakan di parlemen.

Untuk membentuk koalisi presiden yang kuat di Indonesia, seorang calon presiden akan membutuhkan dukungan mayoritas dari lembaga legislatif.

Dukungan dari partai politik yang signifikan di tingkat nasional dan regional dapat memperkuat stabilitas dan legitimasi pemerintahan. Jumlah suara partai koalisi yang dianggap baik, setidaknya 50% + 1 dari total kursi parlemen untuk memperlancar sistem pemerintahan.

Presiden yang memiliki partai koalisi yang kuat dapat mengalami sejumlah manfaat yang signifikan dalam menjalankan pemerintahan, diantaranya adalah kekuatan legislatif.

Hal ini memudahkan untuk melewati undang-undang dan kebijakan yang diinginkan oleh pemerintahan. Lalu, stabilitas pemerintahan, dengan dukungan mayoritas di parlemen, presiden lebih mungkin untuk menghindari kebuntuan politik, pemblokiran legislatif, atau upaya penggulingan yang mungkin timbul dari oposisi.

Selanjutnya, implementasi kebijakan. Presiden dengan partai koalisi yang kuat memiliki kemungkinan lebih besar untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang diinginkan.

Konsistensi kebijakan, partai koalisi yang kuat cenderung memiliki visi dan tujuan yang sejalan, sehingga memungkinkan presiden untuk menciptakan konsistensi dalam kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh pemerintahan.

Kemudian, kontinuitas kepemimpinan. Dengan partai koalisi yang kuat, presiden memiliki lebih sedikit risiko mengalami kegagalan pada masa jabatan periode berikutnya, karena dukungan yang kuat dari partai-partai politik tersebut dapat memperkuat peluang untuk pencalonan kembali atau mendukung calon yang dipilihnya.

Kekuatan suara parlemen koalisi
Berdasarkan perhitungan KPU, terdapat delapan partai yang lolos parlemen dengan perolehan suara di atas parliamentary threshold 4%. Partai tersebut diantaranya adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), NasDem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Meski demikian, partai koalisi pasangan Prabowo-Gibran diantaranya adalah Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN dengan total perolehan suara gabungan partai tersebut sebesar 65.547. 525 atau setara dengan 43,18%.

Sedangkan, partai yang bukan koalisi dari Prabowo-Gibran yaitu PDIP, PKB, NasDem, dan PKS. Apabila ditambahkan dengan suara PDIP sebagai partai dengan suara terbesar, suara koalisi Prabowo akan menjadi 90.934.804 atau 59,91%. Apabila PKB masuk dalam koalisi, suara akan menjadi 81.663.180 atau 53,8%. Jika NasDem bergabung, total suara mencapai 52,84%. 

Sedangkan, bergabungnya PKS akan mendorong suara koalisi menjadi 50,42%.

Berdasarkan hal tersebut, tambahan suara dari partai apa pun akan mendorong persentase suara dari Koalisi Indonesia Maju menjadi lebih dari 50%. 

Dapat disimpulkan, Koalisi Prabowo perlu untuk menambahkan dukungan setidaknya satu partai untuk mendapat dukungan suara mayoritas di parlemen. (wan)

Topik:

PKS NasDem Prabowo